"Lalu kita akan tuangkan dalam inovasi rempah, apa saja yang bisa kita kembangkan," ujarnya.
Untuk diketahui, Indonesia kini sedang memperjuangkan jalur rempah diakui sebagai warisan budaya dunia (world heritage) ke UNESCO.
"Kita mendorong dengan bukti ilmiah dan publikasi," paparnya.
Masih dalam upaya mengembalikan lagi kejayaan rempah, puluhan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari berbagai universitas diterjunkan dalam program KKN Kolaborasi.
"Karena kita memang integrasikan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian," ujar Mirwan.
Baca juga: Sejarah Banda Neira, Dulunya Pusat Pala di Dunia
Rempah-rempah, terutama pala sebagai identitas Maluku Utara dipamerkan dalam Festival Kala Hara di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, Kamis (3/8/2023).
Festival digagas oleh masyarakat lokal, pemerintah daerah, serta tim Kuliah Kerja Nyata dan Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Khairun, dan Universitas Halmahera.
Berbagai produk olahan pala dipamerkan dalam kegiatan tersebut.
Universitas Halmahera misalnya, telah mengembangkan sejumlah produk berbasis kecantikan dan kesehatan dari pala.
"Dibuat menjadi minyak aromaterapi, minyak pala, sabun, dan produk kosmetik dari mentega pala," kata Dosen Kimia Program Studi (Prodi) Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa Universitas Halmahera Johanis Wairata.
Studi penelitian Universitas Halmahera mengenai pala telah dilakukan selama enam bulan. Riset terus dikembangkan sehingga menghasilkan produk yang bisa diterima oleh publik.
Sejak masa rempah-rempah diperebutkan oleh bangsa Eropa, pala dan cengkeh digunakan sebagai wewangian yang diselipkan di bagian pinggang para bangsawan.
Kini, pengembangan pala sebagai wewangian dan minyak aroma terapi terus dilakukan.
"Kami mengambil minyak pala melalui proses penyulingan. Biasanya membutuhkan waktu berhari-hari," ujarnya.
Untuk mendapatkan aroma yang khas, kata Joe, biasanya ditambahkan bahan lain seperti kayu manis.