KOMPAS.com - Penggunaan pendingin udara pada usaha kafe atau kedai menjadi salah satu penentu kenyamanan. Namun belum banyak pemilik usaha yang melek penggunaan alat elektronik penghemat energi. Alih-alih ingin mendatangkan kenyamaan, malah tak sedikit yang berujung pemborosan.
Dari pengamatan wartawan dalam kurun waktu tiga tahun, setiap tahunnya minimal ada dua hingga tiga usaha baru di Kota Ambon, Maluku. Para pemilik merancang konsep ruangan indoor dan outdoor.
Kebutuhan akan alat-alat elektronik pun sangat besar. Sebut saja, mesin kopi, grinder, pemanas air, magic jar, kipas angin, lampu hingga pengondisi udara atau AC.
Baca juga: Pemeran Pria Dalam Foto Syur Selebgram Ambon Ternyata Oknum Brimob
Di antara alat-alat tersebut ada yang sudah masuk ke dalam peralatan pemanfaat energi yang memiliki Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE).
Pemerintah pada 2015 menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum dan Pencantuman Label Tanda Hemat Energi Untuk Piranti Pengkondisi Udara.
Baca juga: Usut Penyebar Foto Syur Selebgram Ambon yang Viral, Polisi: Ini Sudah dari Tangan ke Tangan
Kemudian di 2021 menerbitkan Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) untuk Peralatan Pemanfaat Energi. Yakni, aturan tentang langkah konservasi energi melalui efisiensi konsumsi penggunaan energi pada peralatan pemanfaat energi.
Tanda SKEM itu diwajibkan ada pada alat-alat pemanfaat energi yang diperdagangkan di dalam negeri. Termasuk berlaku pada barang-barang import.
Tanda SKEM berupa logo lingkaran berwarna hijau berbintang 1 hingga 5. Secara sederhana tanda ini berarti alat elektronik tersebut memiliki pengontrol daya hemat energi. Semakin banyak tanda bintang hijau melingkar, maka semakin baik kualitas pengontrol daya suatu alat.
Hal ini berimplikasi pada penghematan listrik serta masa berlaku penggunaan alat.
Pengondisi udara atau AC adalah salah satu alat yang lebih dulu terstandar SKEM dan LTHE oleh pemerintah.
Wartawan coba mendatangi beberapa kedai atau kafe yang ada di Kota Ambon. Dari enam kafe itu, umumnya telah menggunakan pengondisi udara berlabel SKEM LTHE.
Saat dicermati lebih detil, tanda label tanda hemat energi pada AC punya skor beragam. Ada yang memiliki skor bintang 2, 3 dan 4. Bahkan, di salah satu kafe malah masih menggunakan AC dengan label skor bintang 1.
Sayangnya, para pemilik usaha atau manajer tidak paham maksud dari tanda SKEM LTHE pada pengondisi udara yang mereka miliki.
“Yang katong (kami,red) tahu itu artinya hemat energi. tapi rasanya sama saja,” ujar Felix Tatipata, manajer Midway Coffee di Jalan Imam Bonjol Kota Ambon. Yang dia tahu, tanda itu merupakan informasi bahwa barang elektronik itu termasuk hemat biaya dan ramah lingkungan.
“Kami bayarnya sama besar juga setiap bulan. Kalaupun ada penghematan pasti kecil hanya 10 persen sebab tidak terlihat pemakaian yang banyak di alat apa dan berapa besarnya,” tuturnya.
Sama halanya dengan Muhamad Ryan, pemilik kafe Garage Coffee Jalan Mr. CHR. Soplanit, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon. Dia bahkan tidak tahu sama sekali apa itu SKEM LTHE beserta label pada salah satu alat elektornik yang dipakai.
Padahal usaha kafe miliknya tidak hanya menjual minuman, tapi juga jadi coffee roastery atau pemanggang kopi yang menyatu dengan area duduk pelanggan di indoor.
Baca juga: Beredar Foto Syur Selebgram Ambon, Polisi: Kita Sedang Dalami
Kehadiran pengondisi udara bertugas ekstra. Selain menjaga suhu indoor sejuk dari terpaan suhu panas di luar Kota Ambon yang tinggi juga agar uap panas dari ruang pemanggang tidak mendominasi kedai.
Begitu seterusnya pada tiga kafe lain yang dijumpai di pusat kota Ambon. Semisal di Gaek Coffee, Kopi Tradisi Joas dan The Gade Coffee and Gold. Hanya saja penggunaan pengondisi udara berlabel SKEM belum terasa menyentuh hingga ke pelaku usaha di Kota Ambon.
Padahal, barang elektronik berlabel SKEM LTHE memberi penghematan energi yang signifikan. Itu sejalan dengan Hasil survei end user nasional CLASP (community led action support) tahun 2019 mengungkap, tingkat kesadaran masyarakat terhadap label hemat energi baru di angka 6,5 persen.
Baca juga: NasDem Duetkan Eks Pj Wali Kota dan Ketua DPRD di Pilkada Kota Ambon
Bahkan, dalam wawancara ditemukan ada yang merasa kesulitan menggunakan pengondisi udara berlabel SKEM LTHE. Alasanya, spare part yang susah ditemui di Kota Ambon. Belum lagi tidak adanya teknisi yang mumpuni menjelaskan mengenai cara kerja alat berlabel SKEM serta implikasi pada biaya yang dikeluarkan.
