Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Seorang Ibu Selamatkan Bayinya dari Terjangan Banjir

Kompas.com - 28/01/2014, 20:53 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis


MANADO, KOMPAS.com — Fauzan, bayi berusia 3,5 bulan itu terjaga ketika Kompas.com menyambangi lokasi pengungsian korban banjir di Masjid Nurul Huda, Ketang Baru, Kecamatan Singkil Manado, Selasa (28/1/2014).

Sebelumnya dia terlelap di atas kasur di lantai dua masjid yang dijadikan lokasi pengungsian bagi 200 lebih jiwa korban banjir. Sementara ibunya, Tamini (37), sedang menyiapkan botol minumnya.

"Sudah dua minggu kami di sini. Mengungsi. Rumah kami diterjang banjir. Air pagi itu naik hingga menenggelamkan rumah kami. Beruntung kami sempat lari," ujar Tamini berbagi cerita dengan Kompas.com.

Trauma terpancar di wajahnya ketika dia menceritakan bagaimana dia membawa lari Fauzan pagi itu. "Air datang tiba-tiba, begitu sadar sudah di pinggang. Saya langsung meraih Fauzan, memeluknya dan berlari ke masjid tanpa bawa apa-apa lagi kecuali pakaian di badan," cerita Tamini.

Rumah Tamini terletak tepat di tepi Kali Jengki yang meluap pada hari bencana itu terjadi, Rabu (15/1/2014) dua pekan lalu. Jarak masjid dengan rumahnya sekitar 500 meter.

"Saya terus berlari memeluk Fauzan. Ayahnya mencoba menyelamatkan barang-barang, tetapi semuanya hanyut," lanjut Tamini.

Dalam kepanikan yang melanda ribuan warga di Ketang Baru tersebut, Tamini bisa mencapai masjid yang juga tidak luput dari terjangan air. Beruntung lantai dua tidak ikut terendam. "Saya datang dari Jawa, mencoba hidup di Manado. Kami sudah empat tahun tinggal di sini, dan sudah tiga kali diterjang banjir. Tapi kali ini yang paling parah," jelas Tamini.

Kisah Tamini dirasakan juga warga lainnya di Ketang Baru. Mereka yang sudah tinggal sejak awal di lokasi itu, hampir setiap tahun merasakan banjir. Mereka mengeluh mengapa pemerintah tidak pernah mampu mencari jalan keluar mengatasi banjir.

Walau di lokasi pengungsian, Tamini mengakui mendapat suplai bantuan makanan dan pakaian,  dirinya merindukan rumahnya. "Semoga secepatnya sudah bisa pulang, biar suami saya bisa kerja lagi dan melanjutkan hidup," tutup Tamini sambil meraih Fauzan dan memberinya minum teh hangat.

Wajah Fauzan terlihat ceria, padahal menurut ibunya dia sudah seminggu menderita diare. Berat badan salah satu bayi korban banjir itu turun drastis. Kondisi yang sama dirasakan oleh ratusan balita lainnya di wilayah bencana di Sulawesi Utara. Rabu kelabu waktu itu telah membuat 19 orang tewas. Puluhan ribu jiwa terkena dampak bencana banjir dan longsor. Ratusan rumah lenyap disapu banjir, sementara ribuan lainnya rusak parah.

Hari ini matahari bersinar terik setelah hampir dua minggu langgit Manado terus gelap dan hujan tak berhenti. Warga korban bencana mulai bersemangat menata hidup mereka kembali. Namun, sejuta persoalan menanti untuk diselesaikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com