Abdul mulai menderes karet sejak pagi hingga siang. Ia dibantu seorang anaknya.
Namun, apabila cuaca musim hujan, Abdul tak bisa menderes karena pohon karet basah dan getahnya sulit dialirkan ke tempat penampungan.
Abdul sudah 50 tahun menjadi buruh penderes karet.
Pria yang hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP), ini menderes karet di kebun milik orang lain.
Baca juga: Pulang Jual Karet, Tauke Dikeroyok Warga Dituduh Mencuri, Anggota BPD Banyuasin Sumsel Ditangkap
Setetes demi setetes dari getah karet kebun orang itu dikumpulkan Abdul untuk menghidupi keluarganya.
Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan olehnya selain menderes karet, karena usianya yang sudah tua.
"Umur sudah tua. Kerja lain pun akan susah. Jadi, ya cuma menderes karet inilah yang bisa saya lakukan," tutur Abdul.
Meski di usia senja, Abdul masih tetap gigih mengais rezeki dari getah karet.
Bila cuaca baik dan badan sehat, dia akan selalu pergi ke kebun menderes karet.
Namun, harga komoditi getah karet yang murah, membuat Abdul dan petani karet lainnya lesuh.
Harga karet saat ini di Rohul hanya berkisar Rp 7000 hingga Rp 8000. Mau tak mau, Abdul harus bekerja untuk membantu perekonomiannya.
"Harga getah karet murah sekali, cuma Rp 7000. Dalam seminggu kadang dapat hasil Rp 400.000 sampai Rp 500.000. Itu pun saya bagi dua hasilnya sama pemilik kebun. Cukup tak cukup ya dicukupkan buat kebutuhan keluarga. Alhamdulillah, selalu bersyukur," kata Abdul.
Baca juga: Kekurangan Bahan Baku, 8 Pabrik Karet di Sumsel Tutup
Dia berharap, harga karet naik agar biaya kebutuhan dapat terpenuhi.
Sebab, harga karet saat ini sangat jauh menurun dari tahun-tahun sebelumnya.
"Harapan saya kepada pemerintah, agar harga karet naik jadi Rp 12.000 per kilogram. Harga segitu kan cukuplah membiayai kebutuhan keluarga. Kalau dulu kan harganya bisa sampai Rp 15.000 per kilogram," ucap Abdul.