Dalam kondisi kesepian, Soekarno menulis naskah selama pembuangan di Ende. Dari tahun 1934 hingga 1938, ia menyelesaikan 12 naskah.
Karya pertama diilhami oleh Frankenstein berjudul Dr Setan dengan tokoh utama Boris Karloff Indonesia yang menghidupkan mayat dengan melakukan tranplantasi hati dari orang yang hidup.
Naskah lainnya adalah Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945.
Soekarno pun mendirikan perkumpulan Sandiwara Kelimutu yang namanya diambil dari nama danau tiga warna di Flores.
Baca juga: Kisah Soekarno Jalani Pembuangan di Ende
Ia menjadi sutradara dan melatih warga sekitar bermain sandiwara di bawah pohon selama dua minggu berturut-turut.
Tak ada naskah untuk pemain, karena itu aku membacakannya untuk masing-masing pemain dan mereka menghafalnya dengan cara mengucapkannya berulang-ulang.
Soekarno kemudian menyewa gudang gereja yang disulap menjadi gedung pertunjukan dan membuka karcis pertunjukan.
Sandiwara tersebut berjalan selama tiga hari dan tampil di depan 500 penonton. Bahkan orang Belanda ikut membeli karcis dan hasilnya untuk membayar sewa gedung.
Soekarno membuat berbagai macam pakaiaan, membuat gambar di dinding belakang panggung, mengatur peralatan di atas panggung hingga melatih dua perempuan untuk bernyanyi keroncong.
Setiap selesai pertunjukan, Soekarno akan membawa semua pemain ke rumahnya untuk makan bersama.
Baca juga: Kisah Soekarno dan Petani Marhaen di Bandung
Pohon sukun itu berdiri di atas sebuah bukit kecil yang menghadap teluk. Di tempat itu, dengan pemandangan yang tidak ada batasnya dan langit biru serta awan putih di atas serta seeokor kambing sesekali melinta, aku duduk melamun selama berjam-jam.
Hingga suatu hari, Soekarno tidak punya kekuatan untuk duduk di bawah pohon dan tak dapat bangun dari tempat tidur. Dari hasil pemeriksaan dokter, Soekarno divonis menderita malaria.
Sakitnya Soekarno menjadi perhatian sahabat-sahabatnya di Pulau Jawa. Mereka pun mengajukan protes ke Volksraad.
Hingga Kolonial Belanda mengumumkan melalui radio jika Soekarno akan dipindahkan ke pengasingan lain. Setelah lima tahun di Ende, pada Februari 1938, Soekarno dan keluarganya dipindahkan dari Flores.
Baca juga: Mengenal Cindy Adams, Penulis Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat