Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah Tiga Anak Bertahan di Jalanan Selama 22 Tahun...

Kompas.com - 07/01/2014, 11:16 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com — Hidup di jalan bukanlah sebuah pilihan. Kalau ada pekerjaan lain dengan penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga, mereka yang ada di jalan pasti memilih meninggalkan kehidupan kerasnya.

Seperti diungkapkan—sebut saja, Adi (39), Minggu (5/1/2014). Sehari-hari, Adi berprofesi sebagai pengamen di bus kota di Semarang. Tidak tanggung-tanggung, ayah tiga anak ini telah menjadi pengamen selama 22 tahun terakhir. Profesi pengamen dipilihnya karena kurangnya lapangan pekerjaan.

Dari hasil mengamen itulah, Adi menghidupi keluarganya. Saat ini, dua anaknya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan si sulung sudah lulus sekolah menengah atas (SMA).

"Alhamdulillah. Dari mengumpulkan recehan di bus kota, anak-anak saya bisa sekolah. Saya bersyukur anak sulung saya bisa lulus sekolah atas," jelasnya.

Sehari-hari, Adi membutuhkan uang sekitar Rp 70.000 untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarga. Untuk uang saku anak saja, Adi harus merogoh kocek Rp 10.000. Belum untuk kebutuhan lain yang hampir semuanya harus dibeli.

Di sisi lain, ia juga harus memikirkan kebutuhan rutin bulanan, mulai dari membayar SPP dua buah hatinya, membayar kontrakan, listrik, dan sebagainya. "Kalau untuk makan, yang penting kami punya beras. Lauknya dengan tempe goreng saja cukup. Kebutuhan utama adalah biaya pendidikan anak-anak," ungkap pria berambut cepak ini.

Problem anak jalanan
Berangkat dari pengalamannya itu, Adi memandang, persoalan mengenai anak jalanan (anjal) tidak akan selesai hanya dengan membuat peraturan, atau menggelar razia. Ia yakin mereka akan kembali ke jalan setelah razia usai.

Pemerintah juga harus memikirkan solusi nyata. "Ini menyangkut persoalan perut dan menghidupi keluarga. Jangan hanya dioprak-oprak tanpa solusi," sambung Adi.

Terbukanya lapangan pekerjaan adalah hal utama jika ingin membersihkan anak jalanan di Semarang. Ia mengatakan, hal itu lebih utama dibandingkan memberikan modal lantaran bisa saja modal yang diberikan tidak dipergunakan dengan baik.

Hal senada juga dikatakan seorang ibu, sebut saja Ida, yang anaknya mencari nafkah di jalan. Jaminan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga menjadi jawaban untuk masalah ini.

Jika hal itu tidak tersedia, Ida meragukan persoalan anak jalanan bisa terselesaikan. Rencana Pemkot Semarang untuk menerbitkan Perda Anjal dan Gepeng pun sudah didengar oleh mereka.

Menurut Ida, pernah suatu kali ia mendengar cerita dari anjal yang menyebutkan kalau ada pengguna jalan yang sempat ragu untuk memberikan uang kepada anjal.

Hal itu dibenarkan oleh seorang anjal. Menurut bocah perempuan ini, dia pernah menemui pengguna jalan yang ragu memberikan uang. "Katanya (pengguna jalan) takut dihukum kalau ngasih uang ke anak jalanan," ucapnya.

Meskipun demikian, perempuan ini tak ambil pusing. Dia merasa bukanlah seorang pengemis. Sehari-hari, anak berusia belasan tahun ini berprofesi sebagai pengasong di sebuah pusat keramaian di Semarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com