SEMARANG, KOMPAS.com - Sepanjang Januari hingga pertengahan Juni 2024, sudah terjadi 192 bencana hidrometeorologi di Jawa Tengah (Jateng). Paling banyak adalah bencana akibat cuaca ekstrem yakni 73 kali, banjir 61 kali, tanah longsor 22 kali dan kekeringan 4 kali.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng mencatat akibat bencana itu menyebabkan 25 korban jiwa, 21 luka-luka, 72.000 orang mengungsi, dan hampir 650.000 warga terdampak.
Baca juga: Status Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Diperpanjang
Selain itu, lahan seluas 40.141 hektar juga terdampak bencana. Diperkirakan kerugian akibat 192 bencana di Jateng mencapai Rp 13 miliar.
BPBD Jateng pun telah melakukan pemetaan daerah rawan bencana pada setengah tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kerugian akibat bencana.
"Kami juga menggelar rapat koordinasi menghadapi musim penghujan, menerbitkan surat edaran Gubernur Jateng tentang kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana banjir," jelas Kabid Penanganan Darurat BPBD Jateng Muhammad Chomsul melalui pesan singkat, Rabu (26/6/2024).
"Lalu penetapan status siaga darurat bencana banjir dan longsor, pembentukan posko siapsiaga bencana 7x24 jam, penyiapan logistik dan peralatan penanggulangan bencana, hingga penyebarluasan informasi peringatan dini kepada masyarakat," lanjutnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana berkomitmen melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Salah satunya reboisasi hutan dan lahan kritis.
Kemudian program pencegahan deforestasi dan perlindungan kawasan dengan ekosistem yang dianggap penting.
"Pemprov Jateng berkomitmen untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian krisis iklim dengan cara-cara inovatif dan mengedepankan prinsip keadilan," kata Nana.
Dia menyebut kawasan Kebun Raya Baturraden adalah salah satu contoh kawasan hutan dan ekosistem alam yang masih terjaga. Pohon-pohon besar masih banyak tumbuh sehingga serapan dan penahan air hujan masih bagus.
Menurutnya, pelestarian lingkungan di daerah hulu seperti di pegunungan dan perbukitan penting dilakukan untuk mencegah bencana.
Kemudian, diimbangi dengan mitigasi bencana di hilir seperti penguatan tanggul, penanganan sedimentasi sungai, dan merawat saluran air.
Baca juga: Dampak Bencana, KPU Tanah Datar Butuh Kotak Suara Baru untuk PSU DPD
Sementara upaya mengatasi dampak perubahan iklim telah dilakukan di wilayah pesisir yang terdampak rob, dibuat tanggul rob sepanjang 3,5 km yang didanai Kementerian PUPR di Kawasan Tambaklorok, Kota Semarang.
"Kami terus koordinasi dengan pemerintah pusat, dalam hal ini PUPR yang sudah membuat tanggul-tanggul untuk menahan atau untuk menanggulangi rob, khususnya di Semarang," jelasnya.
Lebih lanjut, dia berkomitmen untuk membuat sumur resapan dan kegiatan konservasi lainnya untuk menjaga hutan dan lingkungan menghadapi krisis iklim.
"Kami juga minta masyarakat untuk terus menanam pohon di sekitar lingkungan. Nanti akan dibimbing oleh dinas lingkungan hidup provinsi maupun kabupaten/kota," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.