Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagi Mereka yang Hidup Terusir, Pilpres Kali Ini adalah Harapan Baru

Kompas.com - 22/07/2014, 11:44 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com
 — Di rumah penampungan di Rumah Susun (Rusun) Pasar Puspa Agro Jemundo, Sidoarjo, Ustaz Iklil Al-Milal hidup bersama sekitar 300 warga Syiah lainnya. Mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben.  

Tempat pertama mereka berlindung setelah kampung mereka diserang kelompok lain adalah GOR Sampang. Selama delapan bulan mereka hidup di penampungan yang disediakan pemerintah setempat.

Namun di pengungsian di tanah kelahiran mereka ini, ternyata aparatur negara tidak bisa menjamin. Alih-alih menjamin mereka balik ke kampung halaman, menjamin  keselamatan di pengungsian saja sulit mereka wujudkan (baca selengkapnya: "Semoga Presiden Baru Bisa Mengakhiri Penderitaan Kami").


Iklil menuturkan, dalam pilpres maupun pemilu legislatif (pileg) yang lalu, jemaahnya gembira bisa mendapatkan hak suara.

“Mereka sendirilah yang sadar, pilpres ini bisa menjadi harapan baru,” imbuh Ustaz Iklil.

Dia mengaku tidak pernah memaksa, atau menyarankan jemaahnya mendatangi TPS untuk mencoblos.

Iklil mengatakan, memang kadang kala hari-hari mereka diisi dengan diskusi masalah suksesi kepemimpinan nasional, terlebih setelah menyaksikan acara debat calon presiden di televisi.

“Memilih kan hak kami. Tetapi, mau memilih siapa itu hak masing-masing. Kami hanya diskusi siapa itu para calon. Mungkin saja ada yang berbeda (pilihannya) di antara kami. Tapi harapan kami tetap sama siapa pun presidennya nanti. Kami ingin pulang,” ujarnya.

Sukacita disampaikan oleh Umi Kalsum, istri Tajul Muluk, pemimpin jemaah Syiah Sampang, karena bisa mencoblos pada 9 Juli lalu.

”Alhamdulillah kita semua bisa memilih (dalam pilpres lalu),”ujar Umi Kalsum.

Saat ini, jemaah Syiah melewati dua momen besar sekaligus. Selain pilpres, momen Idul Fitri juga dilewatinya di pengungsian. Tidak ada yang istimewa untuk menyambut hari besar bagi umat Islam itu.

Hari-hari mereka hanya diisi bercengkerama dan beribadah. Mereka merindukan suasana Ramadhan dan Idul Fitri di desa.

“Kami jalani dengan seadanya. Semua ini kami syukuri meskipun hidup terusir,” kata Iklil.

Mereka berharap presiden baru bisa memberikan solusi permanen bagi hidup ratusan jemaahnya.

“Kami ingin hidup mandiri. Tidak bergantung terus pada bantuan,” tegasnya.

Selama ini, kata Iklil, mereka masih dibantu pemerintah. Iklil adalah saudara kandung Ustaz Tajul Muluk yang kini mendekam di penjara karena tuduhan menistakan agama.

Pria bernama asli Ali Murtadho itu divonis bersalah pada Juli 2012 dan dihukum dua tahun penjara oleh PN Sampang. Warga Syiah di pengungsian mengaku masih bisa bertahan karena dukungan keluarga mereka di desa.

Secara berkala, keluarga mereka dan para tetangga yang bersimpati, mendatangi rusun untuk sekadar melepas rindu. Kunjungan itu bukan tanpa risiko karena mayoritas warga tetap menentang ajaran Syiah.

Namun, karena tidak memedulikan urusan keyakinan, warga tetap saja berkunjung ke Puspa Agro, meski sembunyi-sembunyi. Biasanya mereka tinggal di rusun sampai seminggu. Iklil dan ratusan jemaahnya terharu dengan kunjungan para tetangga itu.

“Mereka berani datang dengan segala risiko hanya untuk menjaga silaturahim,” pungkasnya. (idl/ben)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com