Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Bakar Rumah Orang Rimba

Kompas.com - 12/08/2014, 13:09 WIB

JAMBI, KOMPAS.com — Aparat keamanan memperketat pengamanan wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi, Minggu (10/8), pasca bentrok antara Orang Rimba dan masyarakat tiga desa, Sabtu lalu. Dalam peristiwa itu, lima rumah milik Orang Rimba atau Suku Anak Dalam dibakar oleh massa.

Bentrokan bermula dari terjadinya penganiayaan oleh warga Suku Anak Dalam pimpinan Tumenggung Bujang Kabut terhadap warga desa. Penganiayaan itu memicu kemarahan warga sekitar. Minggu siang, sekitar 500 warga Desa Teluk Kuali, Melako Intan, dan Pemayungan mendatangi permukiman Suku Anak Dalam. Panik dengan serangan balik itu, warga suku pedalaman itu pun berlarian. Massa kemudian membakar rumah mereka, termasuk rumah Tumenggung Bujang Kabut. Keberadaan Bujang Kabut pun tidak diketahui.
Jual-beli lahan

Koordinator Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, Krismanko Padang, mengatakan, keberadaan kelompok Suku Anak Dalam pimpinan Bujang Kabut di wilayah itu telah lama meresahkan warga. Mereka kerap meminta uang secara paksa kepada pengendara yang melintasi permukiman mereka. Mereka juga memperjualbelikan lahan di wilayah hutan tanaman industri konsesi PT Lestari Asri Jaya (LAJ) kepada pendatang. Praktik ini menjadikan perambahan di wilayah itu sebagai yang paling rawan pembakaran lahan.

Jumat pekan lalu, kelompok itu menganiaya dua petugas pemadam kebakaran hutan Manggala Agni, saat hendak menuju pos pengendalian kebakaran lahan di Sumay. Akibat peristiwa itu, petugas Manggala Agni hingga kini tak berani lagi menyisir kawasan yang terbakar di wilayah tersebut.

Menurut Krismanko, praktik jual beli lahan di kawasan HTI ini mendorong masuknya perambah baru. Akibat praktik ini, setidaknya lebih dari 3.000 hektar habis dirambah secara liar. Pendatang membuka hutan menjadi kebun karet dan sawit.

Ajun Komisaris Besar Almansyah dari Humas Polda Jambi mengatakan, praktik perambahan liar marak terjadi di daerah. Namun, sejauh ini polisi belum akan melakukan penertiban karena memerlukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan aparat lainnya.

Menurut Koordinator Program Bukit Duabelas, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Ade Chandra, keberadaan rombongan Bujang Kabut bertolak belakang dibandingkan dengan masyarakat Suku Anak Dalam pada umumnya yang masih menjaga adat dan hutan. ”Mereka malah memperjualbelikan lahan hutan kepada pendatang,” ujar Ade.

Ade menjelaskan, rombongan itu memperoleh lahan seluas total 2.000 hektar untuk dikelola sebagai sumber penghidupan. Kenyataannya, kelompok ini justru menjual lahan negara itu kepada pendatang yang kebanyakan dari wilayah Sumatera Utara. ”Praktik ini terjadi karena tidak ada pemberdayaan terhadap mereka dalam memanfaatkan lahan yang ada,” katanya. (ITA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com