Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tradisi Ete Ai Kadewa dalam Prosesi Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa

Kompas.com - 28/05/2024, 08:41 WIB
Susi Gustiana,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warga di sekitar sumber mata air Buin Ai Awak Kelurahan Seketeng, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah ramai pada Senin (27/5/2024) pagi.

Mereka menyaksikan prosesi adat yang dimulai pukul 07.00 Wita. Ada rangkaian prosesi adat penobatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa.

Prosesi tersebut dimulai ritual sakral yaitu Ete Ai Kadewa oleh rombongan Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) dan utusan Sultan Sumbawa.

Nantinya, upacara adat penobatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa akan digelar pada Rabu (29/5/2024) di Istana Dalam Loka Kesultanan Sumbawa.

Baca juga: Mengenal Masjid Agung Nurul Huda, Masjid yang Berdiri Sejak Masa Kesultanan Sumbawa

Satu per satu rombongan memasuki lokasi sumber mata air. Mereka mengenakan pakaian adat diiringi tabuhan gong genang yaitu musik tradisional Sumbawa.

Tradisi ini menjadi salah satu ritual penting yang sarat makna.

Tradisi Ete Ai Kadewa merupakan prosesi pengambilan air yang disucikan di empat sumber mata air sakral bagi keturunan Sultan Sumbawa, yaitu: Ai Awak, Ai Sumer Bater, Ai Tungkup, dan Ai Panemung.

“Tradisi Ete Ai Kadewa ini sudah ada sejak masa kerajaan Sumbawa sebelum masuknya Islam, dan tetap dilestarikan hingga masa kesultanan sekarang ini,” kata Wakil Ketua Dewan Adat LATS, Hasanuddin, Senin.

Ia menyebutkan, tradisi ini sebagai penghargaan dari Sultan Sumbawa atas nilai air sebagai sumber kehidupan

“Setiap acara lokal adat rea yaitu upacara besar dalam Kesultanan Sumbawa tetap ada prosesi ete ai kadewa,” sebut Hasanuddin.

Ia menjelaskan masing-masing sumber mata air ini memiliki makna filosofis yang mendalam.

Sumber mata air Ai Awak, yang melambangkan hakekat diri, hati, dan jiwa yang menjadi semangat dalam hidup Sultan.

Kedua, mata air Ai Sumer Bater melambangkan perjuangan dan kerja keras dalam mencapai kemakmuran.

Ketiga, Ai Tungkup melambangkan simbol penghargaan yang diberikan oleh Sultan kepada hasil kerja keras siapapun yang dengan tulus melakukan paboat aji.

Keempat, sumber mata Ai Panemung melambangkan pertemuan air sungai dan air laut di muara sungai (Boa Berang) Samawa.

Baca juga: Sejarah Istana Dalam Loka Peninggalan Kesultanan Sumbawa: Lokasi, Keunikan, Jumlah Tiang, Fungsi dan Filosofi

Ai Panemung melambangkan pamendi (empati) seorang pemimpin dan lahirnya panyadu (kepercayaan) dari rakyat yang dipimpin.

Keempat air suci ini kemudian ditarak atau disucikan semalaman dengan doa, agar keesokan paginya Selasa (28/5/2024) dapat digunakan untuk prosesi Basiram dan Jeruk Ai Oram saat pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa.

Basiram merupakan prosesi memandikan Datu Rajamuda dengan air suci dari keempat mata air tersebut, melambangkan pembersihan diri dan penyucian jiwa untuk siap mengemban amanah sebagai pemimpin.

Sedangkan Jeruk Ai Oram adalah prosesi yang melambangkan persatuan dan keharmonisan antara Datu Rajamuda dan rakyatnya.

Sebagai bentuk tradisi, ritual Ete Ai Kadewa melibatkan pengambilan air dari empat mata air suci yang terpisah.

Setiap mata air memiliki makna dan air dikumpulkan dalam urutan tertentu: Ai Awak, Ai Sumer Bater, Ai Tungkup, dan terakhir, Ai Panemung. Air yang diambil dari Ai’ Panemung diterima langsung oleh YM. Sultan Muhammad Kaharuddin IV.

