BANGKA TENGAH, KOMPAS.com - Nurkholis (34), warga Desa Kali Rejo, Batang, Jawa Tengah, sudah merantau 11 tahun di Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, untuk bekerja sebagai buruh panen di kebun sawit.
Bapak dua anak itu mengaku merantau di sebuah perkebunan sawit di daerah Arung Dalam, Koba, Bangka Tengah, sejak tahun 2012.
Nurkholis mengaku rela banting tulang di tanah rantau demi menghidup anak istrinya di kampung halaman.
Baca juga: 8 Pekerja Terjebak di Lubang Galian, Pemilik Lahan dan Pemodal Tambang Emas Ilegal Jadi Tersangka
Sebagai pemanen kelapa sawit, Nurkholis mendapat upah borongan sebesar Rp 140 per kilogram atau Rp 140.000 per ton.
Dalam sebulan, katanya, para pekerja rata-rata bisa mengantongi Rp 4 juta. Uang tu dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan dikirim ke keluarga.
"Kami ini kan pekerja lepas, jadi penghasilannya tergantung borongan. Ada sekitar 700 hektar yang sudah dibagi per blok untuk dipanen," ujar Nurkhlis yang hanya menamatkan pendidikan sampai sekolah menengah pertama (SMP).
Baca juga: Kisah Buruh Pabrik Banting Setir Rintis Bisnis Piza, Omzet Jutaan Rupiah Per Bulan
Di sela-sela kesibukannya, Nurkholis menceritakan, kendala paling berat adalah jauh dari keluarga.
Untuk mengobati rasa rindu itu, biasanya Nurkholis video call bersama istri dan buah hatinya.
"Dulu masih pulang dua tahun sekali, sekarang cuma sekali setahun. Mau ngumpul modal dulu," ucap pria tiga bersaudara itu sembari tertawa.
Nurkholis berharap suatu saat bisa kembali ke kampung halaman dan membuka usaha sendiri.
Ia pun bercita-cita agar anak-anaknya bisa melanjutkan pendidikan tinggi dan hidup lebih layak dari orangtuanya.
"Semoga pemerintah juga memperhatikan kami yang pekerja lepas ini. Jangan sampai pendidikan dan kesehatan justru memberatkan," harap Nurkholis.
Di tempat yang sama, Nasyirun (36), pekerja asal Lombok juga bernasib tak jauh berbeda dengan Nurkholis. Bahkan, Nasyirun rela berpisah dengan keluarganya sejak 2009.
"Dulu saya kerja di kebun di Memban, Bangka Tengah, juga. Istri dan dua anak di Lombok," ungkap Nasyirun.
Nasyirun juga berangan-angan bisa pulang ke kampung halamannya kelak.