Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan karena Ganja, Takaran Rempah yang Tepat Jadi Kunci Masakan Aceh yang Nikmat

Kompas.com - 29/05/2024, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Ganja telah hadir selama ratusan tahun dalam khazanah tradisi dan kuliner masyarakat Aceh. Namun, aturan hukum yang menggolongkan ganja sebagai narkotika telah membelenggu ruang penggunaannya di Indonesia. Padahal sejumlah negara mulai mengizinkannya. Bagaimana sejarah ganja dalam hidangan tradisional Aceh? BBC News Indonesia mewawancarai dengan beberapa pihak untuk menggali dari beragam perspektif.

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh mengeluarkan program pengawasan dan pengujian terhadap makanan-makanan di Aceh yang dicurigai menggunakan ganja dalam proses pengelolaannya.

Kabar itu sampai ke telinga Iswadi, pemilik rumah makan Mi Kembang Tanjung yang terletak di wilayah Keutapang, Aceh Besar.

Baca juga: Stigma terhadap Aceh Bakal Menguat jika BNN Razia Kuliner Mengandung Ganja

Iswadi tidak memungkiri bahwa masih ada beberapa oknum di Aceh yang menggunakan ganja dalam makanan. Namun, ujarnya, penyelewengan itu jangan digeneralisir sehingga merusak citra kuliner Aceh.

”Masakan di kampung mungkin pakai [ganja], tapi mi Aceh mungkin jarang. Ada satu, dua, tiga yang pakai, [tapi] kami tidak pakai,” kata Iswadi, 34 tahun, yang menjual mi Aceh dengan campuran boga bahari alias seafood, jamur, dan lainnya.

Mi Aceh adalah salah satu makanan tradisional yang terkenal di seluruh Indonesia. Hampir di seluruh kota-kota besar ada rumah makan mi Aceh yang biasa disajikan berkuah, goreng basah, dan goreng.

Sejak bergelut di usaha kuliner mi Aceh pada 2005 silam, Iswadi mengaku tidak pernah menggunakan ganja dalam bumbunya.

“Kami tidak ada memakai resin [ganja]. Kami pakai alami. Dari awal turun temurun kami pakai bumbu tradisional,” kata Iswadi.

Baca juga: Hapus Stigma Makanan Aceh Mengandung Ganja, BNN Bakal Razia Rumah Makan

Takaran rempah yang sesuai dan waktu memasak yang tepat, kata Iswadi, menjadi kunci untuk menghasilkan masakan mi Aceh yang nikmat, tanpa embel-embel penggunaan ganja.

Ratna Dwikora, pemilik restoran Mi Aceh Seulawah.BBC Indonesia/HIDAYATULLAH Ratna Dwikora, pemilik restoran Mi Aceh Seulawah.
Untuk mendapatkan perspektif yang lebih dalam, BBC News Indonesia berbincang dengan Ratna Dwikora, pemilik restoran Mi Aceh Seulawah yang telah memiliki cabang di Jakarta.

Ratna yang memulai usaha kulinernya sejak tahun 1996 mengatakan beragam kuliner yang dia sajikan menggunakan resep-resep khusus warisan nenek moyang.

Namun, tidak dengan ganja di dalamnya, ujar Ratna.

Ratna mencontohkan, untuk membuat mi Aceh yang lezat dia menggunakan 24 bumbu, mulai dari cengkeh, kapulaga, jintan, merica, ketumbar, kayu manis, pala, dan bahan lainnya.

”Saya tidak pernah menggunakannya [ganja], dan juga menemukannya tidak mudah."

"Dari awal kita sudah menggunakan bumbu yang tajam efeknya ke makanan. Artinya menimbulkan cita rasa yang gurih dan juga khas karena kuliner Aceh sangat dipengaruhi dari India dan Arab,” kata Ratna.

Baca juga: BNN Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Ada 10.472 Gram Ganja dan Puluhan Ekstasi

Walaupun demikian, Ratna tidak memungkiri bahwa di masa lalu, ganja menjadi salah satu bumbu dalam makanan tradisional Aceh.

”Menurut nenek saya, biji [ganja] digunakan untuk mengempukkan daging. Jadi untuk masakan kari dan sejenisnya. Ganja juga untuk menimbulkan rasa gurih. Kalau saat ini orang sudah pakai MSG [penyedap rasa], pada masa itu mungkin cukup dari biji ganja,” ujarnya.

Selain fungsi tersebut, kata Ratna, ganja dulu bukan tanaman yang dilarang dan mudah ditemukan.

