BANGKA, KOMPAS.com - Berkas kasus salah satu tersangka korupsi tata niaga timah atas nama Thamron (TN) alias Aon akan segera disidang di Pengadilan Negeri, Jakarta.
Kuasa hukum mengaku heran dugaan kerugian yang membengkak dari Rp 271 triliun menjadi Rp 300 triliun.
"Kami tentu merasa heran dan bertanya-tanya. Kami menilai masuknya nilai kerusakan ekologis menjadi nilai kerugian negara sangat amat dipaksakan," kata Kuasa Hukum, Jhohan Adhi Ferdian pada awak media di Pangkalpinang, Rabu (5/6/2024).
Baca juga: Sebagian Wilayah Bangka Gelap Gulita, Sinyal Terganggu
Keterangan pada awak media disampaikan Jhohan untuk mengimbangi rentetan pers rilis yang telah diterbitkan Kejaksaan Agung.
Jhohan menilai, tim kejaksaan (penyidik) sudah terjebak sejak awal kasus. Yakni pada nilai kerugian lingkungan Rp 271 triliun yang terlanjur disiarkan.
"Nilai tersebut dipertanyakan oleh banyak ahli dan pengamat hukum bukan sebagai nilai kerugian negara pada tindak pidana korupsi," ujar Jhohan.
Baca juga: Pj Gubernur Babel: Pabrik Sawit Milik Tersangka Korupsi Timah Boleh Beroperasi
Jhohan merujuk Pasal 1 Ayat 22 Undang Undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, bahwa kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Sedangkan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp 271 triliun bukan dihitung dari kerusakan yang diakibatkan dari kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah pada kurun 2015-2022 (7 tahun), tetapi dihitung berdasarkan kerusakan Bangka Belitung saat ini.
"Artinya kerusakan telah dimulai jauh sebelum itu, bisa saja pada masa Kerajaan Sriwijaya, Kolonialisme, sampai kegiatan illegal mining yang dilakukan oleh hampir mayoritas masyarakat," beber dia.
"Sangat tidak fair jika kerusakan akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh kerajaan Sriwijaya dilimpahkan oleh ke-22 tersangka ini," tambah dia.
Di sisi lain, Jhohan juga menyayangkan pemblokiran dan penyitaan aset milik tersangka.
Bahkan salah satu yang terdampak adalah perusahaan sawit yang justru telah berdiri jauh sebelum kasus periode 2015-2022.
Menurut Jhohan, tindakan penyitaan yang dilakukan penyidik kepada Thamron juga sangat tidak berdasar dan perlu untuk dikritisi.
Ia mencontohkan, salah satu rekening perusahaan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yaitu CV Mutiara Alam Lestari juga ikut disita. Padahal pabrik itu secara pendiriannya sejak 2007 tepatnya tanggal 18 April 2007 dan beroperasional secara penuh pada 2011.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas dua orang tersangka.
Mereka adalah TN alias AN dan tersangka AA kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
"Pelaksanaan Tahap II tersebut terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015- 2022," ujar Ketut dalam pers rilis, Selasa (4/6/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.