Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh John Nefri mengaku telah mengetahui penyidikan yang dilakukan polisi atas dugaan TPPO di kampusnya, dan mengatakan bahwa politeknik menghormati proses hukum yang berjalan.
John menceritakan, kasus tersebut kira-kira terjadi pada 2020-2021 saat ia belum menjabat sebagai direktur politeknik.
"Kalau tidak salah itu 2020-2021 saat Covid-19 ya. Saya waktu itu belum menjadi direktur jadi belum tahu persis," kata John seperti yang dikutip dari Kompas.com.
John mengatakan, kini program magang ke Jepang telah dihentikan sejak ia menjabat.
Walau demikian, dia menambahkan bahwa program magang tersebut telah melalui prosedur resmi dan seleksi, sehingga belum mengetahui mengapa program itu masuk dalam dugaan TPPO.
"Jadi magangnya resmi. Ada seleksinya di kampus, bukan ilegal… Ini yang sedang kita telusuri secara internal. Tapi kita hormati proses hukum yang sedang berlangsung di kepolisian," kata John.
Baca juga: Jadi Tersangka Perdagangan Orang, Biduanita di Ponorogo Ditahan Polisi
Ketua Umum SBMI Hariyanto mengatakan, kasus dugaan TPPO mahasiswa di Sumbar bukanlah kasus pemagangan yang pertama terjadi di Indonesia.
“Kasus-kasus dengan modus dan pola seperti ini sudah banyak terjadi, tidak hanya yang di Sumbar, tapi juga dulu pernah terjadi di Malang, Yogyakarta, dan wilayah lain,” kata Hariyanto.
Menurut Hariyanto, dugaan praktik TPPO dalam pemagangan muncul salah satunya disebabkan oleh besarnya permintaan masyarakat untuk bekerja di luar negeri, dengan iming-iming gaji yang besar.
Di tambah lagi, katanya, banyak pelajar yang telah lulus mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan di dalam negeri.
“Ada gap antara iming-iming gaji besar di luar negeri dan sulitnya mencari kerja di dalam negeri sehingga banyak yang tergiur untuk magang padahal melalui proses yang non-prosedural,” kata Hariyanto.
Baca juga: Empat Orang Jadi Tersangka Kasus Dugaan Perdagangan Orang di Kulon Progo
Senada, seorang yang pernah magang bekerja di Jepang, Denny Cahyadi mengatakan, alasannya merantau ke luar negeri tidak lepas dari sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri.
“Saya melihat banyak mahasiswa yang telah lulus tapi sulit cari kerja. Makanya berpikir cari jalan keluar dengan berbagai macam cari.
"Ini dilematis, tapi sebenarnya tuntutan hidup saja,” kata pria yang bekerja di pengelolaan plat logam saat di Jepang kepada wartawan Halbert Chaniago, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia dari Kota Padang.
Denny yang kini telah tinggal di Padang mengatakan, melalui proses perekrutan magang secara resmi melalui dinas tenaga kerja, dan menjalani pelatihan di lembaga pelatihan kerja (LPK).
“Setelah lulus proses dan dapat seluruh surat-surat izin, di Jepang di-training lagi satu bulan. Lalu bekerja. Bahkan ada yang di Jepang tidak lolos medical check-up. Prosesnya ketat tapi fasilitasnya sangat baik,” kata Denny.
“Kemenaker sebagai leading sector yang harus bertanggung jawab dan perpanjangan tangannya adalah disnaker setempat,” kata Hariyanto.
“Bagaimana pengawasan di politeknik kok sampai bisa mereka [politeknik] memberangkatkan? Ini kalau dibuka akan melebar dan ketemu benang masalahnya,” kata Hariyanto.
Hariyanto mengatakan, proses pengembangan bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pertama adalah dengan mencari tahu apakah politeknik memiliki kerja sama dengan disnaker setempat dalam mengirimkan mahasiswanya magang di luar negeri.
“Itu dapat dilihat dari adakah surat lamaran atau permohonan dari politeknik ke disnaker terkait pemagangan. Jika tidak ada berarti ilegal,” kata Hariyanto.
Baca juga: Korban Perdagangan Orang di Jateng Bertambah Menjadi 1.337 Orang, Warga Diminta Tak Mudah Tergiur
“Kemudian, kalau politeknik itu diberikan kewenangan penempatan, perlu dipertanyakan siapa yang memberikan izin, apa pola kerja samanya, mekanisme pengawasan apa, MoU nya apa, siapa yang mengawasi politeknik ini kok bisa sampai terjadi penangkapan? Ini yang harus diungkap,” katanya.
Kedua, apakah ada surat-surat keterangan dari institusi pemerintah lain, seperti dari rukun tetangga (RT) hingga kelurahan terkait dengan aktivitas pemagangan tersebut.
“Ini akan mengurai celah-celah masalah hingga pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ini juga jadi momentum tepat membongkar, melakukan evaluasi dan perbaikan atas praktik pemagangan ke luar negeri yang rawan terjadinya penyimpangan dan perbudakan,” katanya.
Untuk itulah Hariyanto berharap agar Kemenaker segera turun tangan untuk mengusut apa yang terjadi di politeknik itu dan juga mengevaluasi proses pemagangan ke luar negeri guna mencegah terjadinya kembali praktik serupa.
Baca juga: 300 Orang di Bali Diduga Jadi Korban Perdagangan Manusia, Salah Satu Pelaku WNA