Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amir Sodikin
Managing Editor Kompas.com

Wartawan, menyukai isu-isu tradisionalisme sekaligus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bergabung dengan harian Kompas sejak 2002, kemudian ditugaskan di Kompas.com sejak 2016. Menyelesaikan S1 sebagai sarjana sains dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan S2 master ilmu komunikasi dari Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. 

Menjadi Indonesia, Merawat Identitas Nasional dari Pinggir Negeri

Kompas.com - 26/08/2023, 20:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT ekspedisi yang digelar Kompas.com diberi nama Menjadi Indonesia, rasanya nama ini terlalu umum dan bagi sebagian orang mungkin terlalu enteng untuk diucapkan.

Namun, apa yang dialami anggota tim dalam perjalanan via darat dari Kabupaten Malinau ke Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menjelang perayaan 17 Agustus 2023, membuat saya merinding.

Hari ini, Sabtu (26/8/2023), video perjalanan mereka, telah tayang di channel Youtube Kompas.com untuk episode pertama. Ekspedisi ini digelar bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. 

Untuk jalan sepenggal yang jika diukur lurus di Google Maps hanya 115 kilometer, jalur yang harus ditempuh selama tiga hari dua malam itu sungguh bisa menguji fisik dan psikis anggota tim ekspedisi.

Dari kisah perjalanan mereka, tergambar jelas ternyata tidak mudah untuk menjadi orang Indonesia terutama yang berada di perbatasan seperti Krayan.

Meski saya hanya bertugas menjaga “lilin” di Jakarta dari teman-teman anggota tim yang berangkat, terasa betul kesulitan yang mereka hadapi di perjalanan. Sebelumnya, saya dan anggota tim sudah melihat video yang dikirim tim survei dari Malinau ke Krayan sebelum menggelar ekspedisi sungguhan.

Medan yang berat membuat kita bisa berfikir ulang. Dalam hati, apa cari rute lain atau cari lokasi selain Krayan untuk dijelajahi?

Cari rute yang aman tapi tetap bisa menggambarkan megahnya Indonesia. Namun, saya sudah curiga, jangan-jangan adrenalin anggota tim justru terpacu melihat tantangan medan jalan.

Benar ternyata. Fikria Hidayat, fotografer dan videografer Kompas.com, justru semakin bulat ingin berangkat menjajal rute. Memangnya kamu bisa naik trail Fik? “Bisa lah, aku pernah pakai trail, justru kita harus dokumentasikan perjalanan ini,” kata Fikria.

Untuk Fikria, saya sudah menyaksikan keandalan fisiknya saat beberapa kali jalan bareng di rangkaian ekspedisi seperti Sungai Barito-Pegunungan Muller-Sungai Mahakam harian Kompas dan beberapa ekspedisi Cincin Api harian Kompas beberapa tahun silam.

Robertus Belarminus Goo, editor Regional yang membawahi Kalimantan, ternyata setali tiga uang. “Aku harus coba, Mas. Meskipun belum pernah naik trail, tapi aku biasa pakai motor kopling, harus bisa,” katanya.

Tim akhirnya berangkat dengan dibagi menjadi dua: via darat dan sungai, serta via udara menggunakan pesawat dari Tarakan ke Krayan. Ada penerbangan pesawat kecil dari Tarakan ke Krayan namun jumlahnya terbatas. 

Baca juga: Memulai Ekspedisi Menjadi Indonesia, Menengok Akses Menuju Perbatasan Krayan

Ahmad Dzulviqor, Gitano Prayogo, Lina Sujud, dan Yulveni Setiadi via udara, sedangkan Robertus Belarminus Goo, Fikria Hidayat, dan Nissi Elizabeth via jalan darat dan sungai. Mereka mulai berangkat tanggal 13 Agustus 2023.

