Dengan ujung jari, Soekarno meraba dengan teliti hingga menemukan lubang bekas jarum di bawah huruf.
Sehingga jika diraba dan disusun, huruf tersebut menjadi pesan dari kabar buruk yang disampaikan lewat telur asin.
Baca juga: Kisah Asmara Orangtua Sukarno, Guru Soekemi yang Jatuh Cinta Pada Gadis Bali
Selama di Sukamiskin, Soekarno dilarang berbicara tentang politik. Ia juga dipekerjakan di percetakan yang bekerja di dekat ruang direktur penjara, sehingga penjagaannya berlipat ganda.
Soekarno diminta untuk membuat ratusan rim kertas menjadi buku tulis. Ia akan menyeret tumpukan kertas, mencetak dengan meletakkan dan mengambilnya dari mesin-penggaris dan mesin potng yang besar dan penuh oli.
Ia bekerja seharian mulai matahari tebit hingga tenggelam.
"Pekerjaan yang membosankan untuk orang yang bisa berpikir seperti aku, Sepanjang hari aku hanya memuat garis," kata Soekarno dalam buku Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Soekarno bercerita, ada 900 orang tahanan di Sukamiskin dengan ruang makan yang cukup kecil dan terdiri dari 25 meja kayu sempit yang masing-masing untuk 10 orang.
Para tahanan makan secara bergilir dan diberi waktu makan hanya 6 menit.
Baca juga: Kisah Soekarno Jalani Pembuangan di Ende
Bila terdengar gong, maka setiap orang akan masuk dengan membawa piring dan tempat sayur dari almunium, cangkir dan sendok.
Enam menit kemudian, kelompok ini akan berbaris menuju kran air untuk mencuci peralatan makannya dan 250 orang lainnya akan berbaris masuk.
Enam menit kemidian giliran 250 orang yang lain. Tak hanya makan.
Ke kamar mandi pun para tahanan mendapat batasan waktu. Setiap 6 orang diberi waktu 6 menit untuk berebut air dari satu pancuran.
Sukarni, kakak Soekarno, terkejut saat mengunjungi sang adik yang terlihat kurus dengan kulit menghitam.
Kepada sang kakak, Soekarno bercerita jika memilih berbaring di tanah menjemur badan untuk mengambil kekuatan sinar matahari saat rekan-rekannya berjalan-jalan, sepak bola atau duduk di bawah pohon.
"Aku malah suka pusing saat terlalu banyak terkena sinar matahari. Tapi aku jarus menjemur tubuhku. Selku begitu dingin, gelap dan lembab sehingga inilah satu-satunya cara untuk melakukan pemanasan terhadap tulang-tulangku," kata Soekarno.