"Klien saya membeli tanah itu pada tahun 2003. Sedangkan pelapor (S), membeli tanah itu juga kepada saudara Soedirman pada tahun 2005. Karena merasa tanah tersebut dijual secara double, pelapor ini melaporkan saudara Soedirman," ujar Yusril.
Namun, pada perjalanan kasusnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa Soedirman tidak bersalah dan mengatakan bahwa objek tanah yang dijual itu berbeda.
Kemudian, dilakukanlah beberapa gugatan atas tanah M Noer oleh pelapor. Gugatan tersebut dimenangkan pelapor hingga beberapa tingkatan.
Namun, kata Yusril, dalam perjalanan kasusnya terdapat beberapa ketetapan hukum yang bertentangan.
Salah satunya penetapan MA terhadap Soedirman (penjual tanah) yang dinyatakan tidak bersalah.
"Bila MA menyatakan bahwa saudara Soedirman tidak bersalah, maka tanah yang dimiliki M Noer dan saudara pelapor ini merupakan objek yang berbeda," sebut Yusril.
Pada 18 Maret 2022, M Noer mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua ke MA dan masih bergulir sampai saat ini.
Sementara, terkait pidana yang menjerat M Noer, Yusril menjelaskan, peristiwa tersebut bermula pada 12 Agustus 2021.
Waktu itu, ada orang diduga suruhan pelapor datang ke tanah yang bersengketa untuk melakukan pengosongan objek tanah dengan didasari putusan hakim pengadilan yang memenangkan gugatan pelapor.
Kemudian, sebanyak 200 batang sawit yang ditanama M Noer sejak tahun 2005, ditebang.
Keesokan harinya, M Noer datang ke tanahnya setelah mengetahui adanya perambahan pohon sawitnya.
"Saat itu orang yang menebang sawit menghentikan pekerjaannya setelah diminta oleh klien saya," sebut Yusril.
Setelah itu, pihak M Noer mencabut tanaman sawit yang baru ditanam sebanyak 70 batang, yang berujung pelaporan S ke Polda Riau.
"Pencabulan bibit sawit itu yang dilaporkan oleh pelapor, hingga klien kami jadi tersangka," kata Yusril.
Sementara itu, Yusril mengatakan, pihaknya mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Riau.