Rute dari Malinau menuju Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masih harus ditempuh dengan perjalaan via Sungai Semamu - Binuang menggunakan ketinting. Catatan Redaksi: Perjalanan via sungai ini penuh risiko, tidak direkomendasikan tanpa pengamanan yang memadai.  KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT Rute dari Malinau menuju Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masih harus ditempuh dengan perjalaan via Sungai Semamu - Binuang menggunakan ketinting. Catatan Redaksi: Perjalanan via sungai ini penuh risiko, tidak direkomendasikan tanpa pengamanan yang memadai.

Kejadian tak diinginkan  

Malam itu, 15 Agustus 2023, saya dan beberapa “penjaga lilin” di Jakarta tak bisa tidur pulas. Pesan via WhatsApp ke anggota tim via darat dan sungai belum berbalas hingga keesokan harinya. Seharian lebih tak ada kabar dari tim darat-sungai Kompas.com.

Kegelisahan itu terjadi karena ada kejadian tak terduga sebelumnya di siang hari, 15 Agustus 2023. Kabar duka menghampiri grup. 

“Selamat siang Komandan. Izin melaporkan kejadian laka sungai yang mengakibatkan 1 (satu) orang rombongan Gubernur Kaltara hilang terbawa arus Sungai Semamu pada hari Serlasa tanggal 15 Agustus 2023 sekira pukul 10.00 WITA, dengan identitas sebagai berikut : Nama: Ir. Yusi Novianto, ST, MH….”

Bak sambaran petir di siang hari. Di grup, tak banyak yang bisa berkata-kata mendengar kabar itu. Tim redaksi juga tak bisa mengabarkan situasi itu secara cepat. Baru beberapa hari kemudian, tim Kompas.com setelah pulih dari kondisi fisik dan psikis, baru merilis berita Selamat Jalan, Mas Yusi Novianto...

Setelah insiden itu, hingga sore, Fikria dan Robertus belum juga memberi kabar terkait kondisi perjalanan mereka. Di hari itu, kami hanya bisa berdoa, semoga semua rombongan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Sore harinya, ponsel Fikria Hidayat mendapatkan sinyal. “Alhamdulillah, Fikria dapat sinyal,” teriak Lina.

Innalillahi wa innailaihi rajiun. Kita dapat tiga musibah,” kata Fikria membuka percakapan. “Baru sampai Binuang, Krayan Tengah. Nissi drop sesak nafas. Drone jatuh di sungai, jatuhnya tepat di lokasi meninggalnya Bang Yusi,” kata Fikria.

“Terus, sekarang kondisi Nissi bagaimana?” Adi, anggota tim ekspedisi yang masih berada di Tarakan, menyahut.

“Tadi di awal-awal drop habis trekking menanjak, karena harus turun mobil. Sampai di atas, mendapat info musibah Bang Yusi, langsung sesak nafas. Ini masih dipantau terus,” Fikria menjelaskan.

“Drone jangan masuk pikiran, fokus pemulihan Nissi,” kata Adi. Saya tahu, Adi ini sering "cengengesan" dan penuh hitungan, namun saat situasi seperti ini dia luluh merelakan drone yang jatuh.  

Masalahnya adalah, satu orang dari Kompas.com yang ikut perjalanan darat, Robertus, terpisah kendaraan dengan Fikria. Belum ada kabar dari Obet, panggilan dia.

“Robert masih tertinggal jauh, belum sampai, infonya mobil mogok dan ambles. Aku dan Nissi ikut semobil dengan Gubernur, jadi sampai duluan, dengan ditarik buldozer,” kata Fikria.

Saya belum bisa membayangkan, seperti apa mobil yang harus ditarik buldozer itu. Hari ini, setelah melihat video mereka, bagaimana mobil-mobil yang memang khusus di medan berat itu tak berdaya melewati jalan berlumpur dan harus ditarik dengan kendaraan berat.

Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang, berada di atas alat berat untuk menarik mobilnya melewati jalan berlumpur di ruas Malinau - Krayan, saat ekspedisi Menjadi Indonesia, pertengahan Agustus 2023. Jalan Malinau - Krayan sudah tembus namun masih memprihatinkan kondisinya. KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT Gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang, berada di atas alat berat untuk menarik mobilnya melewati jalan berlumpur di ruas Malinau - Krayan, saat ekspedisi Menjadi Indonesia, pertengahan Agustus 2023. Jalan Malinau - Krayan sudah tembus namun masih memprihatinkan kondisinya.

Baca juga: Uji Nyali Jalan Tanah Penuh Tanjakan Jalur Malinau-Krayan, Medan Berat di Km 43 ke Semamu

Setelah itu, semua terdiam. Grup kembali sepi dalam suasana duka dan penuh penantian kabar berikutnya.

Lebih dari 24 jam kemudian, Obet baru mendapat sinyal, menandai berakhirnya kekhawatiran selama ini. “Izin lapor, aku di Long Nuat. Semua aman. Maaf sinyal susah, ini juga melipir dari rombongan, aku mau ngirim berita dulu,” kata Obet.

Long Nuat adalah salah satu desa di Kecamatan Krayan Timur. “Mas Fikri dan Nissi aman. Mas Fikri kakinya lecet-lecet karena sepatu boot," Obet melaporkan. Saking tak karuan kondisi jalan, lumpur pun masuk ke dalam sepatu boot.

"Habis ini kami mau melanjutkan perjalanan lagi,” Obet mengakhiri percakapan singkatnya. Meskipun singkat, sungguh kabar itu yang paling melegakan selama mereka menggelar ekspedisi.

Setelah itu, Obet “menghilang” lagi. Keesokan harinya, saya japri untuk menanyakan kabar. “Mas, kami semua sudah berkumpul di Krayan. Maaf baru balas, baru dapat sinyal, di sini sinyal pun susah,” kata Obet.

Kabar gembira itu bak hujan mengguyur di musim kemarau. Terasa adem. “Puji Tuhan, semua sehat-sehat. Mobil hampir terbalik kemarin. Jalannya hancur, Mas,” kata Obet.

Denyut nasionalisme mengalir

Tepat di 16 Agustus 2023, rombongan Pemprov Kalimantan Utara yang dipimpin Gubernur Zainal Arifin Paliwang dan tim Kompas.com, berhasil berkumpul di Krayan. Keesokan harinya, mereka menggelar upacara bendera sesuai agenda yang direncanakan.

Tak terbayangkan bagaimana situasi haru menyelimuti. Tak seperti biasanya, hari itu kami mengucapkan selamat merayakan Hari Kemerdekaan RI di grup.

Biasanya ucapan ini terlalu klise dilontarkan untuk sesama kolega. Kami bahkan tak pernah mengucapkan sebelumnya di sebuah grup WA. Maksimal kami merayakan dengan berbagai informasi lomba-lomba perayaan 17 Agustus.

Dataran tinggi Krayan, Kalimantan Utara dilihat dari atas pesawat perintis yang ditumpangi tim KOMPAS.com, Senin (14/8/2023).KOMPAS.com/Ahmad Dzulviqor Dataran tinggi Krayan, Kalimantan Utara dilihat dari atas pesawat perintis yang ditumpangi tim KOMPAS.com, Senin (14/8/2023).
Namun, mengingat perjalanan yang mereka lalui, situasi menjadi beda. Perjuangan mereka menuju tepian negeri ini tidaklah gampang, membuat mata kita makin sadar: perjuangan Menjadi Indonesia belumlah usai. Menjadi Indonesia, belumlah sampai pada kata "sudah". 

Perjuangan dan refleksi perjalanan almarhum Bang Yusi yang ingin mengibarkan Bendera Merah Putih di perbatasan, adalah gambaran cita-cita semua orang di tapal batas yang ingin tetap Menjadi Indonesia. Berapa pun harganya.