Nenek moyang di Aceh, ujar Ratna, menanam ganja sebagai pendamping tanaman tembakau, ”supaya si hama menyerang ganja, tidak ke pohon tembakau. Jadi untuk mengalihkan si hama dari pohon tembakau ke pohon ganja,” ujar Ratna.

Baca juga: Ganja Jadi Bumbu Makanan, BNNP Aceh Inspeksi Usaha Kuliner

Apakah kuah beulangong pakai ganja?

Tarmizi, 44 tahun, pemilik rumah makan Dek Gam 2 yang terletak di Aceh Besar.BBC Indonesia/HIDAYATULLAH Tarmizi, 44 tahun, pemilik rumah makan Dek Gam 2 yang terletak di Aceh Besar.
Selain mi Aceh, makanan yang kerap disebut-sebut menggunakan ganja adalah kuah beulangong (belanga atau kuali).

Dalam sejarahnya yang dikutip dari situs Kemdikbud, makanan ini adalah perpaduaan antara daun kari dari pedagang India dengan rempah-rempah asli Nusantara.

Di masa lampau, kuah beulangong menggunakan biji ganja dalam daftar bahan rempahnya. Biji ganja yang dihaluskan membuat daging menjadi lebih empuk dan juga sebagai penyedap rasa, bahkan diyakini berfungsi sebagai bahan pengawet alami.

Namun, apakah hidangan ini masih menggunakan ganja hingga sekarang? BBC News Indonesia menemui Tarmizi, 44 tahun, pemilik rumah makan Dek Gam 2 yang terletak di Aceh Besar.

Rumah makan ini menjadi salah satu destinasi kuliner bagi wisatawan luar negeri saat datang ke Kota Banda Aceh.

Baca juga: Kulineran di Lhokseumawe, Panorama Sajikan Mi Aceh Sambil Karaoke

Di dalam restoran yang berbentuk rumah adat Aceh ini, beberapa pekerja terlihat sibuk mempersiapkan makanan khas Aceh yang terkenal kelezatannya dan telah ditetapkan oleh Kemendikbud Ristek sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, yaitu kuah beulangong pada Jumat (24/05).

Para pekerja secara silih berganti mengaduk gulai kari berisi daging kambing dan nangka muda ini.

Para pembeli pun bisa melihat secara langsung bumbu-bumbu yang digunakan, seperti ketumbar, kelapa gongseng, dan puluhan bumbu lainnya.

Sama seperti mi Aceh, yang membuat rasa kuah beulangong lezat bukan karena ganja, ujar Tarmizi, tapi berasal dari kesempurnaan takaran bumbunya.

”Manis kuah itu pakai bawangnya yang bagus, cabai yang bagus, Insya Allah enak kuahnya,” kata Tarmizi yang meneruskan usaha kakeknya pada tahun 1990-an ini.

Baca juga: 7 Menu Buka Puasa Khas Aceh saat Ramadan, Salah Satunya Kuah Beulangong

Lalu untuk membuat daging yang empuk terletak dari cara mengaduk dan waktu memasak yang minimal dua jam, ”kalau betul-betul keras pakai saja daun kates [pepaya],” katanya.

Di sela-sela aktivitasnya melayani pengunjung, Tarmizi membantah jika kuliner kuah beulangong kini masih menggunakan ganja.

“Yang makan itu bukan orang dewasa dan kalangan anak muda semua. Tapi ada kalangan anak-anak, ada yang ustaz juga. Kalau kita taruh yang macam-macam yang begitu, musibah lah orang, saya tidak berani makan juga,” ujar Tarmizi.

Bagaimana sejarahnya?

Budayawan Aceh dan kolektor manuskrip kuno Tarmizi Abdul Hamid.BBC Indonesia/HIDAYATULLAH Budayawan Aceh dan kolektor manuskrip kuno Tarmizi Abdul Hamid.
Walaupun kini sebagian pelaku kuliner mengaku tidak lagi menggunakan ganja, namun tanaman ini telah hadir selama ratusan tahun dalam khazanah tradisi dan kuliner masyarakat Aceh.

Dari cerita-cerita nenek moyang, manuskrip kuno kerajaan, hingga catatan sejarah kolonial Belanda, ganja menjadi bagian dalam perjalanan kebudayaan masyarakat Aceh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Regional
Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Regional
Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Regional
Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Regional
Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via 'Video Call' jika Pemilih Sibuk

Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via "Video Call" jika Pemilih Sibuk

Regional
Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Regional
Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Regional
Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Regional
7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

Regional
Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Regional
Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Regional
Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Regional
Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Regional
Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Regional
Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com