“Menariknya, masyarakat sekitar yang berdomosili di keempat mata air menyambut dengan meriah dan bahagia prosesi pengambilan Ai’ Kadewa,” ujar Hasanuddin.

Di salah satu pengambilan mata air, yaitu di Ai’ Panemung masyarakat ikut memeriahkan dengan menggunakan pakaian adat tana’ Samawa Keturunan Sultan dan pajatu adat mengawal perjalan dalam pengambilan air menuju kediaman Sultan di dalam Istana Bala Kuning.

Prosesi ini menandakan pentingnya air suci tersebut dalam upacara yang akan datang.

Ete Ai Kadewa tidak hanya menjadi ritual pengambilan air biasa, tetapi juga merupakan cerminan nilai-nilai luhur kepemimpinan dan spiritualitas dalam budaya Sumbawa.

Tradisi ini menjadi pengingat bagi Datu Rajamuda untuk senantiasa memimpin dengan bijaksana, adil, dan penuh rasa tanggung jawab kepada rakyatnya.

Baca juga: Istana Dalam Loka, Saksi Kejayaan Kesultanan Sumbawa

Sebelumnya, prosesi adat sudah dilakukan sejak pukul 06.00 Wita saat terdengar bunyi dentang lonceng dari Bale Jam, pintu gerbang Istana Sultan Muhammad Kaharuddin III.

Bunyi lonceng ini kemudian dilanjutkan oleh Juru Ara yang bertugas untuk melakukan “Bakao” yakni menyampaikan pesan atau informasi kepada masyarakat terkait dimulainya Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa.

Sementara di Istana Dalam Loka, Ketua Dewan Syara’ Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) sekaligus ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Syukri Rahmat, melakukan ‘bajiwa’ yaitu melafazkan dzikir dan doa bersama untuk memohon perlindungan, kelancaran, dan keselamatan sebelum melaksanakan hajatan Kesultanan Sumbawa ini.

Setelah berdoa, kemudian panji Kesultanan Sumbawa dikibarkan.

Secara berturut- turut laskar Balacucuk Kesultanan Sumbawa melakukan pengibaran bendera Merah Putih yang melambangkan Kesultanan Sumbawa telah bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi mitra strategis pemerintah dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan; Panji Macan Puti merupakan lambang Kesultanan Sumbawa, dan Panji Lipan Api merupakan lambang Sultan Sumbawa.

Dengan adanya bunyi lonceng, melakukan dzikir di Istana Dalam Loka, dan melakukan pengibaran bendera Merah Putih dan panji Kesultanan Sumbawa maka Pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa ini telah dimulai.

Salah satu poin yang ditekankan oleh Sultan Sumbawa XVIII ini adalah tentang visinya memimpin dan membawa Adat Tau ke Tana Sumbawa ini.

Pengangkatan Datu Rajamuda ini adalah tindak lanjut hasil rekomendasi Mudzakarah Rea embaga Adat Tana Samawa (LATS) tahun 2022 yang memohon Sultan Sumbawa memastikan adanya keberlanjutan Kesultanan Sumbawa dengan menunjuk dan mengangkat calon penerus beliau di masa yang akan datang.

“Penting saya jelaskan di sini bahwa penunjukan dan pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa ini adalah hak prerogatif atau hak mutlak dari saya,” ucap Sultan.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa cucunya adalah generasi muda pada zamannya yang tentu situasi, kondisi, dan tantangannya berbeda.

Baca juga: Rayakan Tradisi Leluhur, 1.500 Warga Baduy Turun Gunung pada 17 Mei 2024

Raihan Omar Hasani, cucu sultan, saat ini berusia 25 tahun dan sudah bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan retail untuk bekal hidupnya bersama keluarganya kelak.

Pengabdiannya kepada Kesultanan Sumbawa sebagai Datu Rajamuda akan dibuktikan dengan cara berkontribusi dalam pemikiran dan kemampuan dalam bekerja bersama-sama dengan LATS dan masyarakat Sumbawa dalam membangun dan mengembangkan adat dan budaya Tau ke Tana Samawa.

