Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Yogya, Jokowi Cerita Penyebab Indonesia Selalu Ketinggalan

Kompas.com - 23/05/2016, 21:21 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Di hadapan para undangan pembukaan Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Sportarium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Presiden Joko Widodo menceritakan hasil kunjungannya ke Korea Selatan.

"Saya baru saja berkunjung dari Korea Selatan seminggu yang lalu," ujar Presiden Joko Widodo dalam pembukaan KNIB di UMY, Senin (23/5/2016).

Di dalam kunjungannya itu, Presiden Joko Widodo mendapat cerita bahwa pada tahun 1950-an, kondisi Korsel berada di bawah Indonesia, baik dari sisi kemiskinan maupun pembangunannya. Sama halnya dengan Indonesia, pada tahun 1070-an, Korea Selatan mulai masuk ke dunia industri.

"Sebetulnya, tahun itu Indonesia juga sudah memulai, ada PT PAL, kemudian BUMN kita juga sudah. Di sana pertanian, di sini kita juga pertanian," ucapnya.

Namun, pada dekade berikutnya, Negeri Ginseng itu melesat dan bersaing dengan negara-negara lain di Eropa maupun Amerika. Bahkan, Korea Selatan menjadi raksasa ekonomi dunia.

Menurut dia, ada dua kunci Korsel mampu meraih kemajuan hingga menjadi raksasa ekonomi dunia. Pertama, keterbukaan dan kedua, keberanian melakukan inovasi.

"Mereka berlomba-lomba untuk berinovasi dan mengejar kemajuan. Karena terbuka, mereka berani berkompetisi dengan negara-negara yang lain," ujarnya.

Indonesia, lanjutnya, adalah negara dan bangsa yang besar. Jika diandaikan, Indonesia adalah sebuah kapal besar dengan penduduk mencapai 252 juta. Pulaunya 17.000 dan memiliki anugerah kekayaan sumber daya alam.

"Kenapa kita bisa ditinggal oleh mereka? Menurut saya, karena kita tidak berada di konsistensi yang terus-menerus untuk kerja keras, berpikir rasional, berpikir positif, produktif, dan melakukan inovasi-inovasi yang baik," ujarnya.

Jokowi menyampaikan, bangsa Indonesia terjebak pada selalu membesar-besarkan masalah, berpikir yang tidak produktif, gampang sekali menjelek-jelekkan, mencemooh yang lain, dan gampang mengeluh.

"Tantangan-tantangan seperti itulah yang harus kita selesaikan," ucapnya.

Karena itu, di negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi nomor empat di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Secara global, Indonesia berada di nomor ke-37.

Di dalam kemudahan berusaha, Indonesia berada di peringkat ke-109 dari 180 negara, jauh dari Singapura yang berada di peringkat pertama atau Malaysia (18) dan Thailand (49).

"Menurut saya, kita tidak berani melakukan perombakan besar-besaran. Kita tidak berani melakukan perubahan dalam regulasi di negara kita," ujarnya.

Turut hadir dalam pembukaan Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan itu antara lain Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Puan Maharani, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Ketua MPR Zulkifli Hasan, mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com