"Berkas kasus tersangka sudah lengkap, dan siap kami serahkan ke Kejaksaan Tinggi Jatim," kata Wakil Direktur Kriminal Khusus AKBP Anom Wibowo, Kamis (5/2/2015).
Nama kelompok tani fiktif itu diajukan kepada pemerintah melalui koperasi Pabrik Gula di Malang. Ternyata pupuk bersubsidi jenis ZA dan Petroganik itu dipakai sendiri oleh tersangka untuk usaha pertanian tebunya seluas 140 hektar.
"Praktik tersebut tidak dibenarkan, harusnya tersangka membeli pupuk nonsubsidi jika untuk usaha sendiri. Pupuk subsidi hanya untuk kelompok tani," jelasnya.
Meski lahan yang dipakainya menyewa dari warga, namun usaha penanaman tebu tersangka tidak memiliki izin. Praktik yang dilakukan tersangka, kata Anom, berlangsung sudah sejak 1999.
Sebagai barang bukti, polisi menyita 480 sak pupuk ZA bersubsidi dan 200 sak pupuk Petroganik dari gudang milik tersangka. Tentu saja, pupuk-pupuk tersebut tidak sesuai dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK).
Tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 46 UU No 18/2004 tentang Perkebunan, dan UU Darurat No 7 Tahun 1955, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.