Sayangnya, kata dia, dalam rapat kerja (raker) antara Komisi X dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Selasa (21/05) kemarin tidak disinggung desakan para mahasiswa yang menginginkan aturan itu dicabut.
"Yang membuat UKT mahal kan Permendikbudristek 2 tahun 2024, tapi enggak ada yang mengulas aturan itu dan akhirnya tidak ada keinginan dicabut," ujar Ubaid kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: Soal Polemik UKT, Fahira Idris Sebut Paradigma Pendidikan Tinggi Perlu Dibenahi
"Pernyataan Menteri Nadiem bahwa Permendikbudristek berkeadilan cuma omong kosong, karena nyatanya masih jauh dari rasa keadilan dalam penentuan UKT."
Karena itulah dia mempertanyakan janji Menteri Nadiem Makarim yang bakal menghentikan kenaikan UKT yang nilainya disebut fantastis atau tidak wajar.
Sebab dalam menetapkan tarif UKT, perguruan tinggi berkonsultasi dan mendapatkan persetujuan dari kementerian. Kemudian penetapan kategori UKT pun merujuk pada Keputusan Mendikbudristek nomor 54 tahun 2024.
Itu artinya, Kemendikbudristek tahu betul besaran tarif UKT yang ditetapkan oleh kampus.
"Plafon angka yang dijadikan rujukan kampus ya Permendikbudristek itu, kalau dibilang akan dihentikan gimana caranya kalau aturannya masih ada?" kata Ubaid geram.
"Ibaratnya kampus bilang, 'kamu yang bikin aturan, saya rujuk kok malah saya disalahkan'."
Baca juga: Cek Biaya UKT dan Uang Pangkal Kedokteran UPI Jalur Mandiri 2024
"Oke lah menghentikan sementara, tapi di kemudian hari akan menghadapi masalah yang sama kan? Jadi daripada menunda masalah, mending dicabut masalahnya."
Masalah lain, kampus tidak transparan dalam menetapkan UKT.
Meskipun dalam Permendikbudristek disebutkan bahwa besaran UKT tidak boleh lebih tinggi dari biaya kuliah tunggal (BKT) di masing-masing program studi, namun cara menghitungnya tidak jelas.
Kenaikan UKT sampai 100% seperti yang diberlakukan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dianggap sangat tidak masuk akal.
"Itu hitungnya bagaimana? Harga barang juga tidak secepat itu melonjaknya."
"Jadi menghitung UKT tidak ada rumus yang baku. Tapi yang harus jadi rujukan dari penetapan UKT mestinya harus menyesuaikan kemampuan bayar mahasiswa."
"Ketika mahasiswa tidak mampu di angka yang ditetapkan, ya jangan dipaksakan bayar karena melanggar aturan."
Baca juga: Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!
JPPI, kata Ubaid, menawarkan solusi agar Permendikbudristek 2 tahun 2024 segera dicabut saja dan mengembalikan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga non-profit.
Dengan begitu skema bantuan pembiayaan dari pemerintah untuk perguruan tinggi negeri yang tadinya mencapai 80%-90% dapat diterapkan kembali.
Pasalnya setelah muncul status perguruan tinggi negeri berbadan hukum, bantuan pembiayaan dari pemerintah tak lebih dari 30% sehingga akibatnya kampus membebankan ongkos operasional kepada mahasiswa dalam bentuk uang kuliah tunggal.
"Kampus murni untuk mencerdaskan bangsa sehinga jelas keberpihakan pemerintah pada sektor pendidikan. Enggak kayak sekarang keberadaannya jadi pelengkap penderita," ujarnya.
"Kalau Kemendikbudristek masih berpandangan bahwa kuliah itu pilihan, sama saja melukai anak bangsa yang punya mimpi bisa kuliah."
"Bayangkan, kuliah masih jadi mimpi."
Dalam rapat kerja Komisi X DPR, Selasa (21/05), Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, memastikan bakal menghentikan kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.
Nadiem menyadari ada "lompatan" UKT yang cukup fantastis.
"Karena tentunya harus ada rekomendasi dari kami untuk memastikan bahwa lompatan-lompatan yang tidak masuk akal atau tidak rasional itu akan kami berhentikan," kata Nadiem.
Untuk itu, pihaknya akan memeriksa sejumlah perguruan tinggi negeri yang mengalami kenaikan UKT fantastis tersebut. Selanjutnya mengevaluasi dan mengkaji kembali.
"Saya ingin meminta semua ketua perguruan tinggi dan prodi untuk memastikan bahwa kalaupun ada peningkatan harus rasional, masuk akal dan tidak terburu-buru."
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Abdul Haris, menyebut kenaikan UKT untuk seluruh mahasiswa merupakan "miskonsepsi".
Baca juga: Mendikbud Sebut Kenaikan UKT Jadi Momen Tingkatkan Kuota KIP Kuliah
Dalam pernyataan tertulis kepada BBC News Indonesia, Abdul Haris menyatakan tidak ada perubahan UKT untuk mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.
Apabila pimpinan perguruan tinggi negeri dan PTN-Berbadan Hukum menetapkan UKT baru maka uang kuliah tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru.
Lebih lanjut Haris menjelaskan berdasarkan data yang dimilikinya, proporsi mahasiswa baru yang masuk ke dalam kelompok UKT tertinggi atau kelompok 8 sampai kelompok 12 hanya 3,7% dari populasi.
Sebaliknya, 29,2% mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah yakni tarif UKT kelompok 1 dan 2 serta penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah - sehingga melampau mandat 20% dari UU Pendidikan Tinggi, katanya dalam siaran pers tertulis.