PEKANBARU, KOMPAS.com - Usai ibadah shalat ashar berjamaah, Kamis (21/3/2024), Muizzul berkeliling mematikan kipas angin dan pendingin ruangan yang ada di berbagai sudut Masjid Paripurna Al-Muttaqin.
Pekerjaan itu memang biasa dilakukan pria bernama lengkap Muizzul Hidayat, sebagai marbut masjid yang berada di Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tuah Madani, Kota Pekanbaru, Riau.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, pria 23 tahun ini lantas duduk bersandar di tiang dalam masjid sambil membuka ponselnya.
Meski usianya masih tergolong muda, namun Dayat -demikian dia biasa disapa, sudah mau melakukan pekerjaan yang terikat.
"Saya masih muda, belum nikah. Saya mau jadi marbut karena sudah terbiasa mondok waktu sekolah pesantren. Pekerjaan seperti ini kan tentu terikat," ujar Dayat sambil tersenyum.
Baca juga: Jadi Marbut di Mushala Agam, Zawir Ingin Selesaikan Kuliah
Dayat yang berasal dari Kabupaten Pelalawan adalah anak kedua dari empat bersaudara.
Dia menjadi marbut di Masjid Paripurna Al-Muttaqin sejak 2019 atau sudah sekitar lima tahun. Selama itu pula, banyak suka duka yang harus dialaminya.
Salah satunya adalah saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, di mana dia tak bisa menikmati kebersamaan dengan keluarganya.
"Ayah sama ibu tinggal di Pelalawan. Saya kerja jadi marbut di sini. Saya rindu buka bersama orangtua."
"Lebaran kadang tak bisa pulang di hari pertama, karena pekerjaan. Saya mencoba bersabar dan ikhlas," ujar Dayat.
Sebagai marbut dia digaji Rp 2,1 juta setiap bulan. Gaji tersebut diberikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru.
Gaji yang diterimanya jelas kecil, karena masih di bawah upah minimum kota (UMK) yang sebesar Rp 3,4 juta.
Tak hanya itu, Dayat mengaku gajinya pun sering telat dibayar. Terkadang, gaji satu bulan diterima di bulan ketiga.
"Misalnya gaji bulan Januari dibayar pada Maret. Tapi cuma satu bulan yang dibayarkan yang bulan Januari. Enggak dirapel jadi tiga bulan," sebut Dayat.
Baca juga: Gerakan Cinta Marbut di Masjid At-Taqwa, Jaminan Hari Tua hingga Umroh
"Kalau bilang cukup, ya dicukup-cukupkan. Tetap bersyukur. Saya juga kirim uang buat orangtua di Pelalawan, apalagi ayah saya sudah sakit-sakitan karena faktor usia," ujar Dayat.
Meski begitu Dayat mengaku, menjadi marbut tidak hanya untuk mendapatkan uang, tetapi juga mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
"Saya merasa nyaman kerja seperti ini. Pengabdian kepada umat Islam. Selain dapat gaji, juga bisa beribadah dengan tenang dan menjaga rumah Allah," ucap Dayat.
Saat mendaftar menjadi marbut Masjid Paripurna Al-Muttaqin, Dayat harus mengikuti beberapa tes.
Di antaranya, tes mengaji, azan, dan menjadi imam. Setelah lulus, barulah Dayat bisa mendapatkan Surat Keputusan, sebagai tanda diterima.
Selama hidup di masjid, pemuda ini mendiami sebuah ruangan berukuran 2x4 meter yang bersebelahan dengan bangunan masjid.
Dia tidak bekerja sendiri, ada enam orang lain yang menemaninya bertugas.
"Di sini kami ada enam orang, dengan tugas yang berbeda. Marbut satu orang, yaitu saya, duaa sekuriti, dua cleaning service, dan seorang imam," sebut Dayat.
Baca juga: Cerita Waskim Ingin Habiskan Sisa Hidup Jadi Marbut Masjid Raya Attaqwa Cirebon
Di samping menjaga masjid, Dayat juga mengajar anak-anak mengaji. Dari situ, ia bisa mendapat tambahan uang.
"Alhamdulillah, saya ngajar anak-anak mengaji. Jadi saya dikasih upahlah. Kadang sebulan dapat Rp 400-500 ribu," kata Dayat.
Sementara, selama bulan puasa, ada saja donatur yang memberikan makanan yang diantar ke masjid. "Kalau hari-hari biasa tak ada. Makan pakai uang sendiri," kata Dayat.
Meski begitu, Dayat mengaku, masih akan bertahan menjadi marbut. Menurut dia, mencari pekerjaan dengan upah yang layak, sulit didapatkan.
"Sementara jadi marbut saja dulu. Kalau nanti ada pekerjaan yang upahnya lebih besar baru pindah kerja," tutur Dayat.
Baca juga: Cerita Waskim Ingin Habiskan Sisa Hidup Jadi Marbut Masjid Raya Attaqwa Cirebon
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Setdako Pekanbaru, Tri Sepna Saputra mengatakan, Pemerintah menganggarkan dana untuk honor marbut masjid.
"Untuk masjid paripurna sudah dianggarkan untuk imam, takmir, cleaning service dan sekuriti. Honornya Rp 2,1 juta per bulan," kata Tri, Jumat (22/3/2024).
Pemkot Pekanbaru hanya memberikan honor untuk marbut Masjid Paripurna. Sementara, di masjid non paripurna, hanya imam masjid yang diberikan honor.
Pemerintah, kata dia, juga tidak memberikan tunjangan hari raya alias THR kepada marbut masjid paripurna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.