Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Rp 6 Miliar, Dua Pejabat Kolaka Ditahan

Kompas.com - 21/11/2013, 16:00 WIB
Kontributor Kolaka, Suparman Sultan

Penulis


KOLAKA, KOMPAS.com
- Dua pejabat pemerintah Kolaka, Sulawesi Tenggara ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kolaka, Sulawesi Tenggara karena terlibat kasus korupsi pembangunan talud pemecah ombak. Mereka adalah Zulkifli Tahrir (kepala BPMD) dan Syamsul Bahri (Kabid pengairan Dinas PU).

Saat pekerjaan proyek yang bersumber dari APBN tahuyn 2012 itu, keduanya merupakan pejabat yang paling bertanggung jawab. Saat itu Zulkifli Tahrir menjabat sebagai kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sementara Syamsul Bahri sebagai Pejabat Penanggung jawab Operasional Kegiatan (PPOJK) Dinas PU Kolaka.

Penahanan kedua tersangka ini dilakukan oleh tim Kejaksaan Negeri Kolaka yang tengah beberapa bulan memperkarakan masalah ini. Mereka berdua dianggap merugikan negara sebesar Rp 6 miliar. Jumlah kerugian ini sudah sesuai dengan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra.

Kepala Kejaksaan Negeri Kolaka, Wahyudi saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Kamis (21/11/2013)mengatakan, kedua pejabat itu memang sudah lama menyandang status tersangka korupsi. Hanya saja, tim penyidik baru menahan keduanya setelah selesai proses penyidikan. Maka dari itu, tim Kejaksaan Negeri Kolaka tinggal menyusun materi tuntutan untuk disidang di Kendari.

“Kalau status tersangka itu sudah lama. Cuma saja saat proses ini tengah berlangsung memang kita tidak tahan, karena masih proses penyidikan. Namun saat semua rampung kita pun menitipkan dua tersangka ini ke Rutan Kolaka sebagai tahanan titipan dari Kejaksaan. Tentunya ini sudah sesuai dengan prosedur yang ada," jelas Wahyudi.

"Pertimbangan kita kalau tersangka tidak ditahan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan akan mempengaruhi saksi atau pihak yang lain,” lanjut Wahyudi.

Pihak kejaksaan pun akan membentuk tim penuntut umum sebanyak enam orang guna menghadapi sidang Tipikor di Kendari dalam waktu dekat ini.

Untuk mengusut tuntas kasus ini, Wahyudi juga menyatakan Kejaksaan masih terus mengembangkanna dengan menyelidiki pihak terkait lainnya. Dalam waktu dekat ini tidak menutup kemungkinan akan bertambah tersangka lain dalam kasus korupsi pengadaan talud pemecah ombak ini.

“Prosesnya masih terus berlangsung, dan kita juga akan menetapkan tersangka lain dalam masalah ini. Total kerugian negara itu kita kalkulasikan dari pekerjaan mereka yang tidak bermanfaat, sehingga kita loskan jadi Rp 6 miliar," katanya. Pekerjaan yang tidak berguna dimaksud Wahyudi adalah penahan ombak yang hancur lebur.

Di tempat yang sama, Kepala Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Kolaka, Irna Indira menjelaskan, kedua tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.

“lokasi proyek itu terletak di Desa Babarina dan Iwoimendaa. Dan memang memprihatinkan kondisi proyek yang dikerjakan asal-asalan itu. Enam JPU yang akan dibentuk itu terdiri dari saya sendiri, Indra Aditya, Yusneni, Ilmiawan, Heri Octa dan Irawan. Berkas tuntutan sementara kita persiapkan,” cetusnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com