Harga satu buah lontong beragam, mulai dari Rp 500 hingga Rp 1.250 per bijinya, tergantung dari besar kecil lontong.
Lontong buatan Istiarah ini tahan selama satu hari karena menggunakan bahan alami dan tanpa pengawet.
Baca juga: Tradisi Unik Merayakan Ramadhan Negara Muslim di Dunia
Istiarah mengatakan ketrampilan membuat lontong diturunkan dari ibunya yang dulunya juga seorang perjain lontong.
Ia merupakan generasi ketiga pembuat lontong di keluarganya.
Kini ketrampilan membuat lontong dia ajarkan ke anaknya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, sebagai bekal keterampilan.
"Saya terapkan, saya ajarkan dia, supaya dia bisa," ujar Istiarah.
Para pengrajin lontong yang ada di kelurahan Punia, rata-rata mewarisi keterampilan membuat lontong secara turun-temurun dari orang tua mereka.
Rumini (64) misalnya, warga Lingkungan Karang Kelayu Punia mengaku sudah membuat lontong sejak tahun 1982.
Baca juga: Menengok Tradisi Sedekah Bumi dan Gunungan Tempe untuk Sambut Ramadhan di Sidoarjo
Awalnya Rumini belajar membuat lontong dari ibu dan kakaknya. Sampai sekarang, Rumini masih menjadi perajin lontong dan kerap menerima pesanan.
Lurah Kelurahan Punia, Lalu Suyudi Atmanegara mengatakan, keberadaan perajin lontong di kelurahan Punia sudah ada dari generasi ke generasi.
Suyudi menyebutkan, dari 400 KK yang ada di Lingkungan Karang Kateng sekitar 100 KK merupakan perajin lontong.
"Lingkungan Karang Kateng dan Karang Kelayu bisa dikategorikan kampung lontong. Karena mereka saling menularkan ilmunya," kata Suyudi.
Julukan kampung lontong sendiri sebenarnya berasal dari warga luar kampung, karena melihat banyaknya penjual dan perajin lontong berasal dari Punia maka kampung tersebut dijuluki kampung lontong.
Selama Ramadhan, setiap sore banyak warga Punia yang menjual takjil dan makanan untuk berbuka puasa.