Sejak momentum Tumanggal, kebersamaan para relawan dan warga kelenteng menjadi semakin hangat.
Bahkan, kelenteng merelakan sebagian halaman rumah ibadahnya difungsikan sebagai Posko Bersama Relawan untuk sekedar bercengkerama setiap hari.
“Kami mungkin berbeda etnis dan agama. Namun, kami semua dipersatukan oleh semangat yang sama, yakni perjuangan untuk kemanusiaan,” tegas Hosung.
Baca juga: 1.000 Lampion Terangi Perayaan Imlek di Kelenteng Dewi Kwan Im Palembang
Bukan perkara mudah untuk merobohkan tembok kesenjangan antara etnis Tionghoa dan masyarakat lokal Purbalingga.
Banyak tantangan dan diskriminasi yang diterima oleh relawan kelenteng selama bergiat untuk kemanusiaan.
Pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga, Adrian Ming agaknya pernah merasakan pedihnya diskriminasi itu.
“Saya kan rutin membantu kerja bakti membersihkan musala, ya pernah ditolak sama takmir, bahkan mau ikut kencing saja tidak boleh,” ungkap Adrian.
Baca juga: Jelang Perayaan Imlek, Harga Ayam Potong di Semarang Naik
Namun, bermacam tindakan diskriminasi itu tak pernah Adrian masukkan ke dalam hati. Baginya, itu adalah tantangan yang harus dijalani dengan penuh rasa ikhlas.
“Saat ini, aksi sukarelawan kelenteng tak hanya terbatas pada bencana saja. Kami ikut turun saat ada operasi SAR, konservasi sungai, bedah rumah, bahkan kalau ada pohon tumbang kami ikut turun,” ujarnya.