Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Desa Pulau Maringkik Lombok Timur Kesulitan Akses Air Bersih, Mandi Pakai Centong

Kompas.com - 01/10/2023, 13:05 WIB
Idham Khalid,
Khairina

Tim Redaksi

LOMBOK TIMUR, KOMPAS.com- Ribuan warga yang berada di Desa Pulau Maringkik, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), terdampak kemarau panjang.

Akibatnya ribuan warga di tempat itu kesulitan dan harus membeli air bersih untuk keperluan memasak dan mandi.

Diketahui warga desa setempat memang sudah dialiri perusahaan air minum (PAM),  namum karena musim kemarau air PAM desa tersebut kerap macet karena kondisi kekeringan.

Baca juga: Kekeringan di Bukit Menoreh Meluas, Delapan Dusun Minta Bantuan Air Bersih

Dari pantauan nampak para ibu-ibu berbondong-bondong membawa ember atau bak mengantre air bersih dari  (PAM) setempat yang disalurkan melalui balai desa, Sabtu (30/9/2023).

Jika warga tidak mendapatkan air karena air PAM macet, ibu-ibu di desa itu harus rela menyeberangi lautan untuk mendapatkan air bersih ke desa tetangga yakni Desa Tanjung Luar yang berada di pulau induk (Pulau Lombok).

Samtiadi (42) warga setempat mengaku krisis air di Desa Pulau Maringkik sudah dirasakan sejak 5 tahun lalu.

Namun kondisi itu kian membaik setelah saluran air PAM lewat bawah laut masuk ke desa Pulau Maringkik pada tahun 2017 lalu.

"Tapi kalau lagi musim kemarau itu kadang airnya keluar 3 kali dalam seminggu. Itu karena memang suplai air dari PAM Bendungan Pandan Duri mulai mengering, jadi kita kesulitan air bersih di sini," kata Samtiadi.

Baca juga: Kekeringan di Semarang, Warga Terpaksa Mandi Pakai Air Galon

Sebagai nelayan,  dia bisanya membeli 5 liter air sebagai bekal  mencari ikan dan cumi-cumi di tengah laut Tanjung Luar Lombok Timur.

"Biasanya beli 5 liter itu Rp 5 ribu. Karena harus melaut sampai 5-6 jam kan," tutur Samtiadi di sela-sela menjahit jalanya.

Eka Nurki (30) ibu satu anak di desa tersebut juga merasakan hal serupa.

Selama musim kemarau, suplai air masuk dari PAM desa hanya 3 kali dalam seminggu.

Masing-masing kepala keluarga mendapatkan jatah air untuk keperluan masak mandi dan minum  dibatasi hingga 6 bak (wadah plastik ukuran 25 liter). Per bak warga harus membayar Rp 500 rupiah ke pihak desa.

"Jadi kalau 6 bak itu kita bayar Rp 3.000. Terus airnya itu kadang lancar kadang tidak. Kalau hari Sabtu keluar airnya besok pasti tidak keluar hari Minggu. Jadi selang dua hari baru keluar," kata Eka.

Eka menuturkan, dirinya dan keluarganya sangat irit menggunakan air, bahkan untuk mandi hanya menggunakan beberapa centong.

Halaman:


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com