Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Jateng, Makiran menyatakan, sistem kontrak sangat tidak menguntungkan khususnya untuk perempuan. Pekerja yang hamil, umpamanya, rentan diputus di tengah jalan akibat dianggap tidak produktif.
"Sistem kontrak membuat (jaminan keamanan) pekerja tidak pasti. Itu perbudakan modern," tandasnya akhir Januari silam.
Sistem kerja demikian juga kian kuat dengan legitimasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja. Perpu ini, kata Makiran, membuka peluang perusahaan melakukan penyalahgunaan terhadap kesejahteraan buruh.
"Omnibus law ini dampaknya fatal untuk kesejahteraan buruh. Meski pekerja punya hak untuk menolak, tapi harus melalui pengadilan. Bayangkan pekerja harus melawan pemilik modal," bebernya.
Makiran juga menyoroti formulasi upah minimum imbas Perpu Cipta Kerja melalui turunannya PP 50/2023.
Sebagai informasi, kebijakan upah minimum berlaku bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja satu tahun atau kurang.
Baca juga: Kisah Kelompok Disabilitas Lindungi Mata Air di Pegunungan Batulanteh Sumbawa
Tujuannya sebagai jaring pengaman untuk menjaga pekerja yang baru masuk kerja atau masa kerjanya kurang dari satu tahun agar tidak mendapat upah yang rendah.
Upah minimum menjadi level awal bagi pekerja untuk meraih kesejahteraan secara bertahap. Di atas usia kerja satu tahun, pekerja diharapkan mendapatkan upah di atas upah minimum.
Faktanya, mayoritas pekerja senasib seperti Lanin. Tiap tahun memperbarui kontrak dan masa kerjanya dianggap mulai dari nol. Impian mendapat kenaikan upah jauh panggang dari api.
Bahkan, Aspek Jateng menemukan masih banyak perusahaan menggaji pekerja di bawah UMK. "Selama regulasi intinya tidak diubah, ya, sulit," imbuh Makiran.
Di tengah ketidakpastian keamanan kerja, Lanin masih ingin bertahan. Ia menantikan adanya perubahan lebih baik walau entah sampai kapan.
Ia pun memikirkan pekerjaan lain bila harapannya terbentur realita kelak. Semoga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.