Sejak pagi sampai menjelang malam, pria yang kerap disapa Mbah Tohari ini berkeliling dari kampung yang satu ke kampung lainnya dengan sepeda tuanya demi mendapatkan rupiah.
Mbah Tohari sudah tidak bisa mengayuh sepedanya itu. Tubuhnya sudah membungkuk, kulitnya keriput, dan ada alat pendengaran terpasang di kedua telinganya. Namun, tidak tampak raut putus asa di wajahnya.
"Saya ini sudah tua, sudah 104 tahun," ucap Mbah Tohari sembari tersenyum saat menyempatkan diri berbincang dengan Kompas.com, Kamis (21/1/2016).
Mbah Tohari saat itu tengah melintas di jalan Desa Bulurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Sementara itu, di setang depan sepedanya terdapat kantong-kantong berisi air minum, kain sarung, dan bekal pribadinya sepanjang berjualan.
Berdagang keliling ini dilakoninya sejak tahun 1994. Dia pun memiliki jadwal dan rute perjalanan khusus. Hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu adalah hari bekerja. Hari Senin dan Jumat adalah saatnya libur dan perkulakan barang-barang yang harus dijualnya kembali.
"Kalau dulu, saya tidak pakai sepeda. Saya memikul barang dagangan, lalu keliling dari kampung ke kampung," ungkap kakek yang tinggal di Jalan Telaga Warna, RT 6 RW 18 Kampung Nambangan, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang, itu.
Setiap malam, Mbah Tohari terlebih dulu menyiapkan barang-barang dagangannya sehingga bisa berangkat berjualan pada pukul 05.30 WIB. Dia lalu akan berkeliling hingga pukul 16.00 WIB.
Pantang minta-minta
Nama Mbah Tohari menjadi perbincangan di kalangan netizen di Magelang. Banyak netizen yang menayangkan foto-foto Mbah Tohari yang tengah menuntun sepeda bututnya dan menjajakan dagangan di akun media sosial masing-masing.
Komentar demi komentar yang menyatakan keharuan sekaligus kekaguman terhadap sosok kakek bekas pejuang kemerdekaan ini pun bermunculan.