MATARAM, KOMPAS.com - Perang selalu identik dengan kekerasan, senjata dan korban. Namun, perang yang yang satu ini berbeda. Perang yang terjadi di Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini justru perang yang penuh dengan kedamaian dan saling menghargai.
Perang tanpa kekerasan ini adalah tradisi Perang Topat. Tradisi turun-temurun sejak abad ke-16 ini merupakan wujud keharmonisan antar-umat beragama di Pulau Lombok.
Perang topat adalah salah satu cara masyarakat Lombok merawat keberagaman.
"Ini adalah tradisi turun-temurun leluhur kami, jadi tiap tahun wajib kita gelar di pura Lingsar ini, warisan leluhur inilah yang menjaga kita umat muslim dan hindu di Lombok tetap saling menghargai," kata Sahyan, Kepala Desa Lingsar di sela-sela pelaksanaan tradisi Perang Topat di Pura Lingsar, Senin sore (27/11/2023).
Baca juga: Bawaslu NTB Akan Plenokan Dugaan Pelanggaran Mendes PDTT di Lombok
Pada purnama ketujuh dalam penanggalan Suku Sasak, yang tahun ini jatuh pada Senin 27 November 2023, ratusan umat Hindu dan Islam berkumpul di Pura Lingsar, Lombok Barat. Mereka bersiap untuk melaksanakan tradisi Perang Topat. Perang yang senjatanya menggunakan ketupat.
Kata Sahyan, senjata perang adalah ketupat yang dimasak oleh warga sejak malam hari sebelum perang digelar. Ketupat yang terbuat dari daun kelapa muda atau janur disiapkan oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak dalam kegembiraan.
Baca juga: Tradisi Sasi, Cara Perempuan Salafen Raja Ampat Merawat Laut
Ada juga makanan khas Sasak yang dibuat warga untuk dihidangkan pada tamu undangan dan sebagian dipersiapkan untuk upacara piodalan atau pujawali di kemaliq (tempat mata air suci) yang diyakini oleh umat Hindu dan Islam bersumber dari mata air Gunung Rinjani.
"Prosesi sebelum menuju Perang Topat itulah yang menjadi perhatian para wisatawan, baik lokal maupun luar negeri, untuk berkunjung ke kawasan wisata religi Pura Lingsar ini," katanya.
Saat tiba perang, dua kelompok warga yang sebagian besar adalah anak-anak muda bersiap. Kelompok pemuda muslim bersiaga di depan area kemaliq sementara pemuda Hindu di area depan lokasi pujawali, kesemuanya adalah kompleks Pura Lingsar yang luas dan menawan dengan arsitektur kerajaan abad ke-16 yang masih terjaga.