KOMPAS.com - Kasus tewasnya ajudan pribadi Kapolda Kalimantan Utara, Brigpol Setyo Herlambang, di rumah dinas pada Jumat (22/9) pekan lalu disebut pengamat kepolisian dan mantan pejabat Polri terlalu banyak kejanggalan untuk dikatakan penyebabnya adalah kelalaian.
Karena itu, mereka mendorong Mabes Polri dan Komnas HAM menginvestigasi peristiwa tersebut agar menjadi bahan perbaikan bagi institusi Polri di masa mendatang.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit berkata telah memerintahkan anak buahnya mengusut tuntas kasus ini dengan menurunkan tim dari Divisi Propam untuk mengawasi dan memastikan proses penanganan sesuai standar yang berlaku.
Brigpol Setyo Herlambang yang merupakan pengawal pribadi Kapolda Kalimantan Utara, Irjen Daniel Aditya Jaya ditemukan tewas di dalam kamar di rumah dinas Kapolda pada Jumat (22/09) sekitar pukul 13.10 Wita.
Ketika ditemukan, kondisi tubuh Setyo bersimbah darah dengan senjata api jenis HS-9 bernomor HS178837 tergeletak di sampingnya.
Baca juga: Jejak Kematian Pengawal Pribadi Kapolda Kaltara, Ada Rekaman Jendela Kaca Pecah Tertembus Proyektil
Pemeriksaan awal tim dokter menyebutkan, nadinya sudah tidak berdenyut saat ditemukan.
Berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan pada Sabtu (23/09), penyebab kematian Brigpol Setyo karena luka tembak pada dada sisi kiri menembus jantung dan paru yang mengakibatkan pendarahan hebat, kata Kabid Humas Polda Kaltara, Kombes Budi Rachmat.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), sambungnya, Brigpol Setyo diduga tewas tertembak saat sedang membersihkan senjata api miliknya.
Pasalnya siang itu korban baru pulang salat Jumat, kemudian masuk kamar.
"Diduga sementara hasil olah TKP itu kan yang bersangkutan di situ seorang diri. Dia baru pulang Jumatan membersihkan senjata api miliknya," ucapnya.
Budi Rachmat menepis dugaan korban tewas karena bunuh diri.
"Kalau bunuh diri asumsinya jauh, karena kalau fakta-fakta ke situ tidak ada. Dia orangnya enggak ada masalah, saya kenal baik sama dia."
Baca juga: IPW Ragu Ajudan Kapolda Kaltara Tewas karena Lalai Bersihkan Senjata
Pada Minggu (24/09), jenazah Brigpol Setyo Herlambang dimakamkan di Desa Sumber Agung, Kendal, Jawa Tengah.
Prosesi pemakaman berlangsung secara militer dengan salvo tembakan satu kali, tanda peti jenazah mulai dimasukkan ke liang kuburan.
Sebab, kata dia, ada terlalu banyak kejanggalan.
Pertama, Brigpol Setyo yang menjabat sebagai pengawal pribadi pemimpin tertinggi di daerah tidak sembarangan dipilih.
Setidaknya menurut Susno, pengawal pribadi harus tahu tata cara penggunaan senjata dan dia harus betul-betul seorang penembak yang mahir.
Ini karena tugasnya menjaga pimpinan.
"Dia bukan polisi yang diangkat atau dilantik kemarin sore, tapi berpengalaman," ujar Susno kepada BBC News Indonesia, Senin (25/09).
"Apalagi dia anggota Banit 3 Subden 1 Den Gegana Satbrimob."
"Sekarang apa iya, sekelas dia tidak bisa membersihkan senjata? Mestinya tahu... kalau senjata revolver gimana mengosongkannya tutup kepala pasti hapal."
Kedua, peristiwa itu terjadi di rumah dinas dan di saat masih jam dinas.
Sebagai pengawal pribadi, ujar Susno, mestinya dia 'nempel' bersama Kapolda atau setidaknya di kantor. Bukan di rumah dinas.
"Kalau mau bersihkan senjata bukan di jam dinas dong, tetapi saat selesai tugas baru membersihkan senjata."
Itu mengapa, bagi Susno, Polri harus terlebih dahulu melakukan uji balistik dan forensik untuk menentukan apakah peluru yang ada dalam senjatanya sama dengan yang bersarang di tubuh korban.
Pengujian itu juga untuk menemukan asal muasal peluru dan posisi senjata.
Selain itu Polri harus mengecek tes psikologi kepemilikan senjata api korban apakah lulus atau tidak.
Kalau ternyata gagal, maka akan jadi persoalan mengapa dipilih menjadi pengawal pribadi.
Baca juga: Kematian Ajudan Kapolda Kaltara Diusut dengan Scientific Crime Investigation, Apa Itu?
Ia menyebut alasan yang disebutkan Polda Kaltara bahwa penyebab kematian Brigpol Setyo akibat kelalaian sangat tidak masuk akal.
Jika dengan alasan itu, menurutnya, maka arah peluru mestinya ke depan atau bukan ke arah badan.
"Ini ke arah jantung, tidak masuk akal," tegas Eko Riyadi kepada BBC News Indonesia.
Eko Riyadi mencatat kasus polisi tertembak atas dalih 'lalai' sudah dua kali terjadi.
Sebelumnya pada Juli lalu, Bripda Ignatius Dwi Frisco juga disebut tertembak akibat kelalaian seniornya yang sedang mengeluarkan dan menunjukkan senjata api yang disimpan kepada korban.
Baca juga: Kapolri Pastikan Transparan Usut Kasus Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara
Kasus berulang dengan alasan serupa seperti ini, bagi Eko, tidak bisa diterima begitu saja karena sama saja Polri sedang merendahkan institusinya sendiri sebagai institusi negara yang terlatih.
"Karena saya tahu bahwa tidak semua polisi boleh pegang senjata. Ada tesnya, assasmen berlapis agar polisi bisa pegang senjata."
"Jadi saya ingin sampaikan sebaiknya polisi hindari membuat kesimpulan dulu dan buka seluas mungkin investigasi yang memadai sehingga peristiwa ini terbuka masalahnya apa."
Tewasnya pengawal pribadi Kapolda Kaltara tersebut memicu prasangka di publik terulangnya kasus Sambo jilid dua.
Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, berkata tak menutup prasangka itu benar. Tetapi untuk membuktikannya, Polri harus menyelidiki dengan fakta bukan sanggahan.
"Kalau bicara kemungkinan tidak ada yang tidak mungkin. Tapi harus dibuktikan," tegasnya.
Sementara itu pengamat kepolisian, Eko Riyadi, menduga kematian Brigpol Setyo tidak lepas dari "adanya kerja-kerja informal yang memanfaatkan jalur formal untuk kepentingan di luar tugas kepolisian."
"Entah apakah ada jaringan di belakang mereka, itu yang saya khawatirkan."
Itu mengapa, menurut Eko, Mabes Polri harus mengambil alih penyelidikan kasus ini. Begitu juga Komnas HAM turun untuk menginvestigasi agar publik percaya.
"Yang jelas sudah saya perintah kepada Pak Kapolda (Kaltara) bahwa terkait dengan peristiwa yang terjadi ini betul-betul diusut secara cermat, secara tuntas, manfaatkan CSI yang kita miliki sehingga kemudian hasil akhirnya betul-betul bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah," kata Jenderal Listyo, di Monas, Jakarta Pusat.
Listyo juga sudah memerintahkan Bareskrim Puslabfor untuk menurunkan dokter-dokter forensik. Hal itu agar hasil penyelidikan bisa dipertanggungjawabkan ke pihak keluarga.
"Saya kira Polri selalu transparan," tegasnya.
Adapun Kepala Biro Penerangan Masyarakat DivHumas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyebut Mabes Polri telah menurunkan tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) ke Polda Kaltara.
Tim Propam datang untuk memberikan asistensi kepada Propam Kaltara dan memastikan proses penanganan kasus berjalan sesuai aturan.
Baca juga: Propam Polri Awasi Penyelidikan Kematian Ajudan Kapolda Kaltara di Rumah Dinas
Izin penggunaan senjata api oleh anggota polisi diatur dalam Peraturan Kapolri nomor 1 tahun 2022 tentang perizinan, pengawasan dan pengendalian senjata api standar kepolisian Indonesia, senjata api non organik kepolisian, dan peralatan keamanan yang digolongkan senjata api.
Pasal 8 menyebutkan izin penggunaan senjata api organik Polri harus memenuhi beberapa persyaratan.
Yakni memiliki surat rekomendasi dari atasan langsung, memiliki surat keterangan lulus tes psikologi Polri, dan memiliki surat keterangan sehat dari dokter Polri.
Pasal 33 menyebutkan izin penggunaan senjata berlaku enam bulan dalam satu wilayah kepolisian daerah dan keluar wilayah kepolisian daerah.
Baca juga: Kapolri Perintahkan Kasus Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara Diusut Tuntas
Lalu Pasal 43 menyebutkan anggota polisi dalam menggunakan senjata api wajib memelihara, merawat dan mengamankan senjata api.
Kemudian menaati peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perizinan dan penggunaan senjata api.
Serta memperpanjang izin senjata api yang akan habis masa berlakunya.
Di Ayat 4 Pasal 43 dijelaskan pendataan senjata api dan amunisi yang dimiliki meliputi: jenis, merek, kaliber, nomor seri senjata, nomor Buku Pas, jumlah dan kondisi.
Pada Ayat 5 Pasal 43 disebutkan juga pendataan lain berupa: surat tugas pemegang senjata api dan amunisi, surat perintah tugas, laporan penggunaan senjata api dan amunisi, serta tempat penyimpanan.
Brigpol Setyo Herlambang disebut menggunakan senjata api jenis HS-9 bernomor HS178837.
Dilansir dari berbagai sumber, HS-9 termasuk senjata genggam semi otomatis buatan HS Product, Kroasia.
Pistol ini selain dipakai oleh Korps Brimob di Indonesia juga digunakan oleh Biro penyelidik federal Amerika (FBI) juga kesatuan elit dunia.
Senjata api striker fired ini memiliki kapasitas maksimal 16 peluru dan berkaliber 9 mm.
Tekstur bingkai pasa HS-9 memungkinkan posisi tangan yang lebih tinggi pada pistol. Hal itu bisa menghasilkan kontrol yang lebih baik selama tembakan cepat.
Baca juga: Hasil Otopsi Ungkap Luka Tembak Jadi Penyebab Meninggalnya Ajudan Kapolda Kaltara
Singkatnya, HS-9 adalah senjata laras pendek serbaguna yang ideal.
Karena kualitas dan keandalannya, pistol ini menjadi favorit para penegak hukum di berbagai negara termasuk Indonesia.
Di Indonesia, HS-9 dan HS 2000 dipakai jajaran Korps Brimob Polri untuk memperkuat unit khusus seperti tim anti teror crisis response team (CRT), unit Gerilya anti Gerilya (GAG), dan misi Polri di PBB di Sudan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.