Ete Ai Kadewa tidak hanya menjadi ritual pengambilan air biasa, tetapi juga merupakan cerminan nilai-nilai luhur kepemimpinan dan spiritualitas dalam budaya Sumbawa.
Tradisi ini menjadi pengingat bagi Datu Rajamuda untuk senantiasa memimpin dengan bijaksana, adil, dan penuh rasa tanggung jawab kepada rakyatnya.
Baca juga: Istana Dalam Loka, Saksi Kejayaan Kesultanan Sumbawa
Sebelumnya, prosesi adat sudah dilakukan sejak pukul 06.00 Wita saat terdengar bunyi dentang lonceng dari Bale Jam, pintu gerbang Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III.
Bunyi lonceng ini kemudian dilanjutkan oleh Juru Ara yang bertugas untuk melakukan “Bakao” yakni menyampaikan pesan atau informasi kepada masyarakat terkait dimulainya Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa.
Sementara di Istana Dalam Loka, Ketua Dewan Syara’ Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) sekaligus ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Syukri Rahmat, melakukan ‘bajiwa’ yaitu melafazkan dzikir dan doa bersama untuk memohon perlindungan, kelancaran, dan keselamatan sebelum melaksanakan hajatan Kesultanan Sumbawa ini.
Setelah berdoa, kemudian panji Kesultanan Sumbawa dikibarkan.
Secara berturut- turut laskar Balacucuk Kesultanan Sumbawa melakukan pengibaran bendera Merah Putih yang melambangkan Kesultanan Sumbawa telah bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi mitra strategis pemerintah dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan; Panji Macan Puti merupakan lambang Kesultanan Sumbawa, dan Panji Lipan Api merupakan lambang Sultan Sumbawa.
Dengan adanya bunyi lonceng, melakukan dzikir di Istana Dalam Loka, dan melakukan pengibaran bendera Merah Putih dan panji Kesultanan Sumbawa maka Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa ini telah dimulai.
Salah satu poin yang ditekankan oleh Sultan Sumbawa XVIII ini adalah tentang visinya memimpin dan membawa Adat Tau ke Tana Sumbawa ini.
Pengangkatan Datu Rajamuda ini adalah tindak lanjut hasil rekomendasi Mudzakarah Rea embaga Adat Tana Samawa (LATS) tahun 2022 yang memohon Sultan Sumbawa memastikan adanya keberlanjutan Kesultanan Sumbawa dengan menunjuk dan mengangkat calon penerus beliau di masa yang akan datang.
“Penting saya jelaskan di sini bahwa penunjukan dan pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa ini adalah hak prerogatif atau hak mutlak dari saya,” ucap Sultan.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa cucunya adalah generasi muda pada zamannya yang tentu situasi, kondisi, dan tantangannya berbeda.
Baca juga: Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy Turun Gunung pada 17 Mei 2024
Raihan Omar Hasani, cucu sultan, saat ini berusia 25 tahun dan sudah bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan retail untuk bekal hidupnya bersama keluarganya kelak.
Pengabdiannya kepada Kesultanan Sumbawa sebagai Datu Rajamuda akan dibuktikan dengan cara berkontribusi dalam pemikiran dan kemampuan dalam bekerja bersama-sama dengan LATS dan masyarakat Sumbawa dalam membangun dan mengembangkan adat dan budaya Tau ke Tana Samawa.
“Dia tidak harus tinggal dan menetap di Sumbawa untuk menunjukkan dedikasi dan kontribusinya, karena ia memiliki pekerjaan dan karier di luar Sumbawa."
"Namun ia harus mampu bekerja keras, tidak berhenti belajar tentang adat dan budaya Sumbawa, serta mampu dengan kapasitas yang dimilikinya bekerja bersama-sama dengan LATS untuk memajukan adat dan budaya Tau ke Tana Samawa,” kata Sultan Muhammad Kaharuddin IV, Dewa Masmawa.
Kesultanan Sumbawa resmi berdiri pada 14 Dzulqaidah 1050 H atau bertepatan dengan 30 November 1648.
Wilayah hukum Kesultanan Sumbawa terbentang dari timur ke barat yaitu dari Empang/Tarano hingga Jereweh/Sekongkang. Saat ini, wilayah tersebut meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Ibukota Kesultanan Sumbawa tempo dulu terletak di Samawa Rea atau dikenal juga dengan sebutan Samawa Datu, yang saat ini merupakan kota Sumbawa Besar.
Eksistensi Kesultanan Sumbawa telah melalui sejarah panjang dan telah melampaui pasang surut sesuai dengan kehendak zaman, sehingga keberadaannya saat ini telah teruji oleh waktu.
Sebelum bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kesultanan Sumbawa merupakan salah satu Kesultanan Islam yang besar dan berjaya di bagian tenggara Nusantara.
Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Amaroellah (1837 - 1883), Kesultanan Sumbawa berkembang menjadi salah satu kesultanan yang makmur di bidang pertanian dan perdagangan maritim.
Ini ditandai dengan ditanamnya bibit kopi di pegunungan Batu Lanteh, pengembangbiakkan bibit sapi di Pulau Moyo, dan mengirimkan para ulama untuk belajar ke Mekkah dan Timur Tengah, Pada masa Sultan Muhammad Djalaluddin III (1883 – 1931).
Baca juga: Menilik Sesaji Rewanda, Tradisi Memberi Makan Penghuni Goa Kreo Semarang
Kesultanan Sumbawa menempatkan posisinya yang sejajar dengan kekuatan kolonial Pemerintah Hindia Belanda berkat diplomasi antarnegara yang telah dipraktikkan.