KOMPAS.com - Tangis Asnawati pecah saat mendengar kabar bahwa jenazah yang diyakini jenazah anaknya tengah dibawa oleh tim gabungan yang melakukan evakuasi korban erupsi Gunung Marapi, Sumatera Barat.
Perempuan berusia 57 tahun itu tidak kuasa membendung duka seusai mendapatkan kabar bahwa putranya itu telah dibungkus dengan kantong oranye.
Anak Asnawati yang lain terus memeluknya seraya menghapus air mata yang terus menetes di pipinya.
Karena kondisi kesehatannya terus menurun setelah mendapat kabar tersebut, Asnawati dibopong dua anaknya ke dalam ambulans menuju Posko Pusat Penanganan Bencana Erupsi Gunung Marapi di Batu Palano, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, untuk mendapatkan perawatan.
Baca juga: Bripda Iqbal, Polisi Korban Erupsi Marapi, Pamit ke Orangtua Sebelum Mendaki
Sudah 24 jam Asnawati menunggu kehadiran putranya di Posko 1 jalur pendakian Gunung Marapi – yang berjarak sekitar lima kilometer dari Posko Pusat Penanganan Bencana di Batu Palano.
"Mama yang duluan naik ambulans nak," kata Asnawati kepada kedua anaknya saat menumpang ambulans yang akan mengantarnya.
Sekitar 30 menit sebelum mendapat kabar tersebut, Asnawati ditemui di Pos Evakuasi yang merupakan Posko 1 jalur pendakian Gunung Marapi.
Di sebuah bangunan kayu, Asnawati setia menunggu kehadiran anaknya, M Wilki Saputra (20), yang melakukan pendakian pada Sabtu, 2 Desember 2023.
"Saya mendapatkan informasi tentang kejadian ini [Gunung Marapi erupsi] dari media sosial yang dilihat oleh anak bungsu saya," tuturnya kepada wartawan Halbert Caniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: 22 Jenazah Korban Erupsi Gunung Marapi Dievakuasi, 16 Sudah Diidentifikasi
Asnawati sontak memutuskan berangkat pada Minggu (03/12) malam menuju Kabupaten Agam dari Kota Pekanbaru, Riau.
"Sampai di sini Senin (04/12) dan saya langsung ke Posko utama untuk menanyakan keberadaan anak saya," katanya, pada Selasa (05/12).
Setelah mengetahui nama putranya masuk dalam daftar korban, Asnawati langsung menuju dua pos evakuasi.
"Dari kemarin saya sudah menunggu di sini dan juga di posko yang satu lagi. Saya berharap anak saya masih dalam keadaan selamat," katanya.
Setiap tim gabungan membawa pendaki dari atas gunung - baik yang selamat ataupun jenazah – Asnawati langsung menghampiri.
"Saya melihat semua jenazah yang sudah dibawa ke bawah. Tidak ada satupun anak saya. Karena saya bisa mengenalinya," tuturnya.
Baca juga: Cerita Penyintas Erupsi Gunung Marapi, Hadapi Hujan Batu hingga Terjebak Asap Hitam dan Debu
Menurutnya, anaknya itu bisa dikenali dari rambutnya yang panjang dan juga kalung yang sering digunakan.
"Kemarin yang turun ada temannya Wilki. Dua temannya selamat dan tiga meninggal dunia. Saya masih berharap anak saya selamat," lanjutnya.
Harapan yang sama juga diungkapkan suami Asnawati, Mawardi (64).
"Sepertinya untuk harapan hidup sudah tipis. Tapi kuasa Allah tidak boleh kita ragukan," ungkapnya.
Meskipun sudah terlihat pasrah, tetapi Mawardi masih menggantungkan secercah harapannya melalui keajaiban yang mungkin ditemukan anaknya.
Baca juga: Mengetahui Titik Berkemah di Gunung Marapi Sumatera Barat
"Dia naik pada Sabtu kemarin dan berangkat bersama enam orang temannya dari Pekanbaru," lanjutnya.
Menurutnya, putranya sudah sering mendaki berbagai gunung yang ada di Pulau Sumatera, termasuk Gunung Marapi yang sudah didaki sebanyak dua kali.
"Wilki juga sudah pernah mendaki Gunung Talang dan Gunung Singgalang. Memang dia suka mendaki gunung," katanya.
Ia menuturkan bahwa anaknya itu bekerja di Bukittinggi sebagai penampung barang otomotif yang dikirim dari daerah Pekanbaru untuk dipasarkan di Sumatera Barat.
Baca juga: Update Korban Erupsi Gunung Marapi, 13 Jenazah Telah Diidentifikasi
Akan tetapi, harapan Asnawati dan keluarganya pupus.
Pada Selasa (05/12), sekitar pukul 17.00 WIB, jenazah yang diyakini jenazah Wilki dibopong oleh tujuh personel Brimob bersama beberapa warga menggunakan kantong berwarna oranye.
Mereka langsung memasukkan kantong jenazah itu ke dalam ambulans yang sudah menunggu sejak pagi.
"Ini jenazah Wilki," ujar salah seorang personel Brimob yang mengangkut kantong itu.
Baca juga: Berkaca dari Gunung Marapi, Bolehkah Gunung Berstatus Waspada Didaki?
Rintik hujan mulai turun, bersamaan dengan duka Asnawati dan keluarganya.
Sirine ambulans menggema mulai dari Batu Palano hingga di Rumah Sakit Ahmad Mukhtar, Bukttinggi.
Asnawati sudah menunggu kehadiran jenazah yang dia yakini jenazah anaknya di luar kamar jenazah rumah sakit bersama keluarganya dan beberapa teman anaknya.
Setelah ambulans yang mengangkut jenazah tiba, Asnawati menangis tanpa henti. Kedua kakinya seperti tidak sanggup menopang tubuhnya.
Asnawati harus duduk di kursi roda yang disediakan rumah sakit sembari menunggu kepastian dari tim DVI Polda Sumbar yang melakukan identifikasi di ruang jenazah.
"Keluarga Wilki!" pekik seorang petugas dari dalam kamar jenazah.
Baca juga: Sederet Fakta Evakuasi 22 Jenazah Pendaki yang Terjebak di Gunung Marapi
Asnawati langsung masuk ke dalam ruangan serba putih itu dengan didorong oleh anak sulungnya. Ia diminta untuk mengenali jenazah yang ditemukan di puncak Gunung Marapi.
Selang 15 menit, pintu kamar jenazah terbuka. Beberapa petugas mendorong brankar jenazah menuju ambulans yang sudah terparkir di lorong rumah sakit.
Sosok jasad itu diiringi oleh Asnawati yang lunglai. Tidak ada lagi air mata yang bisa ia tumpahkan.
Jasad tersebut dipastikan adalah jenazah Wilki.
"Wilki kami bawa ke kampung di Tanayan Raya, Kota Pekanbaru," kata Mawardi, suami Asnawati saat ditanya ke mana jenazah anaknya akan disemayamkan.
Di dalam ambulans, jenazah Wilki ditemani oleh Mawardi dan beberapa orang keluarga lainnya.
Asnawati menumpang kendaraan lain sembari meratapi nasib putranya yang dia lahirkan 20 tahun silam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.