Merujuk data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, izin pertambangan yang berstatus operasi produksi di Kota Palu berjumlah 34 izin.
Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik mengatakan, aktivitas tambang galian C yang masif di Palu hingga Donggala terjadi karena pemerintah daerah banyak memberikan izin usaha pertambangan baru.
Pada 2019 lalu, kata Taufik, perusahaan tambang di Palu hanya berjumlah 20 perusahaan namun saat ini jumlahnya mencapai 34 perusahaan. Sementara di Donggala, dari 33 perusahaan kini bertambah menjadi 54 perusahaan.
“Semua perusahaan itu berstatus operasi produksi. Makanya tidak heran kita lihat aktivitas mereka begitu masif,” ungkapnya.
Taufik menyebutkan, hampir semua perusahaan tersebut menyuplai hasil tambangnya untuk material pembangunan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Baca juga: Bandara di IKN Akan Beroperasi 1 Agustus 2024, Namanya Nusantara Airport
“Karena IKN digenjot, warga Palu yang menderita. Lingkungan rusak, kesehatan rusak, dan ekonomi rusak. Semuanya rusak karena aktivitas tambang,” ujarnya.
Kini, pegunungan yang gundul akibat eksploitasi besar-besaran perusahaan tambang menjadi pemandangan yang mencolok sepanjang jalan poros Trans Sulawesi Palu-Donggala.
“Gunung-gunung yang diambil batunya itu bisa saja menjadi pemicu banjir dan tanah longsor, karena sudah tidak ada ekosistem seperti hutan lokal yang menghalau. Kalau itu terjadi, pasti masyarakat yang bermukim di lingkar tambang juga yang terdampak,” paparnya.
Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, Wandi, mengatakan pengelolaan pertambangan yang tidak memperhatikan tata lingkungan yang baik, terbukti merusak lingkungan dan menyebabkan polusi udara.
Apa yang terjadi di Buluri, menurut Wandi, adalah akibat tata lingkungan yang buruk oleh perusahaan tambang, sehingga debu dari tambangan bebatuan mereka beterbangan ke pemukiman dan lingkungan sekitar.
Baca juga: Temui Jokowi, Majelis Rakyat Papua Harap Diundang Upacara 17 Agustus di IKN
“Dan aktivitas tambang itu salah satu penyumbang terbesar polusi udara hingga ke sejumlah wilayah Palu. Kini produksi debunya semakin hari semakin parah karena banyak perusahaan yang beroperasi,” ungkap Wandi.
“Investasi tentu perlu berjalan, namun investornya (perusahaan) juga harus taati aturan main. Intinya jangan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat,” tegas Eddy.
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Palu, Moh Arif, mengungkapkan pemerintah daerah dan perusahaan tambang telah menyepakati sejumlah poin untuk penanganan polusi udara dan kerusakan lingkungan di Palu dan Donggala.
Kesepakatan itu antara lain, perusahaan wajib menyiram area produksi dan jalur pengangkutan material guna meminimalisir paparan debu, sebelum melakukan kegiatan produksi perusahaan wajib menyiram lebih dulu areal yang akan dikeruk selama 30 hari ke depan.
Selain itu, perusahaan juga wajib memasang sprinkler atau alat penyiram air otomatis yang biasanya digunakan untuk memadamkan api.
“Kesepakatan itu juga termasuk perusahaan wajib menyiram dan membersihkan jalan di wilayah pemukiman lingkar tambang tiga kali sehari,” ungkapnya.
Tidak sampai di situ, menurut Arif, perusahaan juga memiliki kewajiban melakukan penataan kembali proses angkut material yang melintas di jalan protokol, termasuk menyampaikan laporan pemantauan lingkungan maupun laporan pengendalian pencemaran air, udara, dan limbah B3 secara periodik kepada pemerintah daerah.
“Kesepakatan lainnya juga perusahaan harus melakukan kegiatan penghijauan di sekitar kawasan tambangnya dan penuh pengawasan dari ASPETA,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang (ASPETA) Sulteng, Kamil Badrun, menegaskan seluruh perusahaan tambang yang beraktivitas di Palu dan Donggala berkomitmen mengelola pertambangan mereka dengan skema ramah lingkungan.
Baca juga: Angka Ganti Rugi 2.086 Hektar Lahan IKN Masih Dihitung
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memenimalisir debu akibat aktivitas pertambangan adalah dengan melakukan penyiraman secara rutin, baik di lokasi cruiser (mesin pemecah batu), di area jalan tambang dan jalan pelintasan antara lokasi tambang dan dermaga.
“Itu harus dilakukan penyiraman secara rutin minimal tiga kali sehari," tegasnya.
"Kemudian dilakukan lagi untuk membersihkan material terutama debu dan kerikil yang terhampar atau tercecer di jalanan. Sehingga debunya tidak menjadi polusi udara yang mengganggu masyarakat sekitar dan pengguna jalan,” ujarnya kemudian.
Seluruh perusahaan juga bersepakat ke depan melakukan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan warga utamanya terkait ISPA, kata Kamil. Selain itu, perusahaan juga sepakat memulihkan kembali lingkungan yang rusak dengan program penghijauan.
Reportase oleh wartawan di Palu, M. Taufan.
Artikel ini diperbarui dengan menambahkan keterangan lanjutan dari Kepala SPAG Lore Lindu Bariri, Asep Firman Ilahi, pada Rabu (12/06).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.