Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kades di Babel, Disebut Stres karena Minta Warga Tanam Padi Saat Kemarau

Kompas.com - 11/09/2023, 20:22 WIB
Heru Dahnur ,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANGKA TENGAH, KOMPAS.com - Lahan seluas 25 hektar di Desa Namang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung ditanami padi meskipun masih dalam musim kemarau.

Petani melokalisir sumber air yang tersisa dan memompanya menggunakan mesin. Alhasil petak sawah tetap berlumpur digenangi air dan layak untuk ditanami.

"Kadang saya dibilang orang pening, orang stres karena musim kemarau ini malah turun ke sawah," kata Kepala Desa Namang, Zaiwan saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (11/9/2023).

Baca juga: Musim Kemarau, Wilayah di Kendal Ini Rawan Kebakaran

Zaiwan menuturkan, kemarau panjang yang terjadi saat ini sangat berdampak bagi masyarakat. Banyak sumber air mengering sehingga tak semua lahan bisa diolah.

Dari total 90 hektar luas lahan sawah yang mencakup dua dusun, yakni Dusun Namang Barat dan Dusun Namang Timur di Desa Namang, hanya 25 hektar yang dipersiapkan untuk ditanam padi.

Itu pun dibagi dua tahap, yakni tahap pertama seluas 15 hektar yang sudah penanaman, dan tahap kedua 10 hektar menunggu bibit siap untuk ditanam.

"Memang di musim kemarau ini sengaja kami usahakan tetap menanam. Karena untuk pasokan pangan biasanya banyak daerah yang kekurangan," ujar Zaiwan.

Zaiwan pun mengajak para warga desa untuk turun menggarap sawah dengan sistem bagi hasil.

"Kami tanam beras merah dan beras putih, masing-masing 50 persen dari lahan yang dikelola," ujar Zaiwan.

Beras merah saat ini, kata Zaiwan semakin diminati karena harga jualnya mencapai Rp 20.000 per kilogram.

Beras merah dari Namang juga sudah memiliki banyak pelanggan sehingga perputaran uangnya dinilai sangat menguntungkan.

Beras merah Namang diyakini memiliki cita rasa yang khas, wangi, tidak berbahan pengawet dan rendah gula.

"Beras merah setelah panen langsung dikemas dan dikirim ke pelanggan, terutama ke Jakarta, sehingga cita rasanya terjaga atau masih baru," ujar Zaiwan.

Sementara untuk pengolahan lahan saat ini, kata Zaiwan mengandalkan sejumlah mesin penyedot air bantuan pemerintah kabupaten. Selain itu, juga digunakan 20 persen dana desa untuk persiapan lahan.

"Karena air yang terbatas, maka petak sawah yang diolah memang yang dekat dengan sumber air," beber Zaiwan.

Baca juga: Selama Musim Kemarau, Penderita ISPA dan Diare Meningkat di Palopo

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com