“Dia tidak harus tinggal dan menetap di Sumbawa untuk menunjukkan dedikasi dan kontribusinya, karena ia memiliki pekerjaan dan karier di luar Sumbawa."

"Namun ia harus mampu bekerja keras, tidak berhenti belajar tentang adat dan budaya Sumbawa, serta mampu dengan kapasitas yang dimilikinya bekerja bersama-sama dengan LATS untuk memajukan adat dan budaya Tau ke Tana Samawa,” kata Sultan Muhammad Kaharuddin IV, Dewa Masmawa.

Sejarah Kesultanan Sumbawa

Kesultanan Sumbawa resmi berdiri pada 14 Dzulqaidah 1050 H atau bertepatan dengan 30 November 1648.

Wilayah hukum Kesultanan Sumbawa terbentang dari timur ke barat yaitu dari Empang/Tarano hingga Jereweh/Sekongkang. Saat ini, wilayah tersebut meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.

Ibukota Kesultanan Sumbawa tempo dulu terletak di Samawa Rea atau dikenal juga dengan sebutan Samawa Datu, yang saat ini merupakan kota Sumbawa Besar.

Eksistensi Kesultanan Sumbawa telah melalui sejarah panjang dan telah melampaui pasang surut sesuai dengan kehendak zaman, sehingga keberadaannya saat ini telah teruji oleh waktu.

Sebelum bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Kesultanan Sumbawa merupakan salah satu Kesultanan Islam yang besar dan berjaya di bagian tenggara Nusantara.

Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Amaroellah (1837 - 1883), Kesultanan Sumbawa berkembang menjadi salah satu kesultanan yang makmur di bidang pertanian dan perdagangan maritim.

Ini ditandai dengan ditanamnya bibit kopi di pegunungan Batu Lanteh, pengembangbiakkan bibit sapi di Pulau Moyo, dan mengirimkan para ulama untuk belajar ke Mekkah dan Timur Tengah, Pada masa Sultan Muhammad Djalaluddin III (1883 – 1931).

Baca juga: Menilik Sesaji Rewanda, Tradisi Memberi Makan Penghuni Goa Kreo Semarang

Kesultanan Sumbawa menempatkan posisinya yang sejajar dengan kekuatan kolonial Pemerintah Hindia Belanda berkat diplomasi antarnegara yang telah dipraktikkan.

Sedangkan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931 – 1959) tantangan zaman menghendaki kebijaksanaan yang berbeda pula.

Perang Dunia II melanda sangat mempengaruhi kekuatan monarki secara global, begitu pula yang dialami oleh kesultanan-kesultanan di seluruh Nusantara.

Lahirnya NKRI sebagai sebuah entitas baru dalam tata pemerintahan membuat Kesultanan Sumbawa pun harus beradaptasi sesuai kehendak zaman.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menjadi tonggak perubahan zaman yang harus disikapi dengan kebijaksanaan yang menyeluruh.

Kesultanan Sumbawa di bawah Sultan Muhammad Kaharuddin III berada di era pancaroba tersebut.

Berdasarkan aspirasi rakyat Sumbawa, Sultan Muhammad Kaharuddin III membawa Kesultanan Sumbawa di masa transisi dari sistem monarki Kesultanan Sumbawa menuju Republik Indonesia.

Kesultanan Sumbawa menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia pada 13 April 1950 berdasarkan Surat Pernyataan (Statement) bersama Pemerintah Daerah Pulau yang terdiri dari Swapraja Sumbawa, Swapraja Bima, dan Swapraja Dompu. Kesultanan Sumbawa bertransformasi menjadi Kabupaten Sumbawa pada tahun 1959.

Delapan puluh tahun kemudian setelah penobatan Sultan Muhammad Kaharuddin III tahun 1931, kehendak zaman berpihak pada otonomi daerah di mana kewenangan pengelolaan sumberdaya alam dan budaya menjadi tanggung jawab daerah itu sendiri.

