Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Pergi dan Datang di Balik Kemegahan IKN

Kompas.com - 29/03/2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

 

Apa yang terjadi pada warga Desa Bumi Harapan menguak masalah sosial yang begitu kompleks dan belum selesai di balik pembangunan IKN.

Sosiolog dari Universitas Mulawarman, Sri Murlianti mengatakan bahwa hal-hal yang sejak awal dikhawatirkan mengenai nasib masyarakat lokal sudah mulai menjadi kenyataan.

Masyarakat Suku Balik dan Suku Paser – sebagai dua suku adat yang menempati wilayah IKN – menjadi yang paling terdampak oleh megaproyek ini.

Mereka "disingkirkan" dan dibiarkan menata kembali kehidupannya dari nol, sementara kampung halaman mereka menjelma menjadi “kota modern” yang tak bisa mereka nikmati.

Padahal Sri sempat berharap pembangunan IKN dapat menjadi proyek pionir yang memperbaiki kebijakan terhadap masyarakat adat setelah selama ini mereka dipinggirkan dalam pembangunan.

“Sebenarnya ini kan cuma pengulangan saja dari modus operandi tentang bagaimana masyarakat sengaja disingkirkan di dalam pembangunan itu,” kata Sri.

Baca juga: Juni-Juli 2024, Dilakukan Uji Coba Infrastruktur IKN

Namun di sisi lain, pembangunan IKN juga mulai memicu geliat ekonomi di kawasan sekitarnya.

Presiden Joko Widodo juga menggadang-gadang bahwa IKN akan menciptakan "magnet ekonomi baru".

Beragam bisnis dan usaha baru ikut muncul di sekitarnya, mulai dari rumah makan, minimarket, hotel, rumah kontrakan, bank, toko bahan bangunan, laundry, dan lain-lain.

Kami juga bertemu dengan Musmulyadi, 55, dan istrinya, Nurmis, 50, yang merantau ribuan kilometer dari Sumatra Barat untuk mengadu nasib di IKN.

Kehadiran megaproyek ini menjadi magnet bagi mereka untuk mengais rejeki.

Musmulyadi adalah seorang kuli bangunan yang berharap suatu hari nanti bisa menjadi pemborong di dalam proyek IKN.

Baca juga: Libatkan Penduduk Lokal, Otorita IKN Gelar Literasi Digital

Sementara itu, Nurmis ingin membuka usaha catering untuk para pekerja di IKN.

Nurmis bahkan rela meninggalkan pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Painan, Sumatra Barat demi mengejar mimpi itu.

"Karena ada IKN ini rasanya ada peluang kehidupan. Perusahaan sudah banyak berdiri, orang sudah banyak mengontrak. Itu peluangnya ada di sini. Makanya saya berani nekat ke sini untuk merantau, untuk mandiri," kata Nurmis.

Terpaksa menjauh dari IKN

Rumah kosong yang ditinggalkan warga Desa Bumi Harapan setelah menerima uang ganti rugi pembebasan lahan dari pemerintah. Lokasi rumah ini berjarak sekitar empat kilometer dari Istana PresidenBBC/NICKY AULIA WIDADIO Rumah kosong yang ditinggalkan warga Desa Bumi Harapan setelah menerima uang ganti rugi pembebasan lahan dari pemerintah. Lokasi rumah ini berjarak sekitar empat kilometer dari Istana Presiden
Ketika pertama kali rencana pembangunan IKN diumumkan, Hamidah belum membayangkan bahwa suatu waktu rumahnya di Desa Bumi Harapan akan digusur.

“Pas turun lapangan kedua [pengukuran oleh petugas], baru di situ kami tahu. Di situ diberi tahu, ‘bahwa rumah ibu diambil dengan sekian harga’,” kata Hamidah, 60, ketika ditemui.

Rumahnya digusur untuk pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah dan sampah terpadu IKN. Saat itu, dia merasa tidak punya pilihan untuk menolak.

“Kalau saya ndak mau ngikut, yang sebelah-sebelah kan ikut semua. Kalau saya bertahan, otomatis saya sendirian. Kalau kompak bertahan, otomatis saya bertahan juga,” kata Hamidah ketika ditemui di rumahnya.

Baca juga: Lolos Kurasi, Proyek Jumbo Pakuwon Nusantara di IKN Segera Dibangun

Pada Juli 2023, dia ditawarkan ganti rugi sebesar Rp56 juta untuk rumah kayunya. Untungnya, dia masih memiliki ladang warisan turun temurun dari orang tuanya sehingga total ganti rugi yang dia terima mencapai Rp500 juta.

