Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uang Ganti Rugi Lumpur Lapindo Sudah Habis untuk Berobat (3)

Kompas.com - 28/05/2014, 12:07 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com - Delapan tahun sudah berlalu bencana lumpur Lapindo. Para korban masih mengeluhkan susahnya mengurus mengurus layanan kesehatan (Baca juga: Korban Lumpur Lapindo Sulit Urus Jaminan Kesehatan (1).

Salah satu korban, Novik Akhmad, mengatakan, menurut data PPLS, ada 90 persen warga korban lumpur yang tidak tercatat sebagai sasaran Jamkesmas atau BPJS. Menurutnya, pendataan tidak dilakukan dengan baik (Baca juga: Pendataan Korban Lumpur Lapindo Awut-awutan (2). Simak penuturan warga lainnya.


Penuturan senada  disampaikan korban lumpur lainnya, Khoiri. Sejak lima tahun silam, istrinya divonis mengidap kanker serviks. Warga asli Siring itu pun bingung bukan kepalang karena tidak memiliki ongkos untuk biaya pengobatan.

Awalnya, Khoiri bisa membiayai pengobatan istrinya dengan uang ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya. Tahun pertama, Khoiri sudah menghabiskan Rp 100 juta.

Sebagian besar uang itu dihabiskan untuk biaya kemoterapi. Kemudian dia harus menjual rumah di kawasan Pandaan.

Khoiri jatuh miskin. Dia tidak memiliki biaya untuk proses penyembuhan selanjutnya.

Tabungannya saat itu hanya menyisakan Rp 5 juta. Berbagai instansi pemerintah dia datangi.

Dia hanya ingin istrinya terdaftar di dalam jamkesmas atau sejenisnya. Dia mendatangi kecamatan dan Dinkes Sidoarjo. Namun tidak ada hasil.

Oleh seorang dokter, Khoiri dan istrinya disarankan mengurus SKTM.

“Alhamdulillah setelah itu kemoterapinya gratis,” kata Khoiri.

Namun dia tetap harus menyediakan uang jutaan rupiah untuk menebus obat yang tidak masuk dalam daftar tanggungan negara. Meski begitu, dia bersyukur nyawa istrinya tertolong.

Saat ini, kondisi istrinya sudah membaik. Tapi masih  kontrol ke dokter. Nah untuk kebutuhan kontrol ini Khoiri merasakan sulitnya hidup tanpa jaminan kesehatan.

Ia terpaksa telat tiga bulan dari jadwal kontrol yang ditentukan dokter.

Tiap kontrol, Khoiri harus mengeluarkan minimal Rp 500.000. Butuh waktu dan kerja keras untuk mengumpulkan uang itu.

Ia harus menyisihkan sedikit demi sedikit penghasilannya sebagai kuli bangunan yang memang tidak seberapa. Apalagi pekerjaan kuli bangunan itu tidak selalu ada.

Biasanya, bila sedang tidak order bangunan, Khoiri mencoba menganis rejeki dengan mengojek.

Itupun dilakukan dengan was-was karena kondisi kesehatan Khoiri sendiri rawan gangguan.

Dua kali kecelakaan saat nguli menjadi penyebab. Dokter menyarankan agar dia tidak bekerja terlalu berat.

“Saya hampir mati karena terlindas truk saat nguli,” ujarnya lirih.

Khoiri sangat berharap, ia dan keluarga terdaftar sebagai peserta BPJS. (ben/idl)


Bersambung: Dinas Kesehatan Tak Tahu Jumlah Warga Lapindo yang Terdaftar (4)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com