Hal tersebut kemudian berubah setelah kedatangan penjajah yaitu pemerintah Hindia Belanda masuk ke wilayah ini.
Dilansir dari laman gurunpanjangutara.pesisirselatankab.go.id, pada tahun 1914 dikeluarkan ordonansi nagari yang membatasi anggota kerapatan nagari hanya pada penghulu yang diakui pemerintah Hindia Belanda.
Hal ini dilakukan pemerintah Hindia Belanda dengan asumsi untuk mendapatkan sistem pemerintahan yang tertib dan teratur.
Penghulu-penghulu yang dulunya memimpin nagari secara bersama sama sekarang diharuskan untuk memilih salah satu di antara mereka sebagai kepala nagari atau wali nagari, sehingga posisi penghulu suku kehilangan fungsi tradisionalnya.
Berlanjut setelah masa proklamasi kemerdekaan, sistem nagari ini kembali diubah agar lebih sesuai dengan keadaan pemerintahan waktu itu.
Pada tahun 1946 diadakan pemilihan langsung di seluruh Sumatera Barat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Nagari dan wali nagari di mana calon-calonnya tak terbatas pada para penghulu saja.
Selanjutnya dengan keluarnya Perda No. 50 tahun 1950 tentang pembentukan wilayah otonom, sejak itu pemerintahan nagari hampir tidak berperan lagi.
Kemudian, pasca Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, hampir keseluruhan aparat nagari diganti oleh pemerintah pusat yang sekaligus merubah pemerintahan nagari.
Gubernur Harun Zain pada tahun 1974 sempat mengangkat kepala nagari sebagai pelaksana pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari sebagai lembaga legislatif terendah, namun keputusan ini hanya berumur pendek.
Dikeluarkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, membuat sistem nagari dihilangkan dan jorong digantikan statusnya menjadi desa.
Kedudukan wali nagari juga dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa.
Meskipun demikian,keberadaan nagari masih dipertahankan sebagai lembaga tradisional merujuk Peraturan Daerah No. 13 tahun 1983 yang mengatur tentang pendirian Kerapatan Adat Nagari (KAN) di tiap-tiap nagari yang lama.
Dilansir dari laman indonesia.go.id, berlakunya undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah pada tahun 1999, membuat Provinsi Sumatera Barat kembali mengenal istilah nagari dalam sistem pemerintahan daerahnya.
Setelah menjadi desa selama 19 tahun, akhirnya sistem pemerintahan desa kembali menjadi nagari yang kemudian dipakai di Sumatera Barat, hingga kini.
Hal ini juga kukuhkan dengan terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari yang kemudian diubah dengan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok Pokok Pemerintahan Nagari.
Dilansir dari laman BPS, pada 2022 jumlah nagari di Sumatera Barat ada sebanyak 1.265. Hal ini seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau Tahun 2022.
Sumber:
indonesia.go.id
indonesia.go.id
gurunpanjangutara.pesisirselatankab.go.id
sumbarprov.go.id
sumbar.bps.go.id