Ya, berapa pun harganya. Menjadi Indonesia, terutama di daerah terdepan, benar-benar tidaklah mudah. Kami merasakan nuansa itu, dan sebenarnya banyak warga yang harus membayarnya dengan satu-satunya yang mereka miliki dalam kasus yang berbeda-beda. 

Duka di satu sisi, ada perasaan bangga menjadi Indonesia di sisi lain, bertumpuk-tumpuk tak karuan di sanubari anggota tim. Kita mau “sambat”, mau protes, tapi kepada siapa ditujukan?

Sungguh berat menjadi Indonesia, hingga harus dibayar dengan apapun yang kita miliki. Kami terngiang-ngiang persoalan ini. Tapi, kami tahu, kami sudah telanjur "mencinta dan menjadi". Dan Merah Putih pun berkibar di Krayan dengan gagahnya. 

Duka dari tim pemprov tak terkatakan. Di upacara itu, Gubernur Zainal dengan tegar mengabarkan kepada warganya bahwa Malinau-Krayan kini telah terhubung lewat jalur darat, meskipun penuh perjuangan dan pengorbanan. “Masih harus ditarik kendaraan berat. Semoga 2024 jalan ini sudah fungsional,” katanya.

Baca juga: Upacara HUT Ke-78 RI di Krayan, Gubernur Kaltara Sebut Masih Banyak yang Akan Dibenahi

Mungkin orang-orang bisa berkata, Gubernur Zainal begitu tegar. Namun, Fikria Hidayat, fotografer dan videografer Kompas.com, sempat membidik bagaimana Gubernur Zainal duduk termenung sendiri usai mendengar anak buahnya berpulang ke Yang Kuasa. Foto itu tak bisa digambarkan dengan kata-kata.

“Itu foto Pak Gubernur, saat mendengar musibah,” kata Lina, anggota tim ekspedisi lainnya.

Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang, tampak termenung di jalur Malinau-Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, pertengahan Agustus 2023. KOMPAS.com/FIKRIA HIDAYAT Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang, tampak termenung di jalur Malinau-Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, pertengahan Agustus 2023.

Kita Indonesia, punya harapan

Sering kali orang merasakan, nasionalisme baru bangkit ketika berada di dua situasi ekstrem. Situasi sulit membayangkan betapa susahnya menjadi orang Indonesia tapi kita tetap cinta, atau situasi kemenangan dan kegembiraan yang memicu rasa bangga memilki Indonesia.

Kemapanan dan kenyamanan, nyatanya sering membutakan kita bahwa sebenarnya kita tetap membutuhkan daya untuk menyalakan rasa memiliki nasionalisme yang dibangun dari identitas lokal dan nasional.

Energi untuk menyalakan identitas lokal dan nasional itu selama ini hanya dimaknai bisa dilakukan saat hari-hari tertentu, misal saat perayaan 17 Agustus, atau saat hari-hari besar nasional lainnya, atau dilakukan sekali saja dalam periode lama.

Baca juga: Kisah Garam Gunung Krayan yang Banyak Dicari, Sulit Dipasarkan karena Akses Jalan Sulit

Secara terpisah, pemerhati masalah kebangsaan yang juga pengajar di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Abdul Malik Gismar, memberi catatan penting perlunya kita membangun kesadaran bahwa Indonesia ini memang berbeda satu sama lain dan oleh karena itu penting untuk memelihara semangat kebersamaan.

Gismar menekankan, identitas nasional Indonesia yang kuat hanya akan terbangun melalui praktik kewarganegaraan yang penuh. Dengan kata lain, bagaimana menjadikan warga negara tetap berada dalam kondisi aman dan terpenuhi hak mereka selain menuntut kewajiban warga. 

Kewarganegaraan yang penuh merujuk pada konsep dan praktik kewarganegaraan yang tidak terbatas pada status legal saja (misal sudah resmi menjadi warga negara Indonesia dan punya KTP) tapi juga harus diwujudkan dengan menjamin kebebasan, keamanan, dan kesejahteraan warga negara.

