Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tubuh Slamet Dipenuhi Benjolan Hingga Sulit Bernafas dan Melihat

Kompas.com - 14/10/2013, 08:32 WIB

MAGETAN, KOMPAS.com - Slamet (59) warga Dusun Gilis RT17/RW03, Desa/Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan, sejak beberapa tahun lalu sekujur tubuhnya ditumbuhi benjolan menyerupai bola-bola.

Akibatnya, kedua kelompak matanya tertutup hingga tidak bisa melihat. Begitu juga dengan kedua lubang hidungnya, sehingga untuk bernafas pun sulit. 

Praktis kesehariannya, pria kelahiran 1 Juli 1954 ini hanya duduk dan tak bisa bekerja. Jangankan untuk berobat, untuk makan sehari-hari Slamet hanya bisa berharap belas kasihan dari tetangga dan adik semata wayangnya yang bekerja sebagai pencari rosok (pemulung).

Yang memprihatinkan, Slamet selama ini tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Ramai-ramainya Bantuan Langsung Tunai (BLT), Slamet juga dilewati, begitu juga program-program bantuan lain, termasuk BLSM.

"Kata perangkat di sini, nama Mas Slamet sudah dicatat. Tapi nyatanya, tetap tidak mendapat bagian," ujar Suwadi adik Slamet, Minggu (13/10/2013) kemarin.

Menurut Suwadi, penyakit yang diderita Slamet ini bermula dari operasi pengangkatan daging tumbuh di pinggangnya. Setelah operasi pengangkatan daging tumbuh itu, enam bulan kemudian di tubuh Slamet mulai tumbuh benjolan-benjolan. Tidak hanya tubuhnya yang ditumbuhi, tapi juga wajahnya.

"Dari tahun ke tahun, benjolan itu samakin banyak. Karena tidak ada biaya, Mas Slamet tidak memeriksakan penyakitnya itu ke dokter. Semua harta dan warisan tanah sudah habis untuk biaya operasi pengangkatan daging tumbuh di pinggangnya itu," kata Suwadi, sambil mengusap air mata yang menetes di pipi kakaknya.

Slamet, lanjut Suwadi, saat masih sehat, mencarikan makan dan biaya sekolah kelima adiknya. Karena, ayah mereka sudah meninggal, saat Slamet baru berusia 12 tahun. Karena terpaksa, Slamet kecil menjadi tulang punggung keluarga. Painem, ibunya yang berdagang sayur mayur juga tidak pernah di rumah.

"Mas Slamet ini saat masih sehat, dia yang menghidupi saudaranya, termasuk saya. Padahal saat itu umur Mas Slamet baru 12 tahun. Tapi sekarang ini, ketika Mas Slamet sakit, hidup dari makan pemberian tetangga kanan kiri," kata Suwadi, seraya berharap ada dermawan yang mau menolong Slamet, agar dihari tuanya ini sakit yang diderita kakaknya itu bisa sedikit terkurangi.

Jamal, Ketua RT 17 Desa Nguntoronadi mengaku sudah berusaha mengusulkan bantuan untuk Slamet ini. Tapi, usulan yang dilakukan belum pernah satu pun yang direalisasikan. "Mulai sebelum ada program BLT hingga ada BLT, dan sekarang BLSM. Kami sudah usulkan. Tapi tidak satupun yang diluluskan. Termasuk ke Dinas Sosial (Dinsos) lewat kecamatan. Tapi Dinsos juga tidak pernah keluar," kata Jamal.

Bahkan, menurut Jamal, karena merasa iba dengan nasib Slamet, tetangga kanan kiri sepakat setiap hari secara bergiliran memeberikan makanan ala kadarnya. "Atas inisiatif warga di sini, setiap hari secara bergiliran sudah sejak beberapa tahun lalu, meski ala kadarnya selalu mengantar makanan kepada Slamet," kata Jamal.

Jamal berharap, Pemerintah bisa memberikan bantuan atau biaya hidup kepada Slamet. Hal ini agar Slamet tidak kebingungan untuk makan sehari-hari. Syukur-syukur bisa diberikan juga biaya berobat untuk penyakitnya itu.

"Harapan saya dan warga disini, Slamet bisa disantuni setiap bulannya. Syukur-syukur diberikan biaya berobat sekalian," katanya.

Camat Nguntoronadi Cahaya mengaku sudah berulang kali mengusulkan bantuan, tapi sampai program bantuan terakhir BLSM, Slamet tetap tidak menerima bantuan itu. 

"Tidak jelas alasan Pak Slamet ini dilewati. Sebenarnya, sudah berulang kali kami mendaftar dan mengajukan agar bisa diberikan bantuan. Syukur-syukur bisa diberikan bantuan biaya hidup yang diberikan setiap bulan," kata Camat Cahaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com