Ruang jejalah gajah yang terus menyempit berdampak serius. Ia khawatir banyak gajah terjebak di lahan masyarakat atau di luar hutan produksi.
Dengan demikian, tingkat konflik semakin tinggi, karena gajah sudah berputar-putar di belakang permukiman padat penduduk.
Kawasan WCA sudah kritis karena dikuasai perambah yang memasang pagar listrik. LAJ tetap memanen karet dari lokasi ini.
Tanpa khawatir dengan gajah mereka membersihkan kebun dengan racun rumput. Padahal WCA menjadi benteng terakhir dan jalur gajah yang menghubungkan blok I dan II hutan milik PT Alam Bukit Tigapuluh dan TNBT.
Fungsinya pun berubah dari area konservasi menjadi ‘zona perang’ antara gajah, perambah dan masyarakat adat yang hidup dalam kawasan itu.
Gajah yang semakin terdesak manusia, memicu konflik tanpa akhir di wilayah konsesi, kebun masyarakat dan perhutanan sosial.
Data Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) dan berbagai sumber menunjukkan kasus kematian gajah sejak 2013-2023 mencapai 10 kasus.
Menurut data BKSDA Jambi, jumlah konflik gajah dengan manusia tahun 2018-2021 mencapai 743 kasus. Dari kasus itu, 4 orang meninggal dunia.
Donny Gunariyadi Ketua FKGI menuturkan konflik antara manusia dengan gajah harus segera diakhiri dengan tata kelola kawasan yang memihak satwa. Ruang jelajah gajah yang memiliki sumber air, pakan dan mineral harus dipertaruhkan mati-matian, sebagai jalur utama koridor gajah.
“Koridor gajah harus steril dari aktivitas manusia. Secara regulasi itu bisa dilakukan. Butuh kolaborasi banyak pihak dan kepedulian untuk mencegah terjadinya kepunahan gajah,” kata Donny.
Jerat listrik yang dipasang warga di kebun, apabila kekuatan arusnya lebih dari 220 volt dapat membunuh gajah. Dengan begitu polisi dapat melakukan tindakan, karena pemasangan jerat listrik termasuk pidana, berbahaya bagi satwa dan manusia.
Dengan adanya jerat atau pagar listrik pergerakan gajah menjadi terhambat. Dengan hambatan itu akan meletus konflik yang panjang antara manusia dengan gajah. Poin pentingnya, pagar listrik itu merusak pola jelajah gajah.
Pemilik izin konsesi harus memiliki komitmen yang kuat, untuk menjaga wilayahnya dari tindakan yang dapat mengancam gajah. Artinya mereka harus segera menindak perambah yang menempati WCA.
“Jangan dibiarkan tanpa tindakan, karena habibat gajah kian menyempit. Ruang jelajah gajah pun semakin pendek. Jika perusahaan tidak bisa mengatasi persoalan dalam wilayah izinnya, maka pemerintah harus melakukan evaluasi,” kata Donny.
Karmila Parakkasi, Chief Sustainability PT Royal Lestari Utama mengaku sudah melakukan penanganan bersama pemerintah terhadap pemasangan pagar listrik di lokasi WCA. Hasilnya teridentifikasi 33 orang yang memasang pagar listrik.
“Masyarakat yang ditemui oleh tim pembongkaran pagar listrik, seluruhnya tidak bersedia melakukan pembongkaran, jika tidak ada solusi lain yang diberikan kepada mereka,” kata Karmila.
Pasca-operasi, sambung Karmila, masyarakat yang menolak melakukan pembongkaran menghadang staff LAJ. Atas kejadian itu, LAJ berkirim surat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sampai sekarang kami belum mendapatkan tanggapan atau arahan yang kami harapkan. Tim kami di lapangan terus melanjutkan upaya sosialisasi kepada masyarakat namun tanpa arahan yang jelas dari pemerintah, selaku pemegang kewenangan atas satwaliar dilindungi, upaya ini tidak dapat dilakukan oleh LAJ sendiri,” tutup Karmila.
Liputan Investigasi ini didukung oleh Garda Animalia melalui Program Bela Satwa Project