Hak-hak warga dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya juga harus diakui dijamin oleh negara. Selama ini, di atas undang-undang, hak-hak warga negara diakui namun tetap saja terjadi marjinalisasi dalam bentuk pengabaian hak-hak ekonomi dan budaya.

Baca juga: Populasi Kerbau Krayan Menurun, Ancaman Serius Terhadap Eksistensi Padi Organik Adan

Praktik kewarganegaraan yang penuh harus menjawab problem kesenjangan ekonomi dan marjinalisasi budaya. Di daerah terdepan yang biasa kita sebut perbatasan dengan negara lain, masih banyak yang perlu mendapat sentuhan. 

"Warga negara harus melihat dan merasakan bahwa negara secara serius mencoba mengatasi ketidakadilan yang berakar dalam struktur ekonomi, termasuk di dalamnya eksploitasi dan marjinalisasi," paparnya.

Tak hanya negara yang dituntut adil terhadap warganya. Warga negara juga punya kewajiban dan tanggung jawab dalam memastikan bahwa dia bisa menjadi warga negara yang beradab. Gismar memberi istilah civic virtue, yaitu adab warga negara untuk melakukan kebajikan.

Menurut pemikir Habermas, sistem demokrasi yang baik tetap membutuhkan warga negara yang tahu adab bernegara.

"Demokrasi jika diserahkan pada orang buruk menjadi buruk. Karena itu, kita harus tahu, negara yang gemah ripah loh jinawi membutuhkan warga negara yang baik dan beradab pula," kata Gismar.

Dok Tim Ekspedisi Menjadi Indonesia Tim Ekspedisi saat di perbatasan Krayan dengan Malaysia

Identitas nasional tak hanya seperangkat ide dan gagasan semata, namun perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

"Kita tak harus menunggu upacara 17 Agustus untuk membuat ritual yang menekankan perlunya identitas nasional dan pentingnya berimajinasi tentang memiliki Indonesia yang satu," kata Gismar.

Merawat Indonesia dengan membangun identitas nasional harus dilakukan setiap hari tak harus menunggu momentum besar. Reproduksi identitas nasional justru diharapkan terjadi dan dilakukan melalui ritus sehari-hari, hal-hal yang rutin dan banal.

Baca juga: Semen di Binuang Kaltara Harganya Selangit, 1 Sak Rp 500.000, Produk Malaysia

Misalnya, upaya yang mencerminkan memberi kemudahan warga untuk mendapatkan KTP, memberi layanan kesehatan dan pendidikan yang memadai, membangun akses jalan yang menghubungkan daerah satu dengan daerah lainnya, dan menyediakan moda transportasi yang layak dan aman. 

Pemimpin dan warganya harus menyadari, persoalan membangun identitas bangsa harus dilakukan setiap saat dan setiap hari. Hal ini menguatkan asumsi bahwa Indonesia sebenarnya bukanlah sesuatu yang “telah jadi” dan terpaku dalam dimensi zaman, melainkan sesuatu yang cair dan dinamis, terus berubah.

Mengutip puisi Rivai Apin di awal kemerdekaan, kita harus memahami dan menyadari bahwa Indonesia itu tak hanya "belum sudah”, tetapi Indonesia juga adalah "dunia yang tak pernah sudah". Kita rawat Indonesia dengan penuh asa. 

Baca juga: Gubernur Kaltara Minta 2024 Jalan Malinau-Krayan Fungsional agar Bisa Suplai Sembako dan BBM

Bersama semangat almarhum Bang Yusi, jangan lupa tetap kibarkan Merah Putih di perayaan Hari Kemerdekaan. Jika kita belum pernah merasakan perjuangan orang-orang perbatasan, belum saatnya kita orang-orang kota pantas mengeluh.

Sambil mendorong pihak pusat di tingkat nasional untuk tetap memperhatikan distribusi pembangunan di daerah, kita tetap punya tanggung jawab menjaga semangat memiliki negeri ini. Panjang umur Indonesia, panjang umur perjuangan baik, panjang umur untuk kita semua. 