Bertahun-tahun masyarakat Sumbawa menyampaikan aspirasinya kepada Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) agar sosok Sultan sebagai Puin Rea (pengayom) bagi Tau Tana Samawa perlu dimunculkan kembali.

Perwujudan dari aspirasi ini adalah terselenggaranya Penobatan Muhammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa, Datu Raja Muda Kesultanan Sumbawa yang telah dikukuhkan saat ia lahir pada 5 April 1941 sebagai Sultan Sumbawa XVIII yang bergelar Dewa Masmawa Muhammad Kaharuddin IV.

Penobatan ini bertujuan untuk pelestarian budaya sekaligus revitalisasi adat istiadat dan Budaya Tau ke Tana Samawa.

Baca juga: Riuh Tradisi Grebeg Syawal Keraton Kanoman Cirebon, Doa untuk Dunia

Penobatan ini berakar pada adat istiadat dan budaya Kesultanan Sumbawa yang mulai dibangkitkan kembali pada 5 April 2011 yaitu momen di mana Sultan Sumbawa XVIII dinobatkan.

Sebelas tahun kemudian, sesuai salah satu rekomendasi Mudzakarah Rea Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) tahun 2022, dibutuhkan kepastian akan adanya keberlanjutan penerus Kesultanan Sumbawa.

Rekomendasi itu mengamanatkan kepada Sultan Muhammad Kaharuddin IV untuk mempimpin pelestarian dan pengembangan budaya dan adat Tau Tana Samawa, pengejawantahan dari Adat Barenti Lako Syara’, Syara’ Barenti Lako Kitabullah menuju masyarakat yang religius, modern, dan demokratis.

Sejalan dengan rekomendasi Mudzakarah Rea LATS tahun 2022, untuk memastikan adanya keberlanjutan pelestarian nilai-nilai peradaban Tau ke Tana Samawa yang dipandang penting dan perlu untuk menjamin terlaksananya proses pewarisan pemangku Kesultanan Sumbawa di masa yang akan datang, perlu dilakukan pengangkatan Datu Rajamuda (Putra Mahkota) Kesultanan Sumbawa.

Salah satu prosesi adat yang ditempuh oleh penerus Kesultanan Sumbawa sebelum pengangkatan Datu Rajamuda (DRM) adalah pengukuhan gelar adat dan gelar kebangsawanan kepada puteri, menantu, dan cucu dari Dewa Masmawa Sultan Sumbawa XVIII, Sultan Muhammad Kaharuddin IV yang dilaksanakan pada 27 Rajab 1444 H atau tanggal 17 Februari 2023.

Berdasarkan SK Sultan Sumbawa XVIII selaku Ketua Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) tentang pengukuhan gelar adat dan gelar kebangsawanan kepada puteri, menantu, dan cucu dari Dewa Masmawa Sultan Sumbawa XVIII, Sultan Muhammad Kaharuddin IV, berikut nama dan gelar yang disematkan:

Baca juga: Sejarah Salam Tempel, Tradisi Bagi Uang Saat Lebaran

Daeng Nadya Indriana Hanoum (putri) bergelar Daeng Risompa Datu Intan Ratu; Daeng Sarojinni Naidu (putri) bergelar Daeng Masugi Ratu Datu Batari Toja;

Raden Ali Permadiono Sumedi (menantu) bergelar Daeng Anggawasita Datu Batara Langi; Sentot Agus Priyanto (menantu) bergelar Daeng Manassa Datu Patarai;

Nadine Kemalasari Sumedi (cucu) bergelar Daeng Masrilangi; Raihan Omar Hasani Priyanto (cucu) bergelar Daeng Mas Madinah Datu Rajamuda;

Raindra Saadya Ramadhan Priyanto (cucu) bergelar Daeng Massir; Rayaka Ali Kareem Priyanto (cucu) Bergelar Daeng Manyurang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Regional
Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Regional
Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Regional
Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Regional
Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via 'Video Call' jika Pemilih Sibuk

Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via "Video Call" jika Pemilih Sibuk

Regional
Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Regional
Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Regional
Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Regional
7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

Regional
Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Regional
Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Regional
Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Regional
Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Regional
Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Regional
Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com