Hadi menambahkan di pagi dan siang hari operasional pabrik memanfaatkan energi matahari yang diserap melalui panel surya PLTS Atap. Kemudian di malam harinya, Sido Muncul menggunakan listrik REC panas bumi dari PLN.
Menurutnya, ide pemasangan PLTS atap dari direksidi dasari beberapa faktor. Pertama, ancaman global warming atau pemanasan global yang semakin nyata.
“Kedua memang kita mau mendukung program pemerintah yang mencanangkan sejuta PLTS atap. Ketiga tentunya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK),” tegasnya.
Ia menyebut pemasangan ini merupakan wujud nyata dari Direksi Sido Muncul untuk melestarikan lingkungan khususnya di sektor energi.
“Kita pakai energi ramah lingkungan 95 persen, 85 persen diantaranya EBT, seperti dari PLTS atap, REC, ampas jamu pengganti bahab bakar fosil (solar) untuk utility kita,” katanya.
Kemudian 10 persen energi di sana masih memakai compressed natural gas (CNG) untuk gas. CNG diklaim ramah lingkungan, tapi tidak tergolong EBT.
Baca juga: Kerja Sama dengan Kemenkop UKM, Sido Muncul Berdayakan Petani Rempah di Jateng
Selain itu investasi energi ramah lingkungan dilakukan dengan pemanfaatan energi terbarukan dari limbah ampas jamu untuk mengurangi pemakaian energi fosil berupa solar.
“Boiler kami sudah tidak menggunakan fosil, tetapi menggunakan ampas jamu, pellet kayu,”
Meski penggunaan energi ramah lingkungan sudah 95 persen, pihaknya aka mengejar angka 100 persen. Termasuk melalui peningkatan EBT, maupun memperbanyak peralatan pendukung yang dari energi fosil menuju terbarukan.
“Kita sudah punya roadmap net zero pada 2040 di semua operasional pabrik. Sehingga penggunaan energi terbarukan harus terus diperbanyak,” tegasnya.
Target tersebut terbilang sangat ambisius mengingat Pemerintah Indonesia baru menargetkan zero net emission dua dekade setelah target Sido Muncul, yakni pada 2060.
Lebih lanjut, ia memahami bila pemerintah melalui PLN harus mengatur batasan penggunaan PLTS atap. Terlebih kondisi listrik di Jawa masih surplus.
Baca juga: Sido Muncul Gandeng Kodam VI Mulawarman Bantu 75 Warga Balikpapan Operasi Katarak Gratis
Namun ia tetap berharap batas kuota 15 persen yang diatur PLN, dapat ditambah lebih banyak. Apalagi perusahaannya komitmen mengejar target net zero 2040 mendatang.
“Harapannya bisa bertahap, dari 15 persen, mungkin ke 25 persen, lalu 40 persen, dan seterusnya,” ujarnya.
“Tantangannya inovasi dan biaya. Karena mengubah sesuatu yang sudah mapan menjadi ramah lingkngan itu membutuhkan investasi awal,” tandasnya.
Kritik mengenai kebijakan itu juga disampaikan dalam laporan studi Institute for Essential Services Reform (IESR). Dalam kajian Implikasi Paris Agreement terhadap masa depan PLTU di Indonesia, IESR mendorong pemerintah mengkaji kembali peningkatan aksi mitigasi NDC di sektor pembangkitan listrik.
“Menyiapakan kerangka kebijakan dan regulasi yang lebih komprehensif. Termasuk mengkaji ulang perencanaan energi dan listrik dalam jangka panjang yang berlaku saat ini,” kata Fabby Tumiwa, Direktur IESR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.