Salin Artikel

Ketika Imlek di Purbalingga Jadi Hari Raya Kemanusiaan bagi Relawan Lintas Agama...

Imlek tidak ubahnya hari raya kemanusiaan yang disambut penuh sukacita oleh banyak kelompok etnis lintas agama.

Potret indah toleransi keberagaman itu tercermin dalam rangkaian perayaan Imlek Kongzili di Kelenteng Hok Tek Bio, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (9/2/2024).

Dalam rumah ibadah umat Konghucu itu, puluhan sukarelawan kebencanaan dari bermacam latar belakang agama terlibat aktif mempersiapkan hari penting bagi penganut Tri Dharma.

Tidak pandang mereka berkulit kuning atau sawo matang, semua membaur, gotong-royong membersihkan lingkungan kelenteng, menata lilin, hingga membantu prosesi jamasan Kim Sin.

Ada kisah panjang yang dilalui sebelum akhirnya Kelenteng Purbalingga bersalin rupa menjadi rumah bagi para pejuang kemanusiaan lintas komunitas.

“Berawal saat pandemi Covid-19 melanda, kami mengajak jemaah berdonasi sembako untuk warga di lingkungan kelenteng, dari situ komunikasi mulai terjalin dengan kelompok relawan di luar,” kata pria yang karib disapa Hosung itu.

Keberadaan Kelenteng Purbalingga semakin dikenal luas saat turun mengirim relawan ke lokasi bencana tanah longsor di Desa Tumanggal, Kecamatan Pengadegan pada akhir tahun 2021.

Selama lebih dari satu bulan, relawan kelenteng yang sebagian adalah taipan lokal itu nyatanya tak sungkan untuk terjun membantu dapur umum.

“Kami buktikan kalau kami juga mau mengerjakan tugas-tugas yang relawan lain nggak doyan, misal memasak di dapur umum untuk sarapan pagi, itu kan mulai dini hari,” kata Hosung.


Sejak momentum Tumanggal, kebersamaan para relawan dan warga kelenteng menjadi semakin hangat.

Bahkan, kelenteng merelakan sebagian halaman rumah ibadahnya difungsikan sebagai Posko Bersama Relawan untuk sekedar bercengkerama setiap hari.

“Kami mungkin berbeda etnis dan agama. Namun, kami semua dipersatukan oleh semangat yang sama, yakni perjuangan untuk kemanusiaan,” tegas Hosung.

Tantangan diskriminasi

Bukan perkara mudah untuk merobohkan tembok kesenjangan antara etnis Tionghoa dan masyarakat lokal Purbalingga.

Banyak tantangan dan diskriminasi yang diterima oleh relawan kelenteng selama bergiat untuk kemanusiaan.

Pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga, Adrian Ming agaknya pernah merasakan pedihnya diskriminasi itu.

“Saya kan rutin membantu kerja bakti membersihkan musala, ya pernah ditolak sama takmir, bahkan mau ikut kencing saja tidak boleh,” ungkap Adrian.

Namun, bermacam tindakan diskriminasi itu tak pernah Adrian masukkan ke dalam hati. Baginya, itu adalah tantangan yang harus dijalani dengan penuh rasa ikhlas.

“Saat ini, aksi sukarelawan kelenteng tak hanya terbatas pada bencana saja. Kami ikut turun saat ada operasi SAR, konservasi sungai, bedah rumah, bahkan kalau ada pohon tumbang kami ikut turun,” ujarnya.


Shio keberagaman

Pemandangan yang pertama kali nampak saat berkunjung ke ruang sekretariat pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga adalah karikatur presiden keempat Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid.

Meskipun Gus Dur sudah lama tutup usia, namun semangat perjuangannya masih tetap lestari hingga saat ini.

Buah pemikirannya tentang pluralisme menginspirasi banyak hati dan menjadi warisan lintas generasi.

Wakil Ketua Pengurus Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga, Lim Ngan Min meyakini tahun Naga Kayu akan menjadi tonggak keharmonisan antarumat beragama di Kota Perwira.

“Layaknya shio, manusia juga diciptakan beraneka ragam. Bagi saya, merawat keberagaman dan aktif di kegiatan sosial juga bernilai ibadah,” ungkap pria bersenyum lebar itu.

Untuk itu, pada ibadah Zhu Xi atau doa penutup tahun, jemaah Kelenteng Purbalingga berharap Pemilu 2024 dapat berjalan damai dan melahirkan pemimpin yang bisa merawat kebhinekaan.

Miniatur Nusantara

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Purbalingga, Sarif Hidayat menetapkan Kelenteng Hok Tek Bio sebagai basis Kampung Moderasi Beragama sekaligus Miniatur Kerukunan Umat Beragama.

“Kelenteng Purbalingga dapat menjadi contoh kehidupan beragama di Indonesia, Di sini, setiap peribadatan berjalan dengan aman dan warga masyarakatnya dapat bersatu untuk aksi sosial,” terangnya.

Sutikno, anggota Relawan Ittihadul Falah (RIF) yang aktif terlibat dalam kegiatan kelenteng juga mengamini hal tersebut. Walau RIF masih terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU), tapi dia tak pernah segan untuk bergaul dengan warga kelenteng.

“Tujuan kami sama yakni kemanusiaan, jadi tidak memandang suku, ras, atau agama,” ucapnya.

Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kabupaten Purbalingga, Suprapto juga memiliki penilaian yang sama.

Kelenteng Hok Tek Bio Purbalingga memiliki potensi besar melahirkan kader-kader kemanusiaan dari kelompok yang selama ini tak tersentuh.

“Dalam lingkup kebencanaan, segala sektor dan segala lini ikut bertanggung jawab. Kami sangat terbantu dengan keberadaan relawan kelenteng dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB),” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/10/171042478/ketika-imlek-di-purbalingga-jadi-hari-raya-kemanusiaan-bagi-relawan-lintas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke