"Jadi saat terjadi kontak tembak, anak-anak dan ibu-ibu semua masuk ke dalam rumah. Tapi korban atas nama Ronaldo, dia posisinya tidur di sini."
"Karena takut, sehingga anak ini tidur di sini," tuturnya sambil menunjukkan bantal yang dipakai Ronaldo.
"Saat tidur, peluru dari arah pos Bank Papua ke sini, langsung tembus masuk ke dalam rumah."
"Jadi peluru tembus, masuk, dan pas mengenai kepala anak Ronaldo dan meninggal di sini," ujarnya sambil menunjukkan bekas darah yang masih membekas di lantai.
Adapun peluru kedua, katanya, mengenai telapak tangan Nepina.
Baca juga: Peran Anggota KKB yang Tewas Ditembak Aparat di Tembagapura, Diduga Tewaskan 2 Personel Brimob
Keluarga, pihak camat, dan beberapa orang yang mengetahui adanya korban luka langsung memboyong kedua anak itu ke puskesmas. Akan tetapi, nyawa Ronaldo tak bisa diselamatkan.
Pada Selasa (09/04), isak tangis mengiringi prosesi pemakaman bocah 12 tahun itu di halaman rumah keluarga. Seorang pendeta berdiri di antara warga memimpin acara pekuburan dengan membacakan doa.
Pihak perwakilan keluarga korban mengatakan mereka mengutuk tindakan oknum manapun yang menyebabkan tertembaknya Ronaldo dan Nepina.
Dalam setiap kali kontak senjata, ujarnya, masyarakat menjadi serbasalah karena berada di antara dua pihak yang berkonflik. Akibatnya anak-anak dan ibu-ibu selalu menjadi korban.
Kejadian seperti ini, menurut dia, perlu diperhatikan oleh kepolisian maupun kepala daerah demi mencegah jatuhnya korban di kemudian hari.
Baca juga: 2 KKB Tewas dalam Kontak Tembak dengan Aparat di Mimika
Namun atas apa yang menimpa pada Ronaldo, pihak keluarga mendesak Komnas HAM, lembaga perlindungan anak dan pihak keuskupan untuk melakukan penyelidikan dan menghukum pelakunya.
"Kami juga mendesak Pj gubernur provinsi Papua Tengah dan Pj bupati Intan Jaya untuk segera menarik Satgas Cartenz yang sedang bertugas di pos Bank Papua."
Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menyebut pemicu dari jatuhnya korban sipil ini adalah keberadaan pos keamanan aparat yang berada di tengah-tengah permukiman warga.
Sepanjang pengamatannya di Intan Jaya, Satgas Cartenz kerap menempati aset milik pemerintah daerah yang tidak terpakai untuk disulap menjadi pos keamanan.
Bangunan punya pemda ini, sebutnya juga kebanyakan berada di area permukiman warga yang ramai dengan aktivitas masyarakat.
Ia mengatakan tak mengetahui pasti alasan Satgas Cartenz menempatkan poskonya di sana. Padahal menurut dia, hal itu membahayakan warga sipil.
Apalagi jika ada serangan dari kelompok bersenjata yang menyasar aparat.
Baca juga: Saat Sejumlah Oknum Prajurit TNI Diduga Menganiaya Anggota KKB di Papua Tengah...
"Intan Jaya itu salah satu daerah rawan. Karena itu penempatan Satgas jangan di dekat permukiman warga. Penempatan aparat sebaiknya di daerah-daerah yang bisa memutus logistik, jaringan atau transportasi mereka," jelas Frits kepada BBC News Indonesia.
"Dengan begitu penindakan hukum bisa berlangsung tanpa menimbulkan korban dari warga sipil."
Ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, sependapat.
Berkaca pada banyaknya korban sipil yang berjatuhan di tengah insiden baku tembak antara aparat dengan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua, dia mempertanyakan alasan di balik penempatan pos-pos keamanan tersebut.
Dalam situasi konflik seperti di Papua, katanya, keberadaan aparat sudah pasti menjadi incaran kelompok TPNPB di mana pun lokasinya.
"Sebenarnya kan potensi ancaman yang terjadi bisa dipetakan, karena sasaran kelompok bersenjata itu selama ini aparat. Maka mestinya ancaman itu diantisipasi dengan kebijakan penempatan aparat yang berpihak dan melindungi warga sipil," paparnya.
"Salah satunya, pos keamanan itu tidak bercampur dengan warga."
Sigit juga menilai dengan menempatkan pos keamanan di tempat-tempat yang tepat, maka operasi yang dilancarkan TNI/Polri bisa lebih "dikendalikan" serta meminimalisir risiko jatuhnya korban jiwa dari aparat maupun masyarakat sipil.
Selain itu, penempatan aparat di objek-objek sipil sesungguhnya tak dibolehkan oleh hukum humaniter internasional. Karena bagaimanapun objek sipil berkaitan dengan keselamatan penduduk sipil.
Baca juga: Akui Kenakalan Prajurit di Kasus Penganiayaan Anggota KKB, TNI: Tak Ada Gading yang Tak Retak
Baik Sigit maupun Frits menyarankan agar pos-pos aparat tak lagi memakai objek sipil yang berada di tengah permukiman warga.