KOMPAS.com - Soekarno dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun di tahun 1930 setelah dipenjara di Penjara Banceuy, Bandung, Jawa Bawat, selama 8 bulan tanpa persidangan.
Secara formal, ia dituduh mengambil bagian dalam sebuah organisasi yang bertujuan untu menjalankan kejahatan serta menggulikan kekuasaan Hindia Belanda yang telah ada.
Setelah vonis, Soekarno dipindahkan dari Penjara Banceuy ke Penjara Sukamiskin.
Menurut Bung Karno, Sukamiskin adalah penjara yang disediakan untuk para pelanggar hukum Bangsa Belanda dan tempat bagi penjahat-penjahat kelas kakap.
Baca juga: Sukarno di Dalam Penjara Banceuy Bandung
Hal tersebut diceritakan Soekarno dalam Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.
Penjara Sukamiskin terdiri dari tiga kelas yakni mereka yang dihukum selama 1 tahun, kelompok yang ditahan sampai 10 tahun dan kelompok terbesar yang dipenjara lebih dari 10 tahun.
Soekarno ditahan di sel 233 yang terletak di atas tangga besi di tingkat dua dekat pojok. Untuk Soekarno, seluruh blok dikosongkan. Panjang sel itu 15 ubin dengan lebar hanya 12 ubin.
Tetangga sel terdekat dalah pembunuh berat yang merampok perempuan dan membunuh tiga anaknya.
Makanan itu pun harus diperiksa oleh penjaga.
Inggit, istri Soekarno kemudian mengirimkan telur. Jika yang dikirim telur asin, maka ada kabar berita buruk tapi Soekarno tak tahu detailnya.
Baca juga: Mengenal Cindy Adams Penulis Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat
Selain itu saat Inggit membawa telur biasa, Soekarno akan mengecek kulitnya sebelum dimakan.
Satu tusukan peniti berarti "Kabar baik". Dua tusukan jarum berarti "Seorang kawan ditangkap".
Sementara tiga tusukan berarti penyergapan besar-besaran, semua pemimpin ditangkap.
Inggit kemudian mengirim buku agama yang menjadi sarana komunikasi. Jika Inggit datang membawa buku agama pada 24 April, maka Soekarno harus membuka bab 4 halaman 24.
Dengan ujung jari, Soekarno meraba dengan teliti hingga menemukan lubang bekas jarum di bawah huruf.
Sehingga jika diraba dan disusun, huruf tersebut menjadi pesan dari kabar buruk yang disampaikan lewat telur asin.
Baca juga: Kisah Asmara Orangtua Sukarno, Guru Soekemi yang Jatuh Cinta Pada Gadis Bali
Selama di Sukamiskin, Soekarno dilarang berbicara tentang politik. Ia juga dipekerjakan di percetakan yang bekerja di dekat ruang direktur penjara, sehingga penjagaannya berlipat ganda.
Soekarno diminta untuk membuat ratusan rim kertas menjadi buku tulis. Ia akan menyeret tumpukan kertas, mencetak dengan meletakkan dan mengambilnya dari mesin-penggaris dan mesin potng yang besar dan penuh oli.
Ia bekerja seharian mulai matahari tebit hingga tenggelam.
"Pekerjaan yang membosankan untuk orang yang bisa berpikir seperti aku, Sepanjang hari aku hanya memuat garis," kata Soekarno dalam buku Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Soekarno bercerita, ada 900 orang tahanan di Sukamiskin dengan ruang makan yang cukup kecil dan terdiri dari 25 meja kayu sempit yang masing-masing untuk 10 orang.
Para tahanan makan secara bergilir dan diberi waktu makan hanya 6 menit.
Baca juga: Kisah Soekarno Jalani Pembuangan di Ende
Bila terdengar gong, maka setiap orang akan masuk dengan membawa piring dan tempat sayur dari almunium, cangkir dan sendok.
Enam menit kemudian, kelompok ini akan berbaris menuju kran air untuk mencuci peralatan makannya dan 250 orang lainnya akan berbaris masuk.
Enam menit kemidian giliran 250 orang yang lain. Tak hanya makan.
Ke kamar mandi pun para tahanan mendapat batasan waktu. Setiap 6 orang diberi waktu 6 menit untuk berebut air dari satu pancuran.
Kepada sang kakak, Soekarno bercerita jika memilih berbaring di tanah menjemur badan untuk mengambil kekuatan sinar matahari saat rekan-rekannya berjalan-jalan, sepak bola atau duduk di bawah pohon.
"Aku malah suka pusing saat terlalu banyak terkena sinar matahari. Tapi aku jarus menjemur tubuhku. Selku begitu dingin, gelap dan lembab sehingga inilah satu-satunya cara untuk melakukan pemanasan terhadap tulang-tulangku," kata Soekarno.
Saat di Sukamiskin, Soekarno juga lebih banyak mempelajari agama dan mendekatkan diri pada Tuhan.
"Syukurlah, aku telah menemukan Tuhan dan menjadikan Dia sebagai kawanku yang paling berharga dan menjadi sandaran keyakinanku bila aku menghadapi penderitaan yang hebat," ungkap Soekarno.
Baca juga: Momen Jokowi Sambangi Warung Nasi Bu Eha yang Jadi Langganan Keluarga Bung Karno
Pada 31 Desember 1931, Bung Karno dibebaskan dari penjara karena mendapat potongan hukuman, tepat pada akhir pemerintahan Gubernur Jenderal de Graff.
Ia ia pun keluar dengan mengenakan pakaian sipil setelah dipenjara selama 2 tahun.
Saat itu, Direktur Penjara yang mengantarnya bertanya, "Ir Sukarno, dapatkan Anda menegaskan kebenaran dari kata-kata tersebut? Apakah Anda betul-betul akan memulai hidup baru?"
Dengan memegang gerbang menuju kemerdekaan, Soekarno menjawab, "Seorang pemimpin tidak berubah karena hukuman. Aku masuk penjara untuk memperjuangkan kemerdekaan, dan aku meninggalkannya dengan tujuan yang sama."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.