BANGKA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung bersikukuh menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang perizinan tambang sedimentasi pasir laut.
Salah satu aturan yang ditentang adalah perizinan ekspor pasir laut. Sebagai informasi, aturan itu telah dibekukan sejak 20 tahun lalu.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung Jessix Amundian, penolakan secara nasional telah dilayangkan Walhi sejak awal.
Lalu khusus untuk wilayah Bangka Belitung, penolakan ekspor pasir laut memiliki berbagai pertimbangan.
Baca juga: Luhut Bantah Ekspor Pasir Laut Muluskan Investasi Singapura di IKN
Salah satunya terkait dugaan masih adanya mineral ikutan timah yang terkandung dalam pasir laut di Kepulauan Bangka Belitung.
"Kita tahu bersama bahwa penambangan timah telah berlangsung selama ratusan tahun. Setelah reformasi 1998, penambangan kian masif, tidak hanya di darat, tapi juga di laut," kata Jessix kepada Kompas.com, Rabu (28/6/2023).
Baca juga: Ekspor Pasir Laut Diizinkan Setelah 20 Tahun, Walhi Babel: Beban Ekosistem akan Makin Kompleks
Jessix menuturkan, aktivitas penambangan timah dalam kurun waktu yang lama tersebut menyisakan banyak tailing yang merupakan material hasil pemisahan dari bijih timah.
Diperkirakan sebanyak jutaan ton tailing terus menumpuk di darat maupun perairan karena belum ada teknologi yang mampu mengolahnya.
Tailing dengan kandungan mineral ikutan tersebut dikhawatirkan ikut terbawa saat proses penambangan pasir laut akibat adanya PP Nomor 26 Tahun 2023.