“Memamg hemat tapi di sini teknisinya susah. Katong juga seng (tidak,red) diberi edukasi kalau misalnya ada yang rusak atau butuh diperbaiki. Makanya sama saja. Cuman saat ini memang dominasi alat elektronik semua sudah ada label hijau (SKEM, red),” imbuh Felix.
Dia menilai pengondisi udara dengan label LTHE tidak berpengaruh pada tarif bayar listrik setiap bulan. Pasalnya itu bukan satu-satunya alat pemanfaat energi yang dipakai. Masih ada ala-alat lain yang menyedot lebih banyak energi. Seperti mesin grinder, mesin kopi, lemari pendingin.
Namun setidaknya cara konsumen memperlakukan barang elektornik dapat memperpanjang life cycles atau umur suatu barang.
“Penghematan itu tidak bisa satu cara saja. Selain alat, penghematan juga harus dari kebiasaan penggunaan cara merawat, begitupun mengatur suhu standar,”jelas Sub Koordinator Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, Direktorat Konservasi Energi Kementerian ESDM, Anggraeni Ratri Nurwini kepada wartawan dalam workshop Efisiensi Energi di Kota Bogor, Senin (6/6/2024).
Menurut Wini konsumen sering keliru mengartikan label hemat energi. Mereka beranggapan tetap bisa berhemat dengan alat berlabel SKEM LTHE meski digunakan nonstop.
Pada kenyataanya, pengaturan suhu udara pada sampel kafe yang didatangi masih kacau. Ada yang menyeting di bawah standar yang ditetapkan kementerian. Seperti yang dijumpai masih ada yang mengatur suhu di 18 derajat.
Ada juga yang pengondisi udara dibiarkan ada pada suhu terendah terus merus lantaran tidak terasa dingin di ruangan.
Ruang indoor pun dijumpai masih punya celah masuk udara dari luar seperti pada bagian kusen pintu serta ventilasi.
Baca juga: Pohon Tumbang Tutup Badan Jalan di Ambon, Antrean Kendaraan Mengular
Untuk itu, Nurwini menekankan pentingnya memilih pengondisi udara sesuai kebutuhan dan besar suatu ruangan.
“Kita harus tahu pakai AC di ruangan segini butuh berapa kapasitas sih. Kalau ruangan besar kapasitas kecil ya ruanganya gak dingin-dingin. Jangan juga ruangan hanya butuh 1 PK tapi kita beli 2 PK supaya lebih dingin. Itu sama saja tidak hemat energi,” lanjut dia.
Baca juga: Kakek 62 Tahun yang Rekam Video Asusila bersama Perempuan Muda di Ambon
Sementara itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat. Khusus pada penggunaan AC atau pengondisi udara, sebagai salah satu alat elektornik penyedot energi terbanyak.
Berdasarkan hasil survei end-user ada sederet alat elektronik yang memakan banyak energi. Terdapat 11 alat masuk dalam kategori SKEM.
Empat dari 11 alat dalam proses penerbitan SKEM. Sedangkan tujuh sisanya telah belabel SKEM LTHE dan sudah berada di pasaran. Seperti rice cooker, kulkas, lampu, tv, kipas angin, AC, dispenser, mesin cuci, seterika, pompa air dan lemari pendingin.
“Baru tujuh (SKEM, red). Sisa empat lain sementara diusahakan untuk bikin SKEM. Saat ini yang proses itu mesin cuci dan dispenser sedang dalam proses mungkin sudah 75 persen siap diregulasikan. Tiap tahun kami coba usahakan bikin regulaisnya per-peralatan dari 10 itu. Pompa juga dalam tahap uji, survei sudah dilakukan. Motor listrik juga, setrika sudah, sudah ada mapping perlatan yang konsumsi energi besar,” lanjutnya.
Pemerintah pun berupaya melakukan sosialisasi agar aturan SKEM LTHE dapat menjangkau semua kalangan.
Memang pada salah satu sisi belum ada regulasi yang mengatur soal pengawasan SKEM pada tingkat daerah.
“Bisa saja pemerintah daerah mengedukasi mengontrol tapi pada aturan pemda yang sekarang UU 23 2014 itu gk ada kewenangan provinsi tentang konservasi. Nah yang baru terbit itu pemerintah konkruen. Artinya pemda bisa mengalokasi kegiatan untuk konservasi energi,” terang Kepala Subdirektorat Pengawasan Konservasi Energi pada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Endra Dedy Tamtama.
Endra mengakui pengenalan SKEM di wilayah timur Indonesia masih sangat minim. AC dengan tanda bintang 4 dan 5 atau yang paling bagus pemanfaat energinya tidak banyak. Apalagi di daeragh-daerah Indonesia timur. Selain terbatas, market penjualan masih rendah sebab harganya yang tinggi. “Kami menemukan AC yang bintang 4 dan 5 susah karena marketnya terbatas dan lebih mahal. Apalagi pemahaman life cycle belum ada. Perlahan kesadaran akan membangun pasar penjualan AC bintang 4 dan 5,” bebernya.
Untuk itu pihaknya tengah menggenjot aturan pelabelan pada kipas angin dan penanak nasi. Asumsinya kedua alat elektronik rumah tangga itu yang paling banyak digunakan masyarakat. Semua kalangan tau dan sebagian besar memilikinya sebagai kebutuhan rumah tangga.
Harapannya dengan adanya label pada dua alat tersebut, masyarakat akan lebih familiar dengan SKEM. Dengan begitu intervensi pemerintah dalam sosialisasi dan edukasi akan lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.