Dalam aksinya, puluhan mahasiswa ini meminta pemerintah dapat merealisasikan reformasi agraria dan memperjuangkan hak-hak petani yang selama ini dipinggirkan.
Menurut mereka, konflik lahan antara petani dan pengusaha yang terjadi selama ini sangat merugikan petani. Keberpihakan pemerintah kepada petani pun perlu dipertanyakan. “Pemerintah SBY-Boediono gagal melaksanakan reformasi agraria dan tidak mampu membela kepentingan petani dalam setiap penyelesaian konflik lahan yang terjadi dengan pengusaha selama ini,” teriak Ketua GMNI Cabang Ambon, Remon Amtu, saat menyampaikan orasinya.
Dalam orasi-orasinya, mahasiswa juga melontarkan kritik atas kebijakan pemerintah terkait liberalisasi di sektor pertanian, melalui Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang memungkinkan pihak asing terus menguras hak-hak petani dan tanah-tanah masyarakat adat.
“Petani kita terus ditindas dan Negara tidak mampu menunjukan keberpihakan kepada mereka. Itu karena kebijakan Negara selama ini hanya menempatkan petani di Indonesia sebagai buruh kasar, karena adanya liberalisasi pertanian yang terus diberlakukan,” seru salah satu pendemo.
Selain isu nasonal, dalam aksi itu mahasiswa juga meminta kepada Pemerintah Daerah Maluku untuk membatalkan dan menghentikan berbagai aktivitas pertanian dan pertambangan di sejumlah daerah di Maluku yang merugikan kepentingan masyarakat.
“Kami minta Gubernur Maluku segera membatalkan aktivitas pertambangan emas di Buru dan Pulau Romang, MBD. Segera juga batalkan rencana proyek perkebunan kelapa sawit di Pulau Seram dan perkebunan tebu di Aru,” ungkap salah satu pendemo lainnya.
Menurut mereka, hak-hak petani di Maluku harus diperjuangkan dan penguasaan tanah-tanah masyarakat adat yang terjadi selama ini harus segera dikembalikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.