Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Proyek IKN, Warga Palu Terpapar Debu hingga Tangkapan Ikan Berkurang, Ini Kisahnya...

Kompas.com - 15/06/2024, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Aktivitas tambang pasir, batu dan kerikil di Palu, Sulawesi Tengah untuk bahan material proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur diklaim membuat warga menderita penyakit pernapasan dan tangkapan ikan di perairan sekitar kini jauh berkurang.

Penambangan bebatuan dan pasir untuk kebutuhan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur – yang hanya dipisahkan oleh Selat Makassar – menjamur di sepanjang pesisir Kota Palu hingga Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah.

Sepanjang garis pantai Teluk Palu, kini ditemui banyak bukit gundul dan terpangkas sebagian akibat pengerukan yang masif. Aktivitas itu mengakibatkan polusi udara di wilayah lingkar tambang, salah satunya Kelurahan Buluri.

Debu hitam yang berterangan di permukiman warga tidak hanya mengotori bagian luar rumah, tapi juga bagian dalam rumah Bidaya - salah satu penduduk Buluri yang terdampak aktivitas tambang.

Baca juga: Tanggapi Bule yang Kritik IKN, Sandiaga: Sangat Memprihatinkan

Lantai dan perabotan di dalam rumah Bidaya terkontaminasi debu. Intensitas debu yang tinggi juga memaksa Bidaya dan penduduk Buluri lainnya menghirup udara yang tidak sehat.

Imbasnya, banyak warga mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

“Termasuk cucu dan anak saya terserang penyakit [ISPA].” ujar Bidaya kepada wartawan di Palu, M Taufan, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, pada awal Juni silam.

Tangisan Bidaya seketika pecah saat menceritakan awal mula cucunya terkena ISPA.

Sekitar dua bulan lalu, saat cucunya baru berusia dua minggu, tiba-tiba bocah laki-laki itu mengalami gejala demam, bersin dan batuk. Tenggorokannya juga berlendir.

Anak Bidaya yang khawatir dengan kondisi balitanya, langsung membawanya ke puskesmas terdekat. Anak itu langsung menjalani pemeriksaan. Merujuk pada diagnosis dokter, cucu Bidaya divonis menderita ISPA.

Baca juga: Istana di IKN Siap Ditempati Jokowi pada 17 Agustus

“Setelah itu dikasih obat, tapi belum lama ini cucu saya sakit lagi. Dan sampai sekarang tidurnya tidak nyenyak. Kalau malam masih biasa batuk,” ungkapnya.

Rumah Bidaya yang berada di pinggir jalan Trans Sulawesi Palu-Donggala berjarak kurang lebih 500 meter dari rumah anaknya yang mengarah ke pegunungan batu – tempat material pasir, batu dan kerikil ditambang.

Tiap kali mengunjungi anak dan cucunya, Bidaya selalu mengenakan masker dua lapis agar tidak menghidup debu tebal selama perjalanan.

Rumah anak Bidaya berada dalam wilayah izin usaha pertambangan salah satu perusahaan di Buluri. Mesin pemecah batu milik perusahaan hanya berjarak sekitar 70 meter dari halaman rumah anaknya.

“Di depan sana itu mesin pemecah batu, dekat sekali dari rumah. Makanya debunya banyak kemari. Karena debu ini semua sudah cucu saya terkena ISPA,” ujar Bidaya ketika ditemui di rumah anaknya.

Baca juga: PUPR Pastikan Air, Listrik, Gas, dan Internet Tersedia di IKN Sebelum 17 Agustus 2024

Terlihat rumah, pagar, hingga tumbuhan di sekitar permukiman warga sekitar dipenuhi debu. Sementara polusi udara yang parah membuat udara di lingkungan rumah tersebut tak nyaman untuk dihirup.

Kala itu siang terik, suhu panas terasa menyengat ke kulit. Meski angin berembus kencang, terpaan angin tak mampu menghalau sengatan Matahari di ubun-ubun kepala.

Bidaya adalah satu dari warga Buluri yang hingga saat ini terus berjuang menuntut perusahaan tambang bebatuan (Galian C) yang beroperasi memproduksi pasir, batu, dan kerikil (sirtukil) di lingkungan mereka untuk menghentikan aktivitasnya.

Pada akhir Mei silam, Bidaya dan sejumlah warga Buluri yang lain menggelar unjuk rasa memprotes aktivitas tambang yang kian masif memasok bebatuan ke IKN dan diklaim berdampak buruk bagi lingkungan, kesehatan dan ekonomi warga sekitar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Regional
Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Regional
Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Regional
Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Regional
Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via 'Video Call' jika Pemilih Sibuk

Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via "Video Call" jika Pemilih Sibuk

Regional
Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Regional
Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Regional
Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Regional
7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

Regional
Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Regional
Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Regional
Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Regional
Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Regional
Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Regional
Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com