Setelah menerima pembayaran, Hamidah mengaku hanya diberi waktu tiga hari untuk mengosongkan rumahnya.

Dia mulai mencari-cari rumah baru, namun enggan di sekitar kawasan IKN.

“Ndak nyaman lah saya. Nanti saya diangkat [digusur] lagi. Sudah digitukan rumah saya kan, ngapain saya tinggal di situ lagi,” ujarnya.

Pilihannya jatuh pada rumah tipe 45 di sebuah komplek kecil di Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara seharga Rp240 juta.

Sejak hari itu, kehidupan Hamidah bersama anak dan cucunya pun berubah.

Baca juga: Disusun Setahun, Rencana Induk Pengelolaan Kehati IKN Libatkan ADB dan Australia

Surat pemberitahuan ini dipasang di rumah-rumah milik warga yang lahannya telah dibebaskanBBC/NICKY AULIA WIDADIO Surat pemberitahuan ini dipasang di rumah-rumah milik warga yang lahannya telah dibebaskan
Kalau dulunya Hamidah terbiasa berladang dan memancing, kini dia membuka warung untuk bertahan hidup.

Secara ekonomi, Hamidah merasa kehidupannya memang membaik dan menjadi lebih nyaman.

Rumahnya sudah tidak lagi bocor saat hujan. Suasana di rumahnya saat ini juga lebih nyaman dibanding di Desa Bumi Harapan, di mana debu proyek bertebaran dan truk tak berhenti lalu lalang.

Namun sebagai harga yang harus dibayar, dia harus rela berjauhan dari keluarga-keluarganya dan meninggalkan kenangan akan kampung halamannya.

Sesekali dia masih kembali ke Sepaku untuk bertemu dengan keluarganya yang masih bertahan di sana.

Baca juga: Proyek Rp 5 Triliun Pakuwon di IKN, Lolos Kurasi Ridwan Kamil

Dia juga harus merelakan kampungnya dibangun menjadi kota yang tidak dia nikmati.

“Malah orang yang jauh datang, malah kami diusir,” kata dia.

“Apa ndak merasa diusir. Kalau ndak diusir, ‘Oh kamu bangun [rumah] di situ. Pindah di situ saja rumahmu ke sebelah’. Itu tandanya ndak diusir, tapi kalau begini ini kan tandanya diusir,” tutur Hamidah.

Warga Desa Bumi Harapan lainnya, Rini, terpaksa pindah begitu jauh dari IKN ke Batu Engau, Kabupaten Paser, yang berbatasan dengan Kalimantan Selatan.

Padahal sebelumnya, rumah Rini berlokasi di sekitar kawasan inti IKN.

Lahannya seluas 1.500 meter persegi diganti rugi sebesar Rp300.000 per meter.

Ketika diberi tahu sudah harus pindah, Rini sempat mencoba mencari-cari lahan baru di sekitar IKN. Akan tetapi harganya jauh lebih tinggi.

Baca juga: Jokowi Setujui Usulan Menhub Adakan Rute Kapal Roro dari Sulteng ke IKN

“Waktu itu kisarannya Rp1 juta per meter kalau tidak salah, bahkan ada yang menawarkan Rp1,5 juta per meter. Jadi bagaimana saya mau menetap di Sepaku. Jangankan untuk buka usaha, untuk beli tanah saja saya mikir-mikir,” ujar Rini.

Rini sempat tidak tahu mau pindah ke mana, sehingga dia menumpang di rumah adiknya selama beberapa bulan. Baru pada Oktober lalu, dia menemukan lahan yang lebih terjangkau di Batu Engau.

Selain membangun rumah, dia juga membeli dua hektare kebun sawit untuk sumber penghasilannya.

Sama seperti Hamidah, Rini kini tinggal berjauhan dengan keluarganya.

“Kami harus rela jauh-jauhan,” tuturnya.

“Dibilang kecewa ya pasti iya. Di sana ada keluarga, adik, dan sebagainya. Di sini saya kayak orang asing lagi. Beradaptasi di tempat yang baru,” kata Rini.

Baca juga: 440 Spesies di IKN Terancam Punah, Ini Upaya Otorita Mengatasinya

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Kamis 9 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Sedang

Regional
Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Regional
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Regional
UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

Regional
Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Regional
Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai 'Video Call' dengan Gerindra

Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai "Video Call" dengan Gerindra

Regional
Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Regional
Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Regional
Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Regional
Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Regional
Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Regional
DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

Regional
Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com