"Kami tahunya kerja sebagai nelayan. Dampak lingkungannya tidak ada, beda dengan tambang," ujar Seli.
Dia pun mengakui sudah ada sosialisasi terkait rencana tambang di laut Beriga. Namun, warga bersikukuh tetap menolak.
"Daratan sudah habis ditambang, sekarang laut yang harus kami pertahankan," ucap Seli.
Saat ini 90 persen lebih warga Batu Beriga bekerja sebagai nelayan.
Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung, Ahmad Subhan Hafiz, dengan tegas menolak tambang laut Desa Batu Beriga.
Dia menilai Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencakup laut Beriga harus dicabut.
"Perjuangan ini sudah sejak lama, kemudian 2020 dalam aturan zonasi diakomodir tambang laut di sana. Saya tidak tahu apakah politisi tersandera kepentingan atau tidak," beber Hafiz.
Dia menilai, perusahaan timah telah gagal mengelola sumber daya alam di Bangka Belitung. Hal itu berkaitan dengan kasus korupsi pertimahan yang telah menjerat 16 tersangka.
"Ditambah kerugian Rp 271 triliun karena rusaknya ekosistem," sebut Hafiz.
Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Syafrizal ZA, memastikan bakal berkirim surat pada kementerian terkait aspirasi yang disampaikan warga.
Safrizal mengaku mendukung aspirasi yang disampaikan warga karena dirinya juga termasuk pencinta lingkungan.
"Kami juga akan rekomendasikan mana saja izin yang perlu dievaluasi. Masyarakat juga harus tetap dengan pendiriannya, jangan sampai nanti karena sekilo dua kilo beras bisa berubah," ucap Safrizal saat menyambut aspirasi di kantornya.
Di sisi lain, Safrizal mengingatkan, tak semua izin tambang bisa disetop. Sebab, sektor tambang juga menjadi tumpuan ekonomi yang banyak orang bekerja di dalamnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.