Midi mengaku mendapatkan batu dari sungai yang berada di utara desa yang berhulu di kaki Gunung Lawu. Daerah itu merupakan jalur Sungai Gandong dengan muara di Bengawan Madiun.
Batu yang berada di sungai tersebut memiliki kualitas yang sangat bagus untuk dijadikan cobek.
“Batu di sini kualitasnya bagus untuk peralatan dapur karena memiliki kekerasan dan padat. Untuk membentuk batu kita juga harus mengetahui alur urat dari batu ini agar mudah untuk membentuk cobek,” kata Midi.
Kehadiran blender di era tahun 2000-an, membuat sebagain warga Desa Bogoarum memilih pekerjaan lain karena permintaan cobek sepi.
Meski demikian, seiring dengan perkembangan zaman, Sumono dan Midi tetap menggeluti profesi pemahat cobek batu kali.
“Terbukti saat ini pemasaran masih jalan, masih ada permintaan. Karena ibu-ibu terutama masih lebih memilih menghaluskan bumbu pakai cobek,” ujar dia.
Baca juga: Ditinggal Shalat Tarawih, Rumah di Magetan Jadi Sasaran Pencurian
Meski masih menggeluti pekerjaan sebagai pemahat cobek, Sumono mengaku masih bisa menerima pesanan kijing, maupun batu nisan dari batu kali.
Namun, permintaan kijing dari batu kali saat ini sangat menurun drastis dikarenakan maraknya kijing keramik.
“Permintaan batu kijing masih kita layani, tapi permintaan sudah sangat jarang kalau dibilang tidak ada, karena untuk batu kijing harganya bisa mencapai Rp 7 juta. Mahal karena cari bahan batu besar saat ini susah,” ujar dia.