Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Buruh Penyadap Nira di Purworejo, Tak Dibayar Pakai Uang, tapi Air Nira yang Disadap

Kompas.com - 30/07/2023, 15:32 WIB
Bayu Apriliano,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

PURWOREJO, KOMPAS.com - Eko Prasetyawan (21) merupakan seorang mahasiswa di salah satu kampus swasta di Purworejo. Empat semester telah dilaluinya dengan penuh perjuangan.

Bagaimana tidak, ia tinggal di desa tertinggi di Purworejo, yakni Desa Giyombong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang jaraknya ke kampus butuh 1 jam perjalanan. Jaraknya kurang lebih 33 kilometer.

Selain itu medan yang terjal dan berbukit-bukit membuat perjalanan tak begitu mulus. Di kanan kiri jalan, menuju kampus, Eko harus senam jantung melihat jurang.

Baca juga: Buruh Perkebunan Sawit di Ketapang Digigit Buaya Selama 90 Menit, Diselamatkan oleh Temannya

Meski demikian, desa kelahiran Eko, selama ini dikenal sebagai sentra pembuatan gula aren alami dan penghasil buah kolang-kaling. Karena kolang-kaling hanya diproduksi saat bulan puasa, saat ini desa Giyombong secara penuh warganya memproduksi gula aren.

Setelah pulang kuliah, demi memenuhi kebutuhan pembayaran sekolah, Eko rela menjadi buruh penyadap air Nira di desanya. Ia biasanya mengambil air nira di kebun milik tetangganya.

"Ya biasanya lima sampai enam pohon dalam sehari," kata Eko saat ditemui dirumahnya pada Minggu (30/7/2023).

Di kampung ini, para penyadap air nira tak ada yang dibayar dengan uang. Para buruh seperti Eko, akan dibayar dengan air nira dari yang berhasil dipetik oleh penyadap.

"Biasanya air nira bisa dipanen selama 30 hari. Selama 3 hari awal, air nira akan diberikan kepada pemilik pohon, 3 hari selanjutnya air nira saya olah sendiri, begitu seterusnya sampai selesai," kata Eko.

Dalam mengolah air nira ini, Eko tak sendirian, ia dibantu oleh ibunya Indah Yumiati (42). Sementara itu ayahnya bekerja sebagai petani dan peternak kambing.

Baca juga: Cerita Nurkholis 11 Tahun Jadi Buruh di Kebun Sawit, Diberi Upah Rp 140 Per Kg

"Ya dibantu ibu kalo soal mengolah, nanti hasilnya bisa tambah-tambah untuk bayar kuliah," kata Eko.

Dalam bekerja memanjat pohon aren, eko hanya mengandalkan alat keamanan seadanya. Ia menggunakan tali yang diikatkan di tubuhnya sebelum memanjat.

Biasanya Eko bekerja selepas selesai kuliah hingga sore tiba. "Mayoritas di sini memang masih tradisional mas," kata Eko selepas turun dari pohon aren.

Eko berharap, dari hasil air nira yang diolah menjadi gula aren ini dapat membantu perekonomian keluarga. Ia berharap segera lulus kuliah dan dapat bekerja di kantor-kantor perusahaan.

"Setidaknya setelah lulus kuliah nanti saya bisa dapat kerja di kota. Karena saya masih punya adik yang masih duduk di bangku SMP," harap Eko.

Keluarga Eko mendapat keahlian membuat gula aren ini dari neneknya yang diajarkan secara turun temurun dikeluarganya. Seolah sudah menjadi bagian hidupnya, membuat gula aren dilakukannya setiap hari.

Baca juga: Buruh Harian di Makassar Dikeroyok, Kepalanya Diinjak Saat Menagih Utang

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Rekomendasikan Wali Kota Depok dan Haru Suandharu Maju Pilkada Jabar

PKS Rekomendasikan Wali Kota Depok dan Haru Suandharu Maju Pilkada Jabar

Regional
Kriteria Sosok Ideal Bupati di Banyumas Raya Menurut Akademisi Unsoed

Kriteria Sosok Ideal Bupati di Banyumas Raya Menurut Akademisi Unsoed

Regional
Jelang Idul Adha, Harga Kebutuhan Pokok dan Sayuran di Kebumen Naik

Jelang Idul Adha, Harga Kebutuhan Pokok dan Sayuran di Kebumen Naik

Regional
9 Rumah Terbakar di Bantaran Rel Solo, BI Ganti Sebagian Uang yang Hangus

9 Rumah Terbakar di Bantaran Rel Solo, BI Ganti Sebagian Uang yang Hangus

Regional
Lansia Bersepeda Luka Berat Ditabrak Ibu Hamil Bawa Motor

Lansia Bersepeda Luka Berat Ditabrak Ibu Hamil Bawa Motor

Regional
Mayat Pria Tanpa Identitas Ditemukan di Selokan Sukoharjo, Tak Ada Tanda Penganiayaan

Mayat Pria Tanpa Identitas Ditemukan di Selokan Sukoharjo, Tak Ada Tanda Penganiayaan

Regional
Korban Banjir Lahar di Sumbar Butuh Genset hingga Pompa Air

Korban Banjir Lahar di Sumbar Butuh Genset hingga Pompa Air

Regional
Gunung Lewotobi Laki-laki Kembali Meletus, Kolom Abu Tebal Mengarah ke Timur Laut

Gunung Lewotobi Laki-laki Kembali Meletus, Kolom Abu Tebal Mengarah ke Timur Laut

Regional
Lagi, Calon Haji Embarkasi Solo Meninggal, Total 2 Orang

Lagi, Calon Haji Embarkasi Solo Meninggal, Total 2 Orang

Regional
Seorang Guru di Sikka Tewas Tertabrak Pikap, Korban Terseret 9 Meter

Seorang Guru di Sikka Tewas Tertabrak Pikap, Korban Terseret 9 Meter

Regional
Berprestasi di Bidang Matematika, Siswi SD Asal Banyuwangi Ini Bertemu Elon Musk di Bali

Berprestasi di Bidang Matematika, Siswi SD Asal Banyuwangi Ini Bertemu Elon Musk di Bali

Regional
Warisan Budaya Sriwijaya Berjaya: Dekranasda Sumsel Juara Umum Dekranas 2024

Warisan Budaya Sriwijaya Berjaya: Dekranasda Sumsel Juara Umum Dekranas 2024

Regional
Pj Gubernur Al Muktabar Terima Aspirasi Sejumlah Tokoh Banten

Pj Gubernur Al Muktabar Terima Aspirasi Sejumlah Tokoh Banten

Regional
Ribuan Mahasiswa dan Warga Doa Bersama untuk Korban Banjir Lahar di Sumbar

Ribuan Mahasiswa dan Warga Doa Bersama untuk Korban Banjir Lahar di Sumbar

Regional
Hari Kebangkitan Nasional, Ketum PP Muhammadiyah Berharap Pemimpin Baru Wujudkan Kedaulatan Indonesia

Hari Kebangkitan Nasional, Ketum PP Muhammadiyah Berharap Pemimpin Baru Wujudkan Kedaulatan Indonesia

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com