Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Dugaan Korupsi Honorer Rumah Sakit, Gubernur Bengkulu Akan Diperiksa

Kompas.com - 13/09/2014, 15:07 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis


BENGKULU, KOMPAS.com - Polda Bengkulu menjadwalkan pemeriksaan Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah, terkait kebijakan pengeluaran Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z. 17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr M Yunus (RSMY), Senin (15/9/2014). Akibat SK tersebut, negara diduga rugi sebesar Rp 5,4 miliar.

"Senin (15/9/2014), kami akan meminta keterangan gubernur terkait honorer tim pembina manajemen rumah sakit M.Yunus belum diketahui jam berapa dan dimana proses meminta keterangan itu dilakukan," kata Joko, Sabtu (13/9/2014).

Gubernur Bengkulu, lanjut dia, dinilai ikut bertanggung jawab dalam Pembentukan Dewan Pembina RSMY yang beranggotakan 20 orang tahun 2011, Ke-20 orang tersebut mendapatkan honor berdasarkan SK tersebut.

Persoalan muncul saat SK itu bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas. Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina.

Dalam kasus ini, Polda Bengkulu telah menetapkan beberapa termasuk beberapa petinggi dan staf RSUD tersebut.

Kasus ini berpolemik cukup panjang karena beberapa elemen masyarakat menuding gubernur layak menjadi tersangka ikut bertanggung jawab mengeluarkan SK tersebut dengan merugikan negara sekitar Rp 5,4 miliar itu.

Sementara itu, Anggota Komisi Yudisial (KY), Taufiqurrahman Syahuri, menegaskan bahwa Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah tak dapat dipidanakan terkait diterbitkannya SK tersebut karena itu merupakan kesalahan administratif bukan pidana.

"Itu kesalahan administrasi yang telah melalui proses panjang setelah ditandatangani gubernur. Dengan demikian, desakan dari berbagai pihak agar gubernur selaku penanda tangan SK dipidanakan tidak mendasar," kata Taufiqurrahman Syahuri, Senin (2/12/2013).

Menurut dia, gugatan yang lebih tepat adalah SK tersebut dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk direvisi bukan dibawa ke ranah pidana.

"Sangat jelas, jika SK Pergub yang salah, maka itu ranahnya PTUN. Jika UU, maka gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika Perppu, maka gugatannya ke Mahkamah Agung (MA). Ini kan administrasi, jika terjadi kesalahan itu tidak bisa dipidanakan," tegasnya.

Jika SK itu dinyatakan salah oleh PTUN, maka penyelesaiannya cukup dengan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat SK. Ia juga memberikan contah kasus serupa, yakni ketika Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 tahun 2006 tentang Pemberian Tunjangan Komunikasi bagi anggota DPR RI setelah digugat ke MA.

"PP dinyatakan bersalah, tapi presiden tidak dipidanakan. Itu aturan hukumnya. Saya pikir masyarakat harus paham persoalan ini sehingga tidak salah alamat dalam melakukan gugatan," ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui bahwa dia akan diperiksa oleh polisi, Senin mendatang.

"Saya belum tahu, info darimana itu?" ungkap Junaidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com