 

Tim Ekspedisi Menjadi Indonesia eps Kaltara Jantung Borneo, usai menyelesaikan ekspedisi pada Agustus 2023.Dok Ekspedisi Menjadi Indonesia Tim Ekspedisi Menjadi Indonesia eps Kaltara Jantung Borneo, usai menyelesaikan ekspedisi pada Agustus 2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Permudah Koordinasi Bencana, Gubernur Sumbar Berkantor di Bukittinggi

Permudah Koordinasi Bencana, Gubernur Sumbar Berkantor di Bukittinggi

Regional
9 Nama Lain Bakwan di Berbagai Daerah, Ada Bala-bala dan Ote-ote

9 Nama Lain Bakwan di Berbagai Daerah, Ada Bala-bala dan Ote-ote

Regional
Polisi Usut Dugaan Pelecehan Seksual oleh Pembina Pramuka di Palembang

Polisi Usut Dugaan Pelecehan Seksual oleh Pembina Pramuka di Palembang

Regional
Aksi Nekat Pria di Konawe, Terobos Paspampres hingga Bikin Jokowi Nyaris Terjatuh

Aksi Nekat Pria di Konawe, Terobos Paspampres hingga Bikin Jokowi Nyaris Terjatuh

Regional
Banjir Bandang Lembah Anai, 'Excavator' Terguling, 4 Pemandian Hancur

Banjir Bandang Lembah Anai, "Excavator" Terguling, 4 Pemandian Hancur

Regional
Marah Divideokan dan Ancam Tembak, Pria di Riau Ditangkap Polisi

Marah Divideokan dan Ancam Tembak, Pria di Riau Ditangkap Polisi

Regional
Putusnya Jalan Padang-Pekanbaru Buat Penjual Kue Khas Tak Bisa Jualan

Putusnya Jalan Padang-Pekanbaru Buat Penjual Kue Khas Tak Bisa Jualan

Regional
Sebuah Mobil Terbakar di Jalan Raya Tambak Banyumas, Apinya Merembet ke Rumah Warga

Sebuah Mobil Terbakar di Jalan Raya Tambak Banyumas, Apinya Merembet ke Rumah Warga

Regional
Unggah Video 'Nyabu' dan Sebut Kebal Hukum, 'Bang Jago' di Lampung Dicari Polisi

Unggah Video "Nyabu" dan Sebut Kebal Hukum, "Bang Jago" di Lampung Dicari Polisi

Regional
Tetapkan Jatuh Tempo PBB-P2 pada 31 Oktober, Pemkot Pematangsiantar Ajak Masyarakat Bayar

Tetapkan Jatuh Tempo PBB-P2 pada 31 Oktober, Pemkot Pematangsiantar Ajak Masyarakat Bayar

Kilas Daerah
KPU Sikka: Syarat Paslon yang Maju Pilkada Lewat Jalur Parpol Minimal Ada 7 Kursi DPRD

KPU Sikka: Syarat Paslon yang Maju Pilkada Lewat Jalur Parpol Minimal Ada 7 Kursi DPRD

Regional
3 Alat Musik Kalimantan Barat, Salah Satunya Sape

3 Alat Musik Kalimantan Barat, Salah Satunya Sape

Regional
Serap Jagung Petani di Sumbawa Sesuai Ketentuan Harga, Bulog Siapkan 3 Gudang

Serap Jagung Petani di Sumbawa Sesuai Ketentuan Harga, Bulog Siapkan 3 Gudang

Regional
Kronologi 5 Warga Negara China yang Hendak Diselundupkan ke Australia

Kronologi 5 Warga Negara China yang Hendak Diselundupkan ke Australia

Regional
Total Korban Bencana di Sumbar Bertambah Jadi 52 Orang Tewas

Total Korban Bencana di Sumbar Bertambah Jadi 52 Orang Tewas

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com