BIMA, KOMPAS.com- Mantan Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Cabang Bima Ahmad (56) mengungkap persoalan yang sering dialami saat kaum penyandang disabilitas memberikan hak suara di TPS pada Pemilu 2014 dan 2019.
Menurutnya, panitia pemungutan suara di TPS belum menempatkan pemilih penyandang disabilitas sebagai skala prioritas.
Baca juga: Kisah Penyandang Disabilitas dan Hak Politik yang Terabaikan di Kota Bima (Bagian 1)
Panitia waktu itu masih memperlakukannya sama dengan pemilih umum yang secara fisik normal, seperti halnya mengharuskan ikut mengantre sesuai urutan formulir yang diserahkan.
"Sebenarnya yang ramah itu prioritaskan dulu kami-kami ini. Itu keinginan kami tapi namanya masyarakat mana yang duluan kasih formulir itu yang dipanggil dulu, jadi mereka duduk antre saya juga antre sampai berjam-jam itu," kenangnya.
Baca juga: 12 Jalur Mandiri UNS, Ada Jalur Khusus Ketua OSIS hingga Disabilitas
Sementara terkait akses di TPS, Ahmad mengaku, saat itu tidak menemukan kendala yang begitu berarti, sebab ia didampingi langsung oleh anak kandungnya.
Ahmad berharap, Pemilu 2024 ini bisa melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang menaruh perhatian khusus pada kelompok disabilitas. Perhatian itu tidak saja dalam bentuk penyaluran bantuan yang sifatnya monoton seperti halnya tongkat untuk tunanetra atau kursi roda bagi yang mengalami kelumpuhan.
Harapan besarnya, ada bantuan modal usaha sehingga para disabilitas tak lagi bertumpu pada jasa pijat yang hasilnya tak menentu tiap bulannya.
"Selama ini bantuan hanya tongkat saja, tongkat di kamar itu sudah satu tas. Maunya kami ada modal usaha untuk penuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau mengandalkan jasa pijat ini hasilnya tidak menentu, belum lagi harus bayar kontrakan Rp 6 juta setahun," kata Ahmad.
Baca juga: Pria di Bima Aniaya Pegawai SPBU, Pelaku Sempat Mengomeli Korban
Data yang diperoleh Kompas.com dari Komisi Pemilihan Umum, pemilih disabilitas yang terdaftar dalam DPT Pemilu 2024 mencapai 943 orang di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Angka ini cukup potensial mendongkrak perolehan suara bagi Calon Anggota Legislatif (Caleg) di Pemilu 2024.
Kendati demikian, pemilih berkebutuhan khusus ini rupanya belum sepenuhnya dilirik oleh para politikus dan partai politik.
Ketua DPC PDIP Kota Bima, Ahmad Yadiansyah mengakui belum secara khusus menjaring suara dari kelompok disabilitas yang ada di wilayah ini.
"Untuk kampanye ke kalangan mereka ini memang sampai sekarang belum secara khusus kami lakukan," kata dia saat ditemui di kantor DPC PDIP Kota Bima.
Meski belum sempat bertatap muka untuk menarik simpati kelompok disabilitas di Pemilu 2024, Ahmad meyakinkan bahwa dalam waktu dekat ini akan mengagendakan pertemuan dengan mereka.
Selain untuk menjaring suara, agenda tersebut rencananya akan dimanfaatkan untuk menyerap aspirasi para penyandang disabilitas dengan beragam tingkat keterbatasannya.
"Nanti kita buat agenda untuk mereka, kita diskusi apa yang mereka harap dari pemerintah kedepan," ujar pria yang kini ikut mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi NTB Dapil I Pulau Sumbawa itu.
Baca juga: 12 Jalur Mandiri UNS, Ada Jalur Khusus Ketua OSIS hingga Disabilitas
Belum adanya perhatian serius terhadap pemilih disabilitas ini juga terungkap dari pengakuan Darussalam. Dia merupakan Caleg DPRD Kota Bima Dapil 4 yang meliputi wilayah Kecamatan Rasanae Timur dan Raba.
Politikus yang diusung Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu bahkan belum memiliki data jumlah pemilih disabilitas di daerah pemilihannya.
Selama tahapan kampanye ia juga tak pernah mengagendakan pertemuan dengan kelompok ini untuk menyampaikan visi dan misinya dalam mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
"Menjaring suara mereka secara langsung belum, ada beberapa di RT saya ini kadang-kadang mereka (penyandang disabilitas) tidak nyoblos juga," kata pria yang juga menjabat Ketua RT 03 di Kelurahan Penatoi.
Menurut dia, ada beberapa alasan mengapa warganya yang berkebutuhan khusus tak mau memberikan hak suara meski sudah terdaftar di DPT, salah satunya yakni mereka menganggap Pemilu tak akan berdampak terhadap kondisi sosial dan perekonomian mereka.
Persoalan ini, tegas dia, bukan alasan utamanya tak mau menjaring secara khusus pemilih disabilitas di daerah pemilihannya.
Menurutnya, pemilih disabilitas sama saja dengan pemilih yang secara fisik normal sehingga tak perlu mendapat perlakukan khusus.
"Kalau saya tidak mau menyekat, bagi saya mereka sama saja dengan kita tidak ada bedanya. Jadi sulit ketika mereka disekat seperti itu," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Penyandang Disabilitas Jadi Caleg Modal Pas-pasan, Apa yang Diperjuangkan?
Darussalam menilai penyekatan terhadap pemilih disabilitas justru akan membuat mereka merasa semakin terkucilkan.
Karena itu ia lebih memilih menyetarakan perlakuan, termasuk dalam hal mengentaskan persoalan ekonomi yang dihadapi kelompok tersebut.
"Ke depan kita akan cek data kira-kira masalah mereka ini apa, tapi sepengetahuan saya paling utama akses ekonomi, tidak hanya penyandang disabilitas angka pengangguran kita juga masih tinggi," kata Darussalam.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima mencatat 112.347 warga di 41 kelurahan pada lima kecamatan tercatat dalam DPT Pemilu 2024.
Dari 112.347 pemilih tersebut, 943 orang di antaranya merupakan pemilih disabilitas dengan berbagai kategori seperti mengalami keterbatasan fisik, mental, sensorik, dan intelektual.